Sena termenung di ujung ranjang tidurnya dengan pikiran yang jauh menerawang jauh pada dua tahun yang lalu.
FLASH BACK ON ...
Tidak pernah terbesit dalam benak Scenasia untuk menjual dan menjajakan tubuhnya pada pria hidung belang di luaran sana dengan cuma-cuma atau memang tidak sama sekali. Jangankan sampai menjual dirinya. Menikmati One Night Stand saja dia tidak tertarik.
Tapi, segalanya sia-sia kala dirinya saat ini tengah duduk dengan tubuh memantul, ke atas ke bawah dalam sebuah pangkuan hangat dan tubuh yang rasanya tengah terbelah di bawah sana.
Dia tak merancaukan satu nama dengan pasti, karena dia bahkan tak tahu siapa lelaki yang tengah memorak-porandakan tubuhnya dengan hentakan beritme teratur yang begitu dalam keluar masuknya.
Dalam ruangan bernama kamar hotel kelas presidensial dengan penerangan minim ini. Scenasia hanya bisa mendesah, mengerang bahkan memekik sempurna kala hentakan-hentakan yang ia terima itu begitu hebat rasanya.
Semua itu terjadi ketika sudah hampir dua jam lamanya ia ditinggalkan oleh Jimmy. Lantas dia harus bertahan dalam bangunan super berisik dengan lampu sorot yang begitu menyilaukan mata tiap kali warnanya yang berganti.
Bahkan, hampir satu botol alkohol kadar cukup tinggi itu ia tenggak habis seorang diri. Jimmy tak juga menampakkan batang hidungnya.
Ia yang kepalang mabuk dan tak sadarkan diri lantas menabrak seorang lelaki yang feromonnya sukses membuat Scenasia makin menggila. Ternyata ada satu feromon yang lebih candu ketimbang sebuah vodka sekalipun.
Dan entah bagaimana cara kerja bibir manis itu berucap sampai akhirnya Scenasia sudah terlentang setengah tak sadar di atas ranjang kamar hotel.
Lamat-lamat, Scenasia melihat lelaki dengan tubuh atletis itu melepas jasnya dan melemparnya ke sembarang arah. Lalu, dasinya yang ditarik paksa. Selanjutnya, ia membuka satu persatu kancing kemejanya dengan tatapan paling seksi yang mampu Scenasia ingat.
Gila! Scenasia malah makin panas dibuatnya. Dia sampai menegang melihati bagaimana otot-otot yang terbentuk sempurna kotak-kotanya itu, tampak di bagian perut persisnya.
Lantas, lelaki itu tengah mengungkung tubuh tak berdaya Scenasia. Pertama dimulai dari mengecup pada bagian leher. Lalu merambat naik ke arah rahang. Pelan namun pasti. Bibir keduanya telah menyatu.
Lumatan paling lembut namun begitu menggairahkan rasanya. Menit pertama, Scenasia masih diam tak membalas. Namun, menit selanjutnya. Dia sudah mulai balas melumat bibir lelaki yang sungguh! Dia pun tak tahu ini siapa.
Tapi, Scenasia berani bersumpah demi apa pun jika feromon ditambah dengan parfum dari lelaki ini benar-benar begitu memabukkan. Dia yang sudah tak sadarkan diri karena mabuk. Kini, malah makin mabuk dan seketika malah berubah menjadi liar.
Saat pagutan itu masih berlangsung. Jemari Scenasia tengah meraba tubuh Si lelaki. Ia merasai otot-otot tubuh yang keras dan terbentuk dengan sempurna itu dalam sentuhan dari ujung jemarinya.
Dan satu bagian yang dicari Scenasia telah ia temukan. Yakni pucuk dada dari Si lelaki. Maka, dalam pagutan panas itu. Scenasia masih bisa mendengar bagaimana suara Si lelaki tengah mengerang dengan rendah.
Scenasia tersenyum menang malam itu. Tapi sialnya. Dia malah mendapat balasan yang makin menggila. Segila saat lidah lelaki itu telah bertengger di atas pucuk payudaranya. Entah kapan lelaki itu melucuti pakaiannya dan hanya menyisakan panties saja di bawah sana.
Scenasia memekik sempurna kala benda lunak nan basah itu telah melumat pucuk dari payudaranya dengan bersemangat sekali. Ia menggigit, menjilat bahkan menyesapnya dalam gerakan yang sukses membuatnya jadi makin menggila dalam seketika.
Sedang payudaranya yang satunya lagi, jelas tak akan menganggur begitu saja. Benda kenyal yang satunya lagi itu tengah dimainkan juga pucuknya dengan jari jemari yang sepertinya panjang jika seingatnya.
Desahan-desahan liar itu telah menggema memenuhi ruangan kelas presidensial suit dengan jendela besar yang tengah menampakkan langit gelap di luar sana yang jadi saksi bagaimana gairah Scenasia tengah terbakar saat ini.
Masa bodoh dengan siapa saat ini dia tegah digagahi. Yang jelas, feromon dan bagaimana perlakuan yang ia terima malam ini. Scenasia akan menyerahkan seluruh tubuhnya dengan cuma-cuma.
Lima menit berlalu hanya untuk satu sisi dari payudaranya yang dilumat rakus. Kini, lelaki itu telah berganti melumat di sisi lainnya. Scenasia kembali memekik dengan hebat kala dengan spontan gigi-gigi itu menggigit kecil pucuk dari payudaranya selama beberapa detik lamanya.
"Sssshh! Emh!" bibir Scenasia sudah tak bisa dikontrol lagi. Dia kembali mendesis sampai mengangkat sedikit dadanya karena terkejut dan karena ia yang terlalu menikmati sekali sensasi gilanya itu.
Tak lama setelah pekikan itu mengudara. Jemari panjang Si lelaki sudah mulai menggerayangi tubuh Scenasia dalam gerakan lembutnya. Perlahan ia turun ke bawah. Menyapa perut Scenasia yang otot-ototnya seketika menegang kala ujung jemari itu sudah bersentuhan.
Lalu sekarang. Diusapnya satu bagian tubuh Scenasia yang ternyata sudah mulai basah dari luar panties.
Lelaki itu mengusap dengan gerakan memutar dan sesekali naik turun masih dari luar celana dalam Scenasia.
Dan apa yang terjadi pada wanita itu? Dia jelas malah makin bergerak risau ke sana kemari. Tubuhnya yang tak sadar ini pasrah saja ketika ia tengah digerayangi seperti semacam ini.
Ini begitu nikmat rasanya meski ini jelas bukan pengalaman pertamanya soal berhubungan seks. Tapi, ini memang beda sampai ia berani bersumpah. Dia bisa saja menemui puncaknya lebih dulu hanya dengan permainan jari panjang lelaki itu.
Saat lumatan di bagian sisi payudara yang lainnya itu dirasa puas oleh Si lelaki. Kini, bibir keduanya kembali menyatu. Scenasia sudah menyambutnya dengan membuka mulutnya dan menjulurkan lidahnya di antara sisa kesadarannya ini. Jemari lentiknya kini tengah merayap di antara lebatnya surai hitam Si lelaki. Dia meremat surai itu dengan gerakan lembut namun begitu sarat akan penekanan. Sampai-sampai gairah Si lelaki kembali meninggi hanya dengan gerakan jemari Scenasia di bagian surai saja.
Lantas, di bawah sana. Si lelaki itu membuat kaki Scenasia agar tertekuk dan membukanya dengan lebih lebar. Maka, jemari panjang itu sudah melesak masuk ke dalam salah satu aset paling berharga yang masih terlindungi oleh celana dalam warna hitam.
"Emmhh!!!" pekik Scenasia di antara ciumannya. Ini gila. Ini nikmat sekali! begitulah pikir Scenasia.
Di balik celana dalamnya itu. Jemari Si lelaki tengah bergerak menyusuri satu labia basah dan hangat dengan gerakan lembutnya. Ia tengah mengabsen satu persatu lapisan yang ada, sebelum akhirnya menemukan satu titik sebesar bibi kedelai berwarna merah muda pucat itu dengan sempurna.
Pertama dia menekannya, lantas dia juga mencubitnya pelan sampai Scenasia melepaskan pagutannya begitu saja.
Ia mendongakkan kepalanya dengan bibir yang menganga sempurna. Geraknya sudah semakin tak teratur. Makin gelisah dan makin menggila saja rasanya.
Selagi Scenasia tengah menikmati rasa yang ia dapatkan. Si lelaki itu rasanya tak mau rugi. Ia menuntut jemari Scenasia untuk menyentuh satu bagian inti dari tubuhnya yang sudah terasa sesak bukan main di baik celana bahannya warna hitam ini.
Tanpa menunggu waktu lama. Scenasia bahkan tegah berusaha melepas gesper dan menurunkan resletingnya dengan gerakan pelan namun begitu menggoda.
Ia bahkan tanpa malunya sampai meneguk ludahnya dengan kasar dan mencoba membuat matanya terbuka dengan sempurna, sebisa yang ia mampu.
Dan, dari balik celana dalam itu. Jemari Scenasia juga tengah bekerja selagi tubuhnya yang tengah disentuh di bawah sana.
Pelan namun pasti. Pelan namun tepat sasaran. Kini, tubuh keduanya telah sempurna polos tanpa sehelai benang.
Yang Scenasia ingat. Manik lelaki itu sudah menghitam sempurna bak seekor Singa kelaparan yang telah menemukan buruannya.
Mulanya ujung kepala jamur itu tengah digesek-gesekkan pelan pada labia basah nan hangat milik Scenasia sampai wanita itu mendesah tak karuan dan bergerak dengan makin gelisah.
Lalu ... "Aahhh!!!" pekikan hebat itu kembali mengudara meramaikan sepinya suasana kamar saat genital kokoh berurat itu tengah menerobos masuk pada labia basah nan hangat milik Scenasia. Bahkan lelaki itu sampai mengerang rendah kala ia masih berjuang menuntun miliknya agar bisa masuk dengan sempurna pada satu dinding hangat yang tengah berkedut dengan sempurna ini.
Selanjutnya. Jelas satu kegiatan inti dari pemanasan yang begitu panas tadi dimulai. Dari Scenasia yang ada di bawah. Dihujam ke atas ke bawah dengan ritme teratur. Lalu ia yang tengah dipeluk dengan hujaman yang makin cepat saat puncak keduanya hampir saja tiba. Lalu saat ini, tubuh wanita itu tengah memantul dengan indah di atas tubuh sang lelaki. Bahkan sampai payudara berisinya itu, ikut bergerak dengan indah seiring dengan irama hentakan yang ia ciptakan ataupun yang tengah diciptakan oleh Si lelaki.
"Haaahhhh!!! A--aku ... ah! ... akuuuhhh!!!" Scenasia merancau tak jelas sembari mencengkeram kuat kedua pundak Si lelaki kala puncaknya telah tiba.
"Haahhhhh!!!"
"Argghhh!!!"
Maka, pekik dari keduanya adalah pertanda bahwa pergulatan panas itu kembali menemui puncanya secara bersamaan untuk yang ke sekian kalinya.
Scenasia terasa telah melelah saat ini. Dia sampai tak bisa menggerakkan tubuhnya dengan banar. Dia lunglai dalam dekapan Si lelaki. Lantas lelaki itu, tubuhnya masih menegang sembari menuntaskan miliknya di dalam sana. Dia juga memeluk tubuh ramping Scenaisa dan mengecupi persis di bagian leher sembari membau aroma tubuh Scenasia yang ternyata juga sama-sama memabukkan baginya.