124.
Sungguh aku sangat bingung. Aku tidak tahu harus berbuat apa untuk menjawab pertanyaan Austin. Pertanyaan yang pertama kalinya dalam hidupku. Ya masa sekolah menengah ke atas aku baru saja merasakan ini. Austin mengatakan cinta di depan banyak orang. Ini aneh sekali. Karena dia bahkan tidak pernah menyapaku di sekolah kenapa tiba tiba jadi romantis seperti ini. Dia juga mengatakan jika dia mencintai aku sejak lama. Tapi itu benar benar membuatku tak percaya. Aku sama sekali tidak percaya dengan dia. Ini pasti ada yang tidak beres.
"Maaf, aku tidak ingin menjadi kekasihmu," jawabku dengan singkat dan aku langsung saja pergi dari lapangan sepak bola ini.
Sungguh ini adalah pengalaman yang tak pernah aku lupakan. Kenapa dengan Austin. Dia benar benar mempermainkan aku. Aku tidak suka dengan dia. Kenapa dia membuatku malu seperti ini. Entah kenapa hatiku merasa hancur. Aku tidak tahu dan kedua mataku berkaca kaca hingga akhirnya aku meneteskan air mata.
Perempuan mana yang tidak menangis jika di perlakukan seperti ini. Malu kepada semua orang yang melihatnya dan juga benci kepada Austin. Memangnya dia siapa bisa menyatakan cinta padaku dengan tiba tiba. Aku benar benar tidak suka dengan caranya. Meski dia memberi hadiah aku tas branded itu. Tapi aku tidak akan menerima cintanya.
Bea mengejarku dan menyentuh lenganku dengan cepat. Aku berhenti sejenak dan menunduk menangis. Malu dengan bea juga.
"Kamu nggak papa? Aku temenin ya," kata bea dengan lembut. Meskipun terkadang dia begitu tomboy tapi dia juga begitu menyayangi aku sebagai sahabatnya.
"Aku nggak papa kok, aku lagi pengin sendiri aja," kataku sambil memegang lengan atasnya sesaat lalu aku kembali pergi dengan langkah yang cepat. Melewati kelas kelas dan akhirnya aku sampai di taman sekolah. Aku duduk di atas rumput yang hijau dengan bernder kepada pohon yang rindang.
Aku sudah tidak menangis lagi. Aku hanya diam dan bengong. Entahlah aku benar benar merasa kosong dan tidak punya semangat. Ada rasa benci dalam dada karena sungguh aku mencintai Justin tetapi kenapa Austin yang harus menyatakan cinta kepadaku. Aku benci aku benci dengan itu.
Tiba tiba saja seseorang langsung duduk di sebelahku. Aku menengok ya. Hah? Justin? Untuk apa dia duduk di sampingku? Perasaanku begitu tegang karena ini benar benar mendadak Justin ada di sampingku begitu tegak.
Aku pura pura untuk rileks dan tidak lagi melihatnya. Menampilkan wajah biasa saja. Berekspresi seakan kedatangan Justin tidak berarti apa apa.
"Dasar sok cantik! Kenapa kau menolak Austin? Padahal kau sudah di beri hadiah tas mahal dari ya," seru Justin dengan nada menyindir.
Aku menengok melihatnya dengan kesal.
"Diam kau!" ucapku dengan keras . Lalu aku tidak melihatnya lagi.
"Dasar pemarah!" kata Justin lalu beridiri.
Dia mendekat kepadaku hanya untuk berkata kasar saja kepadaku. Benar benar menyebalkan.
Aku melihat Justin yang berjalan dengan cepat lalu dia menengok ke arahku dengan bengong. Aneh sekali sikapnya. Dia ternyata malah mendekat kepadaku lagi.
"Hari libur nanti kau mau kan makan malam denganku di club'?" tanya Justin dengan cepat.
"Ya aku mau," jawabku singkat. Aku masih bengong melihatnya begitupun dia.
"Oke baiklah. Sampai bertemu di club' Vierra," ucap Justin lalu ia langsung pergi.
"Heh? Dia serius denganku? Maksudku dia mengajak aku makan malam? Hah? Yang benar saja?" ucapku dengan memegangi dadaku yang berdetak dengan cepat.
"Apa dia menyukaiku? Ya Tuhan ini benar benar sangat membuatku meledak," ucapku di dalam hati sambil membayangkan wajah Justin beberapa detik lalu.
Aku langsung saja beridir dan berjalan menuju ke kelas karena sebentar lagi akan ada pelajaran bahasa. Selama proses belajar. Aku sungguh hanya tersenyum senyum dengan memandang buku dan aku menulis nama Justin di buku itu begitu banyak. Aku tidak sabar untuk makan malam dengan Justin. Ya Tuhan ini benar benar mimpiku.
"Heh? Kau kenapa sih? Pasti gara gara Justin," kata bea yang duduk di belakangku.
Aku hanya menggeleng geleng. Sungguh jika aku bercerita pada bea..pasti dia akan mencermati aku.
***
"Kita lihat siapa yang akan memenangkan pertaruhan ini?" seru Jaden dengan wajah tak sabar menunggu malam nanti.
"Sial! Aku.sudah.kalah," kata Austin.yang baru saja di tolak oleh elea.
"Lagian kau ini kenapa harus menembak Elea segala? Memangnya kau benar benar suka sama Elea?" tanya Justin dengan melihat Austin yang berwajah murung.
"Ya tidak.lah, itu hanya strategi aku saja. Aku menembak Elea untuk jadi kekasihku dan nanti aku akan mengajak dia makan malam di bar. Ternyata dia malah menolakku.padahal aku.sudah cape cape melihat Instagram nya untuk mencari tahu apa kesukannya dan memebeli apa yang dia suka. Ternyata malah begini nasibku," keluh Austin lalu melempar basket dengan keras.
"Berarti taruhan ini hanya tinggal kita berdua saja Justin. Aku dan kau! Aku tidak akan kalah untuk taruhan ini . Aku pasti menang .sungguh aku tidak sabar untuk menerima jawaban Elea dengan what appsku. " kata jaden pria berkepang itu dengan keras
"Heh! Kalian tidak tahu ya? Yang menang itu adalah aku. Bukan kau Jaden. Elea sudah mengatakan jika.dia mau makan malam di club' denganmu. Kita lihat saja nanti malam," tutur Justin dnegan santai.
Austin bertepuk tangan atas kemampuan Justin. Austin ebanr benar tak menyangka Justin akan memenangkan taruhan ini. Jangan jangan Justin memang benar benar suka dengan Elea.
"Kau menyukai Elea ya?" tanya Austin dengan wajah meledek kepada Justin.
"Sial! Aku tidak menyukai dia sedikitpun. Dia jelek bodoh ! Aku tidak suka," kata Justin langsung saja pergi dari lapangan basket.
***
"Ibu, aku dan Elea akan pergi ke mall malam ini. Kita hanya berdua saja. Kita ingin membeli makanan ringan untuk stok seminggu boleh kan Bu?" tanya Dani dengan melihat keoada sang ibu yang sedang menonton tv.
"Kalian serius hanya pergi ke mall? Tidak kemana mana lagi kan setelah itu?" tanya Jihan sang ibu yang overprotektif kepada kedua anaknya.
"Ya kita berdua serius Bu. Aku ingin menghabiskan waktu dengan Dani. Karena sudah lama juga aku tidak menghabiskan waktu di luar bersama Dani. Ibu kan tahu? Jika Dani sibuk belajar belajar dan juga belajar. Meski dia sudah memiliki usaha yaitu memiliki restoran yang tersebar di kota," jelasku kepada ibu. Meski aku benar benar berbohong sekarang.
Ibu mengangguk paham.
"Ya oke, baiklah. Aku mengijinkan kalian berduam tapi setelah itu langsung pulang ya," kata sang ibu dengan cepat.
"Terimakasih Bu," ucap aku dan Justin berbarengan. Aku dan Justin langsung saja berbalik dan menahan teriakan dengan kuat.
Aku berjalan menuju ke kamarku. Sementara Justin juga akhinrya ikut. Kami berdua berpelukan dengan bahagia. Kemenangan yang hakiki.
"Akhitnya malam ini aku akan berkencan dengan pacarku. Yes!" Seru Dani dengan wajah bahagia.
Aku mengangguk bahagia. Setelah nanti aku mengantar Justin ke club . Akku akan bertekad untuk menjadi anak yang baik. Karena aku tahu bahwa tubuhku itu harus di jaga. Kata penasihat siapa nggak tau.
***