Mendadak wajah Maria terlihat pucat, jemarinya pun gemetaran dan saling bertaut dengan erat di bawah meja. Ia tidak ingin mengangkat wajahnya dan menatap ekspresi puas yang tercetak di paras sang nyonya yang cantik paripurna.
"Sepertinya ... kau belum memahami kebaikanku selama ini, Maria. Kupikir kau bisa diajak berbisnis dan juga berbicara, tapi ternyata kau begitu naif. Sama naifnya dengan perempuan rendahan itu."
Maria masih terdiam dan mencoba untuk mengatur napasnya agar tidak begitu tegang dalam setiap tarikannya. Ia tidak ingin terlihat gugup dan mengakui kekalahan di depan Sonya.
"Apa kau tidak tahu kalau sebenarnya ... aku bersikap baik selama ini? Padamu dan juga pada temanmu itu? Menurut kamu ... menyingkirkan batu kerikil yang mengganggu jalanku begitu sulit? No, Maria! Aku bisa dengan mudah mempercepat kematiannya hanya dengan menjentikkan jari kelingking."