Mama dan aku sedang berada di ruangan vino. Vino masih saja berbaring dan tidak bisa berbuat banyak. Jika ingin duduk harus di bantu oleh aku. Lehernya di balut oleh penopang. Sementara tangan kirinya juga di gips karena ada tulang yang patah. Vino lebih sering terdiam karena memang untuk bicara saja susah. Bibirnya masih terluka karena terkena pecahan kaca mobil.
Aku memandang vino dengan sangat iba. Apa ini perbuatan karena dia telah selingkuh dari aku. Allah tidak tidur. Itu pasti azab untuk mas vino. Seharusnya dia tidak selingkuh dari aku. Aku membuang muka dengan kesal kepada mas vino. Sementara kulihat mama dengan cemas mengirim.pesan kepada teman temannya. Mencari teman yang pas untuk membantu kasus mas vino. Wajahnya benar benar gelisah sekali.
"Mah, udah ma. Istirahat aja dulu, " ucapku menyentuh lengan mama dengan lembut.
"Tapi, Mecca. Mama nggak bis atidur sekarang. Mama takut nanti keluarga korban mukulin mama Jambak Jambak mama. Gimana dong. Mama khawatir banget. Kalau sampe mama di santet gimana?" kata mama dengan wajah kusut.
"Ya Allah, ma udah jangan berpikiran kaya gitu ma. Mending kita ngomong baik baik aja nanti besok. Maunya gimana istri korban itu," aku memberi pendapat kepada mama.
"Ya mama juga mikirnya gitu. Tapi apa dia mau di ajak ngomong baik baik? Nanti kalau malah trial triak marah marah gimana coba," mama cemas sekali.
"Ya kita coba aja ma. Kita juga mediasi sama polisi juga di hadirkan ma. Tenang aja ma. Kita bakalan baik baik aja insya Allah," kataku dengan mengelus pundak mama dengan lembut.
"Maafin vino ma," ucap mas vino dengan suara lirih namun terdengar begitu jelas oleh aku dan mama.
Mas vino hanya bisa melirik karena ia tidak bisa memiringkan tubuhnya.
"iya mama.udah maafin kamu vino. Ya mau gimana lagi. Lagian kamu kenapa bisa Sampe nabrak orang segala sih. Ya Allah ini benar bener cobaan paling berat bagi mama," keluh mama dengan memegangi dadanya.
"Ma, mama udah belum solat isya kan? Mmama mending solat dulu dan setelah itu mama berdoa supaya di mudahkan kasus mas vino ini," ucapku dengan lembut kepada mama.
Mana menghembuskan nafas dengan berat .
"Huh, ya sudah. Mama solat Isa dulu ya? Kamu jagain vino," jawab mama lalu pergi meninggalkan ruangan ini .
Aku melihat mas vino yang masih saja terbuka matanya. Menyentuh mas vino rasanya sangat aneh bagiku. Aku hanya melihatnya dengan kasihan.
"Mas kamu belum ngantuk? Ini udah malem loh mas," ucapku dengan melihat jam sesaat.
"aku nggak bisa tidur," jawab mas vino masih berbaring dengan penopang di lehernya.
Aku melihat ke arah lain. Sebenarnya aku juga nggak bisa tidur. Kasur di rumah sakit ini rasanya tidak nyaman bagiku.
"Kamu marah sama aku Mecca?" tanya mas vino dengan lirih.
Aku heran dengan dia. Bisa bisanya dia menanyakan itu. Ya jelas aku marah sama dia. Dia selingkuh dari aku!
"Kamu nanya itu ngapain mas? Toh nggak akan merubah diri kamu. Kamu tetep nggak mau ninggalin Lidiya!" ucapku dengan tegas.
"Udahlah kita nggak usah bahas itu dulu," kata mas vino melirik dengan kesal.
Aku hanya diam saja. Dia yang memulai.
"Maafin aku Mecca untuk semuanya," ucap mas vino dengan wajah seolah memohon padaku.
"Udah, mas. Kamu nggak usah ngomong kaya gitu," seruku dengan kesal. Entahlah aku bisa maafin dia atau nggak.
"Kamu ini sekarang masih jadi suamiku Mecca. Jadi tolonglah rawat aku Mecca," kata mas vino dengan nada kasihan.
Melihatnya yang berbaring seperti itu memang rasanya sangat kasihan sekali. Benar juga apa yang di katakan mas vino. Dia masih menjadi suamiku. Aku juga sedang hamil. Untuk saat ini aku tidak mungkin meninggalkan mas vino di saat seperti ini. Kasihan mama juga harus menemani mas vino sendirian.
"Ya aku rawat kamu semampu aku mas," jawabku dengan bosan. Ya jawabanku itu artinya jika aku sedang lelah. Ya aku istirahat saja. Tidak mungkin aku terus menerus ada untuk mas vino.
"Makasih Mecca," kata mas vino dengan lega.
Aku kesal sekali dengan mas vino. Dia benar benar sama sekali nggak mikir!
"kamu.lihay kan? Mas tadi istri korban itu? Siapa namanya aku lupa. Perempuan itu mencoba untuk menyerang aku sama mama. Dia juga menangis mengerang mgerang. Memikirkan apa yang harus dia lakukan tanpa suami. Jadi pertanggung jawaban kamu gimana mas?" tanya ku dengan tegas kepada mas vino.
"Ya nanti aku akan kasih uang ke perempuan itu," karena mas vino dengan mudah.
"Gampang banget kamu ya mas. Ngomong kaya gitu, dia itu perempuan mas. Dan di tinggal suaminya. Gimana dia harus berjuang mas? Dia harus bekerja demi anak anaknya nanti. Dia menjadi tulang punggung keluarga mas. Harusnya kamu juga membiayai sekolah anak anaknya," kataku dengan gemas kepada mas vino. Jika aku menjadi istri korban. Aku juga pasti akan merasakan pusing. Bagaimana harus bekerja dan menyekolahkan anak sendirian tanpa suami.
"yah, gimana yah. Berarti banyak banget dong. Uang yang harus aku keluarkan," keluh mas vino dengan lemas.
"itu juga karena perbuatan kamu mas. Tolong ya mas kamu harus tanggung jawab dengan benar dan ingat perasaan perempuan itu mas," kataku dengan tegas melihatnya.
"Iya iya aku usahain," jawab mas vino dengan pasrah.
Aku melihatnya dengan terdiam dalam hati membatu.
"Kamu tolong kupasin aku buah pir . Aku mau makan .jam segini laper perut aku," kata mas vino dengan memegangi perutnya.
Kulihat dia yang Terlihat kasihan sekali. Mama masuk tiba tiba. Dia sudah selesai solat isya ya. Aku langsung saja mengambil apel merah dan mulai mengupasnya..
"Lega rasanya bisa mengungkapkan apa yang kita rasakan kepada Allah," kata mama dengan wajah naturalnya tanpa make up.
"Iya Alhamdulillah ma. Semoga aja besok acara mediasi ya berjalan dengan lancar ya," harapku tersneyum kepada mama.
"Vino, vino kenapa kamu kaya gini nak, ya Allah," kata mama dengan melihat vino..wajah mama terlihat begitu sendu.
"Ya namanya aja udah takdir ma," kata mas vino dengan santai.
"Ya, mama tahu. Tapi kenapa kamu sampai selingkuh vino?" tanya mama dengan geram.
"Oh, soal itu ma. Ya karena vino emang udah nggak cocok lagi sama Mecca," jawab vino dengan mudahnya. Membuatku benar benar menatapnya tajam. Sungguh sakit sekali mendengar ucapan itu dari mas vino.
"kamu tahu kan Mecca lagi hamil. Masa kamu mau ninggalin dia," kata mama melihatku sambil menyentuh lenganku.
Aku menunduk pasrah dengan keadaan.
"Ya gimana ma. Vino emang udah cinta sama Lidiya. Nggak akan bisa pisah," seru mas vino dengan wajah yakin.
"Gila kamu Vin!" seru mama dengan mata melotot.
"Vino sama Lidiya juga udah di pecat gara gara Mecca ma," kata mas vino mengadu.
"Itu bukan karena aku mas, tapi karena perbuatan kamu sendiri!" seruku dengan tegas di depan mas vino