Paginya, Mr.Wil dikejutkan dengan aroma kopi yang begitu harum. Membuat suasana hatinya semakin bergairah. Ia pun turun dari ranjangnya dan menatap sosok yang selalu ia rindukan itu. Rafida sedang sibuk membuat sarapan dengan celemek yang terpasang ditubuhnya. Rambutnya diikat cepol keatas membuat leher jenjangnya terekspos seksi. Mr.Wil pun melangkah mendekat dan memeluk tubuh mungil itu. Kepalanya ia senderkan dibahu Rafia. Membuat Rafida bergidik terkejut.
"Kapan bangunnya?" tanya Mr.Wil dengan mata yang masih terpejam.
"Kok bangun? Gara-gara aku ya?" tanya Rafida yang sedikit kesusahan bergerak karena Mr.Wil yang menumpahkan tubuh beratnya ke tubuh Rafida.
"Iya, aku menghirup aroma kopi yang menyegarkan. Tapi, ternyata ada yang lebih menyegarkan lagi."
"Apa?"
"Ini." Mr.Wil menghirup aroma tubuh Rafida dari lehernya. Membuat Rafida geli tak tertahankan.
Keduanya pun mulai sarapan nasi goreng buatan Rafida. Mereka terus saling melemparkan senyum satu sama lain. Dengan tangan yang saling bertautan, sarapan pagi itu terasa sangat spesial untuk keduanya.
***
Rafida dan Firda sedang jalan-jalan, tapi Firda bicara sendiri panjang lebar ingin membuat novel kisah cinta romantis antara seorang cowok bisnis dan seorang artis berdasarkan hubungan Mr.Wil dan Min Young.
Rafida males banget mendengarkanya.
"Bisa tidak kau memberiku sedikit ketenangan dan jangan terus menerus mengungkit nama Wildan Kusuma di telingaku."
Baru diomongin, Mr.Wil mendadak lewat di sana.
"Kebetulan sekali. Apa kalian sudah makan?"
"Belum." Jawab keduanya.
"Aku kebetulan ada waktu, ayo makan bersama."
Tapi Rafida tak percaya
"apa Mas Wildan benar-benar cuma 'kebetulan' lewat sini?"
"Ah apa aku tidak bisa bohong yaa, sebenarnya aku sengaja datang untuk menjemput Rafida." ucap Mr.Wil dengan senyum kecil.
Mendengar itu, Firda mendadak menyeret Rafida dan memaksa masuk kedalam mobil bagian belakang. Membuat Mr.Wil terpaksa harus duduk di sebelah Said.
Di restoran, Firda ingin memesan makanan pedas.
"Tidak, mas Wildan gak bisa makan pedas," sela Rafida tidak setuju.
"Aku tidak masalah. Toh aku pernah memakannya juga di rumah nenek Ling.
"Ah iya rumah kontrakan yang kita sewa, kontraknya sudah berakhir kan?" tanya Rafida mengalihkan pembicaraan.
"Iya sih. Tapi masalahnya, si pemilik rumah sekarang ingin menjual rumahnya dan menyuruhku pindah lebih cepat. Tapi belakangan ini aku sibuk banget nulis skripnya sampai tak punya waktu untuk mencari tempat baru."
"Kalau begitu, kau pindah saja ke tempatku." Usul Rafida lalu beralih minta izin Mr.Wil.
"Terserah kau saja," ucap Mr.Wil seolah pasrah tapi diam-diam dia melirik Said dengan penuh arti.
"Pindah ditempatku saja," ucap Said mengerti kode Mr.Wil.
Mr.Wil setuju banget. "Said sangat pintar mengurus orang lain."
"Aku yang tidak setuju. Tidak baik bagi pria dan wanita yang tak punya hubungan apapun, tinggal dalam satu atap." seru Rafida.
Tapi Firda yang memahami situasi ini, setuju-setuju saja dengan ide Said. Dia memang butuh seseorang yang bisa mengurusnya.
"Kalau begitu, tolong urus aku dengan baik di masa mendatanga, Pak Said."
Rafida sontak melempar tatapan tajam setajam silet ke suaminya. Sementara Mr.Wil tak perduli dan meneruskan menatap ponselnya.
***
Diam-diam Rafida ternyata ikut casting untuk menjadi seorang aktris. Melihat Min Young yang sangat menakjubkan waktu itu, menjadikan sebuah motivasi bagi Rafida.
Hingga seseorang menelponnya dan mengabarkan kalau Rafida berhasil mendapatkan proyek sinetron baru.
"Selamat ya, tapi memang bukan peran utama, dan gak usah khawatir karakternya sangat bagus, aku sudah mengirimkan skripnya lewat email." ucap Lisa teman Rafida yang bekerja dibagian produksi sinetron.
"Oke, nanti akan aku pelajari."
"Pemeran utamanya akan bergabung besok, dan kamu tinggal tunggu kabar saja."
"Wah benarkah? tapi bisakah aku ikut bergabung besok juga. Aku ingin mengakrabkan diri dengan situasi dulu. Karena ini peran pertamaku, aku merasa sedikit khawatir.
"Oke aku akan membicarakannya dulu dengan sutradaranya."
"Terimakasih banyak Lisa, akan aku tunggu kabarnya ya."
Mr.Wil ternyata ada di sana dan mendengarkan pembicaraannya barusan.
"Kau mau kemana besok?" tanya Mr.Wil.
"Bukan urusanmu," ucap Rafida ketus.
"Apa kau sengaja menghindarinya?"
"Kurasa, sebaiknya kita berpisah untuk sementara waktu." Rafida masih marah.
"Kenapa begitu? salah kudimana?"
"Bukan apa-apa. Aku hanya sedang ingin meraih kesuksesan ku sendiri."
"Maksud kamu apa sih? Lalu bagaimana dengan anjing itu? Bukankah kau bertekad baja mau bersama anjing itu? Dan sekarang kau mau pergi begitu saja?"
"Pemiliknya akan menjemputnya malam ini."
Tak tahu bagaimana lagi harus protes, terpaksa Mr.Wil menyerah lalu pergi dengan muka manyun.
***
Rafida menunggu pemilik anjing, ia masih belum menampakkan dirinya juga.
"Masa dia lupa sama anjingnya?" gumam Rafida yang mulai gelisah.
Sedetik kemudian, si pemilik anjing akhirnya menelepon.
"Maafkan saya, Tapi sepertinya saya tak bisa datang. Jadi bagaimana kalau besok saja?"
"Tapi besok aku tidak bisa, aku harus pergi soalnya. Begini saja, kasih saja alamatmu, biar aku yang datang mengantarkan anjing itu." Rafida menawarkan.
"Oke." pria itu setuju.
Sepuluh menit kemudian, Rafida akhirnya mengantarkan Pink ke sebuah rumah yang berada di sekitar kompleksnya. Rafida jelas kaget menyadari pria baik hati yang memberinya dasi itu ternyata tetangganya.
"Selamat datang, ah rupanya kau gadis yang membeli dasi itu bukan?" ucap pria itu pura-pura terkejut.
"Ah iya, apa pak Stevan tinggal disekitar sini?" tanya Rafida sembari memberikan anjingnya.
"Saya kebetulan memang punya usaha disini. Nona Rafida," Stevan tersenyum mencurigakan.
"Kalau begitu saya pergi dulu," ucap Rafida pamit.
"Tunggu, masuk saja dulu. saya sudah siapkan teh hijau khas Korea."
"Ah tidak usah, saya mau langsung pulang saja." tolak Rafida.
"Saya mohon, sebentar saja. Anggap saja sebagai tanda terimakasih saya." Stevan memohon dengan memelas.
Rafida akhirnya menurutinya dan masuk. Tidak tampak ada orang lain di rumah itu selain mereka berdua. Pria itu memberinya segelas teh hijau.
"Maaf ya, saya merasa tak enak pada nona Rafida karena sudah menyusahkannya."
"Tidak masalah. Hanya saja, di rumahku ada orang yang tidak mengizinkan ada hewan peliharaan."
"Lalu apa yang terjadi pada kalian?"
"Kami baik-baik saja. Dia kemudian setuju."
"Ah saya mengerti. Awalnya, saya juga tidak bisa menerima anjing karena umur anjing jauh lebih pendek dari pada manusia. Itu artinya mereka akan pergi dan mencampakkan manusia. Tapi kemudian aku menyadari bahwa sebenarnya di dunia ini, manusialah yang jauh lebih tega mencampakkan binatang. Mereka bahkan bisa mencampakkan kekasih mereka, keluarga mereka, bahkan anak mereka sendiri."
"Beberapa orang terkadang mencampakkan karena terpaksa."
"Kau benar. Kalau kau tidak ingin menjadi pihak yang dicampakkan, maka kau harus mengendalikan segalanya dengan tanganmu sendiri. Dengan begitu, maka segalanya akan berjalan sesuai keinginanmu."
Rafida heran mendengar caranya mengucap kata-kata itu.
"Sepertinya, Pak Stevan adalah seseorang yang punya banyak kisah sedih."
"Aku hanya punya banyak pengalaman hidup. Uhuk-uhuk ...." tiba-tiba saya Stevan terbatuk-batuk.
"Ah maaf sepertinya saya sedang demam, makanya saya tadi ketiduran sampai lupa menjemput Eleven." jelasnya lagi.
"apa kau sudah makan seharian ini?" tanya Rafida jadi cemas.
"Aku tidak selera makan."
"Lalu bagaimana dengan keluarga dan teman-temanmu? Memangnya mereka tidak merawatmu?"
"Mereka semua ada di Korea."
"Kalau begitu, seharusnya kau pesan makanan di luar, kau harus tetap makan biarpun lagi sakit."
"Aku tidak suka makan makanan luar."
"Apa kau mau aku memasakkan sesuatu sebagai ungkapan terima kasihnya atas dasi waktu itu." ucap Rafida antusias.
"Tapi itu akan sangat mereptokan."
"Tidak apa, Kau istirahat saja. Aku akan memanggilmu kalau sudah matang."
Sesaaat masakannya akhirnya matang, Rafida malah mendapati Stevan masih tidur. Maka dia hanya meletakkan bubur itu di meja lalu pergi diam-diam tanpa membangunkannya.
Padahal begitu Rafida sudah keluar, Rafida langsung membuka mata. Dia melihat Rafida meninggalkan pesan manis untuknya lalu mulai memakan bubur itu.
"Selamat menikmati, semoga cepat sembuh.
***
Keesokan harinya saat Rafida hendak pergi, dia mencoba mengetuk pintu kamarnya Mr.Wil untuk pamitan. Tidak ada jawaban dari dalam. Tapi saat dia keluar, dia malah mendapati Mr.Wil dan Said sudah menunggu.
"Ayo aku antar," ajak Mr.Wil dengan menarik tangan Rafida.
"Tapi kan kita gak searah."
"Gak papa, akan saya antar!" Mr.Wil bersikeras untuk mengantarkan Rafida.
"Ku dengar kau akan melakukan syuting sinetro, kenapa?"
"Bukan urusanmu. Aku hanya bosan jika tidak melakukan apa-apa dan hanya menghamburkan uangmu begitu saja."
"Memangnya kenapa? Aku kan sudah pernah bilang, hartaku adalah hartamu juga. jadi, kenapa sungkan begitu."
"Stop! Aku gak mau kau protes. Sebelumnya kau memecatku jadi aku bergantung padamu. Tapi sekarang tidak lagi. Aku menemukan bakat terpendamku."
"Kenapa harus akting?"
"Entahlah, sudah kalau kau mau protes sebaiknya tidak usah mengantarku."
"Hahh, baiklah terserah kau saja. Tapi aku ingin mengingatkan sesuatu.Jangn terlalu sering melakukan kontak skin dengan pria lain. Tidak boleh bicara pada pria asing, tidak boleh melakukan adegan ranjang eh kau akan syuting sinetron bukan? tidak boleh adegan romantis, tidak boleh pakai pakaian terbuka, rok harus di bawah lutut, dan-"
"Kenapa sampai segitunya! Mas Wildan, anda terlalu dramatis." sela Rafida kesal.
"Aku hanya ingat kalau aku sudah menikah."
"Baiklah. Tidak usah bicara lagi, akan kuturuti maumu."
"Mana cincinmu?"
Rafida mengeluarkannya dari dalam tas.
"Kenapa tidak dipakai?"
"Karena aku mau pergi syuting, kangak mungkin memerankan peran lajang tapi pakai cincin pernikahan!"
Tapi Mr.Wil tak suka dan langsung memakaikan cincin itu ke jari manis Rafida.
"Beginilah cara yang benar membawa cincin ini."
"Aku tidak bisa memakainya selama syuting."
"Coba saja kalau kau melepaskannya." Ancam Mr.Wil.
"Kau kan berada ditempat jauh, tidak ada yang bisa kau lakukan."
"Coba saja."
Rafida ketakutan juga melihat wajah dingin Mr.Wil dan akhirnya tetap memakai cincinnya.
Di tengah jalansaat menuju tempat lokasi, Rafida minta diturunkan. Tapi saat Rafida mau keluar, Mr.Wil tiba-tiba menarik Rafida ke dalam plukannya seolah tak rela berpisah.
"Kau harus ingat untuk meneleponku sesampainya di sana." ucap Mr.Wil mengingatkan.
"Baiklah." Jawab Rafida sedikit malas. Dan mencoba melepaskan pelukkan Mr.Wil.
Tapi Mr.Wil tetap tak melepaskannya, malah mempererat plukannya sampai Rafida sendiri yang mendorong tubuh Mr.Wil kuat-kuat dan cepat-cepat keluar. Mr.Wil tak melepaskan pandangannya dari Rafida.
"Mr.Wil, saya baru dapat info bahwa nonya Rafida akan satu sinetron dengan Min Young. Entah kenapa dia bisa bermain dan syuting sinetron di Indonesia. Tapi, karena sikapnya yang terlalu sesukannya membuat Min Young dikeluarkan dari drama yang akan ia perankan kemarin."
"Hahh, kenapa dia sampai mengikuti ke sini sih?" gumam Mr.Wil merasa pusing.