GADIS PEMBERANI
Tok! Tok! Tok!
"Tunggu!"
Sander yang baru selesai mandi bergegas ke pintu untuk membuka. Dilihatnya seorang gadis manis yang masih belia, namun dandanan di wajahnya jauh melebihi usianya. Gadis itu tersenyum ramah dan sedikit canggung.
Melihat Sander yang hanya mengenakan celana pendek dan belum memakai baju karena tergesa membuka pintu.
"Saya Ratna, Pak. Saya diminta Pak Ganda untuk mengantar makanan. Tapi makanannya sudah agak dingin jadi biar saya panaskan lagi."
Sander meneliti gadis di hadapannya. Tidak terlalu cantik tapi jelas dia berusaha tampil seksi. Dengan balutan celana jeans dan baju ketat belahan sangat rendah. Menonjolkan aset yang berukuran tidak seberapa.
"Silahkan."
Sander menggeser berdirinya dan membiarkan Ratna masuk. Setelah menutup pintu, Sander kembali ke kamar. Meraih ponselnya di meja,
"Dalu, aku sudah sampai."
"Oh, baiklah. Sementara ini semua kondisi kantor aman. Apa kau sudah menerima semua yang aku pesan untukmu?"
"Ya, sebuah rumah yang menyenangkan. Jika sekedar berwisata, aku akan lama betah di rumah ini."
"Dan pesanan lain?"
"Maksudmu?"
"Ha … ha … ha …! Selamat bersenang-senang dengan misi mu."
Dalu memutuskan sambungan telepon. Sander menatap heran pada ponselnya. Menggelengkan kepala, dan meletakkan ponsel itu kembali ke meja.
Setelah mengambil sebuah kaos berwarna abu dari tasnya, dia berjalan keluar kamar sambil mengenakan bajunya. Beberapa piring makanan nampak sudah siap di meja. Juga dua piring nasi putih di depan setiap kursi yang memang hanya dua buah di meja makan kecil itu.
"Aromanya sangat menggoda, dan aku memang sudah lapar."
Ratna tersenyum manis dan mulai duduk di kursi yang ada tanpa di persilahkan.
"Kau akan makan bersamaku?" tanya Sander.
"Tentu, Tuan."
Sander mengangkat alis heran dengan perlakukan Ratna yang nampak tidak segan.
"Ok,"
Tanpa bertanya lebih, Sander lekas duduk dan mulai menikmati makanannya.
"Makanannya enak sekali. Kau membelinya?"
"Iya, Tuan. Aku tidak mau datang kemari dengan aroma berbagai rempah. Karena itu aku membelinya dan tinggal panaskan saja."
"Ha … ha … ha …, ya betul. Ingatkan aku untuk mengganti uangnya nanti ya."
"Jangan khawatir, Tuan."
Sander nampak lahap mengunyah makanan yang disajikan Ratna.
"Di mana rumahmu?"
"Jauh, Tuan. Hampir di ujung desa."
Sander melihat ke arah jam di tangannya. Waktu menunjukkan pukul empat sore.
"Kau bisa pulang. Jangan kemalaman di jalan. Sepertinya tidak banyak penerangan di desa ini. Aku hanya melihat beberapa lampu jalan tadi."
"Pulang? Oh jangan khawatir, Tuan. Adikku akan mengantarkan baju-bajuku kemari malam nanti."
Sander mulai menelisik heran dengan semua perlakuan dan perkataan Ratna.
"Membawa bajumu kemari? Untuk apa?"
"Selama Tuan tinggal di sini, aku akan akan tinggal bersama Tuan," ujar Ratna datar sambil memasukkan suapan terakhir ke mulutnya.
Uhuk! Uhuk! Uhuk!
Sander mendadak tersedak, nyaris saja semua makanan berhamburan dari mulutnya.
"Tinggal di sini?" tanya Sander kebingungan.
"Iya, sesuai perintah Pak Ganda dan juga pesanan yang anda buat."
Tanpa rasa bersalah, Ratna mulai berdiri merapikan piring-piring dari meja. Karena mereka telah selesai makan.
'Dalu! Pasti dia yang merencanakan ini!' Sander langsung mendapat penjelasan untuk apa yang dia bicarakan dengan Dalu tadi.
"Ratna! Letakkan semua pekerjaan itu dan pulanglah. Aku tidak ingin seorang gadis tinggal bersamaku."
Ratna berbalik dan gantian dia yang menatap bingung pada Sander.
"Tapi, Tuan,…."
Sebelum Ratna sempat menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara gaduh di luar.
"Lepaskan! Berbelas kasihanlah pada wanita! Kalian juga terlahir dari wanita kan?!" suara teriakan seorang wanita menggema dari halaman rumah Ganda.
Sander dan Ratna bergegas merapat ke jendela untuk melihat apa yang sedang terjadi.
"Wuri! Lakukan saja tugasmu dan jangan ikut campur dalam kebijakan kami! Pergi! Atau kau akan menanggung akibat dari keberanianmu yang berlebihan ini!" suara Ganda yang sedang menghardik terdengar seiring munculnya mereka ke pelataran rumah.
Sander melihat seorang wanita dengan rok payung selutut warna abu dan kemeja warna merah. Rambut lurusnya di kuncir kuda. Wajahnya yang membelakangi posisi Sander tidak terlihat jelas. Dia nampak sedang berusaha melepaskan lengannya dari genggaman dua pria kekar yang sejak tadi bersama Ganda.
"Dengar! Kau bukan siapa-siapa di tempat ini. Beruntunglah bahwa selama ini kau tetap aman. Jangan melanggar batasanmu!" sekali lagi Ganda mengancam wanita itu.
Dengan gerakan tubuh yang menunjukkan kekesalan, wanita itu berjalan menuju sepeda motor miliknya dan bergegas meninggalkan halaman rumah Ganda. Sebelum keluar dari pagar, sekilas dia melihat Sander dan Ratna di jendela.
Matanya menatap Sander tajam penuh kebencian. Saat itulah baru Sander melihat wajah gadis tersebut.
"Siapa dia?" tanya Sander pada Ratna.
"Wuri."
Tatapan mata Sander mengikuti motor Wuri yang melaju hingga menghilang di gerbang pagar rumah Ganda.
Sementara Ratna melihat Sander dari atas ke bawah. Pria yang sangat tampan, dan nampaknya baik. Berbeda dengan yang biasa Ratna temui. Dengan berani, Ratna menyentuh lengan Sander.
"Anda yakin, tidak ingin aku tinggal malam ini?"
Sander menatap tangan Ratna yang memegang lengannya dengan gerakan menggoda.
"Ya, tidak juga dengan malam-malam selanjutnya. Kau bisa pulang sekarang," Sander berkata dingin.
Ratna menundukkan pandangan.
"Tolong katakan pada Tuan ganda bahwa anda yang meminta saya pergi. Kalau tidak, Tuan Ganda pasti akan sangat marah nanti."
Sander mengangguk,"Baiklah, kamu boleh pergi sekarang."
Ratna bergegas menuju pintu dan keluar meninggalkan Sander.
Sementara bayangan Wuri malah melekat di ingatan Sander. Keberaniannya berteriak pada pria-pria berbadan kekar dan juga kepala desa, meninggalkan jejak kesan di benak Sander.
Sementara Sander masih mencoba mengaitkan keadaan, dia kembali melihat dua orang wanita mengetuk pintu rumah di seberang yang dia tempati. Rumah pria Eropa yang tadi datang hampir bersamaan dengannya.
Dua wanita itu mengenakan rok pendek dengan dandanan berlebih seperti Ratna. Saat Si Pria Eropa itu membuka pintu, satu diantaranya langsung bergelayut manja. Dan pria itu menyambutnya dengan bahagia.
Dia kembali mengangkat ponsel dan menghubungi Dalu.
"Aku rasa kau sudah tahu apa yang terjadi di sini."
"He … he … he, mungkin saja. Tapi semua itu hanya kabar simpang siur sampai terbukti kan? Dan kamu sendiri yang mau ke sana untuk mendapatkan buktinya."
Dalu terdengar meledek Sander.
"Tentu, tapi kali ini aku hanya akan melihat. Aku akan datang kembali untuk mendapatkan bukti. Banyak yang aneh di desa ini. Dan target utamaku untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi!"
Sander memutuskan sambungan telepon dengan Dalu. Udara dingin mulai memasuki rumah yang dia tempati. Sander menutup jendela dan ke kamar mengambil laptopnya dari dalam tas. Dia mulai menuliskan apa yang di lihat hari ini.
Namun kalimat yang keluar pertama dari jarinya adalah
Gadis yang berani.