Chereads / The Arrogant CEO. / Chapter 2 - THE STORY

Chapter 2 - THE STORY

Dita adalah seorang istri dari pria kaya, tentu hidupnya sangatlah mudah ketika memiliki uang dalam genggaman. Begitu kata banyak orang katakan, mudah bagi siapapun untuk berpendapat seperti itu karena kadang itu kenyataan baiknya.

Pahitnya, kebahagiaan tidak bisa dibeli olehnya dengan uang.

Dita memakai outfit brand guci, yang harganya lebih dari 15 juta. Pakaian yang digunakan saat ini, jika dihitung mencapai 30 juta. Hanya untuk pergi ke luar, dia menggunakan pakaian semahal itu.

Dita bukannya berlaga sombong karena punya suami berduit, dia sendiri juga dari keluarga berdarah biru. Orang Tuanya memiliki bisnis restoran dan bermain bursa saham, semua keluarganya adalah seorang pebisnis termasuk dirinya.

Dia hanya memakai apa yang cocok untuk orang kalangan sepertinya, dia menjaga nama baik suaminya yang memiliki nama besar. Tidak mungkin istri dari Galang Bamantara, seorang CEO perusahaan besar. Berpakaian begitu norak dan tidak mencerminkan sosok keturunan sendok emas di lidahnya, semua orang pasti akan mencaci maki dan mencelanya dengan mudah.

Membawa slingback seharga 4 juta, dia berjalan menuju kamar putranya yang sedang memakai minyak wangi.

"Sayangnya mamah udah wangi."Kata Dita mencium pipi anaknya.

"Mamah juga wangi."Jawab pria kecilnya.

Dita tertawa, anaknya sangat mirip dengan Galang dalam segi paras, duplikat ayahnya sekali. Tapi dua tahun ini pula, Galang jarang sekali menemani tumbuh kembang Arsa. Selama itu pula bisa dihitung berapa kali Galang tidur menemani Arsa tidur ketika pulang kerja.

Berapa kali mereka mengobrol di teras rumah sambil minum teh hangat, menanti fajar untuk kemudian saling menghadap kiblat untuk memenuhi kewajiban seorang hamba kepada tuhannya. Semua itu, sangat jarang di temui di rumah ini.

Termasuk suaminya sendiri yang sulit sekali ditemukan, berdiam diri di rumah selama satu hari penuh. Mungkin dalam satu bulan sangat mudah menghitungnya dengan jari, berapa lama dan berapa kali Galang pulang ke rumah dan berdiam diri seharian di rumah mereka.

Sekarang dia akan mengajak anaknya jalan, dia sudah janji tapi Galang mengingkari. Padahal dia yang berjanji dengan anaknya tapi dia juga yang tidak pulang tadi malam. Mungkin nanti, dia tidak berani bertanya pada Galang. Sudah cukup hari ini dia dibentak karena bertanya keberadaannya, dia akan menunggu beberapa hari lagi dalam diam seakan tidak tahu apapun untuk menjaga hati dan pikirannya tetap waras dan tidak sakit.

Itu adalah caranya bertahan hidup untuk menjaga dirinya sampai bisa berdiri kokoh bersama sang suami yang keras kepala ber-ego tinggi, dia mencoba abai dan menjadi perhatian jika suaminya menginginkan.

Itu saja yang dia lakukan sampai putranya berumur dua tahun.

"Nisa, jangan lupa susu Arsa di bawa. Terus baju ganti juga, semuanya jangan sampe lupa ya."

Nisa yang tengah menenteng tas yang berisi semua kebutuhan anak majikannya bercuap dengan gerakan tangan, menunjukkan jempolnya."Siap bu komandan, semua sudah beres."

"Yaudah, sekarang kita ke butik dulu habis itu baru kita jalan-jalan ya."

.

.

Di sisi lain Galang yang baru saja selesai melihat bagaimana produser membuat serangkaian arahan kepada para casting yang menang untuk menjadi tokoh dalam film naskah milik salah satu penulis best seller itu segera angkat kaki dari ruang rapat, dia lapar sedang jam sudah menunjukkan pukul tiga sore.

Dia belum pulang dari kemarin, tumben sekali ponselnya sepi tidak seperti biasanya. Tapi dia jadi bersyukur dalam hati dan mengesampingkan itu semua ke belakang karena sekarang dia akan pulang ke salah satu unit apartemennya, Galang ingin tidur segera setelah dia memberi perintah pada supir miliknya untuk menjemput di parkiran. Sopirnya bernama Mamat, dia asal jawa yang ditemui ketika sedang bekerja sebagai OB di kamar mandi memegang sapu dan menangis sesegukan seperti bocah, ketika itu.

Mamat tengah dilanda rasa putus asa, uang bulanannya tidak cukup untuk membayar uang sewa kosan kemudian ibunya meminta uang untuk membayar hutang. Semua orang terus saja memaksa dirinya untuk membantu ini dan itu tetapi tidak ada uang tambahan untuk transport. Mamat merasa putus asa, mungkin malam ini dia akan tidur di pinggir jalan sebab pemilik kosan sudah mengusirnya pagi ini.

"Kamu ngapain nangis di kamar mandi saya?"Kala itu tanya Galang pada OB yang berada di perusahaan produksi film miliknya.

Memang waktu itu Mamat tengah bekerja untuk membersihkan kamar mandi untuk atasan, tetapi tidak pernah dia melihat bos pemilik rumah produksi dan mengetahui kamar mandi itu sering sangat sepi dia mengambil kesempatan untuk menangis seorang diri.

"Maaf pak."Ucap Mamat tidak menjawab pertanyaan Galang dan tidak tahu kalau yang bertanya adalah bosnya, arena dia terus menunduk dan menatap pun dengan mata memburam tertutup air mata.

Terlalu kalut dan malu ketahuan oleh orang lain dia tengah menangis, Mamat undur diri dan keluar dari kamar mandi. Tetapi tidak lama setelah itu, dia dipanggil oleh atasan dan memasrahkan diri jika bilamana dia dipecat. Atau apapun, Mamat sudah sangat tidak bersemangat dengan hidupnya sendiri, tapi nyatanya Galang berlaku sangat ramah dan mengajaknya untuk mengobrol sampai di mana dia berani menceritakan kisah hidup yang kacau di hadapan tuanya.

Galang tidak menginterupsi dan mendengarkan, Mamat sangat merasa bebas untuk memaki dan mengatakan keluhan hatinya yang terpendam selama ini seorang diri. Sampai dia selesai bicara Galang masih diam, kemudian menanyakan di mana dia tinggal dan Mamat juga berkata dia tinggal di pinggir jalan dan mandi di kamar mandi umum.

"Kamu bekerja sama saya aja, nanti masalah hutang kamu saya bayarkan dan cara membayarnya kamu bekerja dengan saya nanti kamu bisa cicil gantinya pada saya 50% saja dari apa yang saya bayarkan."Begitu Galang berkata dan Mamat terpaku mendapat siraman air dingin.

Tidak percaya atasannya akan mengatakan itu, tapi karena dia terlalu bodoh bertanya.

"Tapi pak... sekarang saya juga bekerja di perusahaan bapak."Galang tertawa mendengar itu.

"Maksudnya, kamu kerja di bawah asuhan saya. Jadi supir, karena kemarin supir saya berhenti kerja dan pulang kampung. Jadi selama dua hari ini saya bawa mobil sendiri dan itu bikin capek. Kamu mau?"

Tentu saja Mamat tidak akan menolak, tidak lama setelah itu semua urusannya di bereskan Galang dia mulai bekerja di rumahnya. Bertemu dengan istri juga anaknya, walau begitu dia tetap berada di kubu Galang yang sudah menyelamatkan hidupnya. seperti sekarang di mana dia menyembunyikan fakta kalau majikannya berselingkuh, tengah memegang ponsel menjawab sang kekasih.

"Iya, aku mau ke apartemen di kota. Kamu kalau kangen kesana aja, si Dita juga belum ada teleponin aku kok."Galang tertawa menjawabnya.

Mobil yang dinaiki kini tengah membelah macet kota besar, di mana jam sore adalah waktu bagi para karyawan untuk pulang ke rumah. Diam adalah balas budi yang Mamat tau caranya, untuk membuat tuannya bisa nyaman. Walau ada pergolakan dalam hati ketika melihat kebaikan istrinya juga, tapi dia harus menutup mulut sebab dia ada di kubu pembantu Galang. Bukan istrinya.

"Gak usah takut, Dita nggak tau lokasi semua unit apartemen aku. Kamu datang aja ya, mau menginap juga boleh."Katanya pada seseorang di telepon itu.

"Oke, kalau gitu aku tunggu dan jangan lupa bawa sesuatu buat di makan. Aku lapar ternyata..."

Kemudian telepon di tutup, Mamat melihat dari kaca spion untuk menemukan tuannya sudah memejamkan mata. Mungkin hari ini sangat melelahkan karena beliau harus melihat kelangsungan film baru yang akan dirilis, bosnya tidak sabar karena tokoh yang di casting adalah pilihannya. Galang berharap banyak pada artis pendatang baru yang dia pegang itu, sebab beberapa waktu lalu ada produser yang melakukan kecurangan.

Mereka menerima uang suap dari artis besar untuk bermain film di rumah produksi miliknya, Wings entertainment adalah agensi terbesar di negaranya. Hanya artis yang kualifikasinya baik di mata produser dan pemilik agensi lah yang akan membuat mereka lulus. Tidak akan ada gunanya menggunakan orang dalam, di sini mereka yang ketahuan akan mendapatkan skor atau malah sampai di pecat langsung oleh Galang.

Semua itu dilihat dari kinerjanya juga.

Tidak lama, suara ponsel Mamat berbunyi dan nama kontak majikannya terlihat. Dia melirik ke arah tuanya dari kaca spion tengah dan berkata.

"Pak, ibu telepon ke hp saya."

"Angkat aja, bilang kalau saya nggak pulang dan jangan tunggu."Mamat mengangguk.

Dia menekan terima panggilan dan mendekatkannya ke telinga.

"Loudspeaker."Bisik Galang mendekat ke arah Mamat yang sedang mengemudi.

"Halo bu, selamat sore."

"Halo Mamat, bapak pulang jam berapa?"

"Bilang seperti yang saya suruh."Bisik Galang lagi disisi Mamat.

"Anu... bu, bapak bilang nggak pulang hari ini dan berkata jangan tunggu bapak pulang."

"Ah...ya udah kalau gitu, salam ke bapak kalau Arsa nanyain papanya. Saya bingung jawabnya karena nggak tau kapan bapak pulang."Akunya pada Mamat.

Malah hal itu membuat Galang berpikir, ini sebuah alasan istrinya saja agar dia mau pulang ke rumah. Cih, padahal dia akan pulang kalau semua urusannya sudah selesai. Tapi Dita selalu saja merepotkan dan meminta padanya untuk cepat pulang, siapa dia sampai berani menyuruhnya.

Galang menjauhkan diri dan membiarkan supirnya berbicara dengan Dita, lagipula tumben sekali Dita tidak menelpon ke nomornya dan malah menelepon Mamat. Tapi ya sudahlah, masa bodo malah itu tidak membuat sakit kepalanya kambuh mendengar suara sang istri.

"Iya bu, nanti saya salamkan."Katanya sebelum kemudian mengucapkan salam.

Padahal tidak perlu dia salamkan, sang puan yang disebutkan sudah mendengar jadi sudah tersampaikan. Tapi yang terjadi setelahnya adalah ucapan sarkas dari sang bos kepada istrinya.

"Membuat alasan menggunakan anak, sangat licik.Heh!"Dan Mamat hanya bisa menatap lurus ke depan dengan raut wajah yang tidak bisa dibaca.