''Mau bicarakan apa lagi sih, sayang?'' ujar Ansel yang kini berhadapan dengan Elea.
''Aku mau, kita buat perjanjian dengan ayah. Aku mau kamu pergi menemui ayahku bahwa kamu akan menikahiku tiga tahun yang akan datang. Itu semua adalah syarat untuk aku menerima tawaran ayahku untuk menjadi seorang CEO. Dan kamu harus menunjukkan sikap dewasa kamu selama berhadapan dengan ayah nanti. Kamu harus meyakinkan ayah bahwa kamu akan berusaha mencari pekerjaan yang bisa membuat aku bahagia. Bisa kan, Sel?'' tanya Elea.
Akhir-akhir ini Elea selalu pandai membuat jantung hati Ansel berdebar tak karuan. Permintaannya itu bagi Ansel sangatlah tidak mungkin untuk bisa diwujudkan. Karena Ansel selalu mempertimbangkan apa yang nanti akan terjadi jika ia melakukan apa yang diminta oleh Elea. Dalam arti lain, Ansel memang tidak mempunyai nyali sebesar itu sebagai seorang laki-laki.
''Sayang ... Apa kamu serius dengan ucapan kamu itu?'' tanya Ansel yang langsung melepaskan tangan Elea dari genggamannya.
''Kenapa aku tidak yakin Ansel? Itu satu-satunya cara agar ayah bisa merestui hubungan kita,'' ujar Elea.
''Ya tapi, aku rasa itu hanya akan menimbulkan masalah baru bagi hubungan kita. Karena sampai saat ini ayahmu pun tidak tahu bahwa kamu sudah memiliki kekasih. Benar kan Elea?''
''Iya, itu sebabnya aku ingin ayah tahu tentang hubungan kita. Sel ... Apa kamu lupa kita sudah pernah melakukan itu? Apa kamu sama sekali tidak memikirkan hidupku jika aku kehilangan kamu? Aku sudah tidak perawan, Sel. Aku pun yakin tidak ada laki-laki lain yang mau menerimaku! Kamu mau kan melakukan semua yang ku minta?''
Ansel terdiam. Ia menatap kedua mata Elea yang telah bergenang air mata. Hal itu membuat Ansel pun merasa kasihan pada Elea. Dengan sangat terpaksa, Ansel pun mengangguk tanda mengiyakan apa yang di minta oleh Elea sang kekasih.
Satu hari yang lalu ...
Setelah Elea pulang dari rumah Ansel dan menghasilkan sebuah kesepakatan yang akhirnya Ansel mau menuruti apa kata Elea, kini giliran Elea berbicara dengan ayah dan ibunya.
Malam hari pun tiba. Elea menghampiri ayah dan ibunya yang sedang duduk santai di depan televisi di ruang keluarga yang terasa begitu hangat. Dengan tergesa-gesa, Elea pun duduk di samping kedua orang tuanya.
"Yah ... Bu," ucap Elea. Kedua manik mata ibu dan ayah Bakrie pun langsung menoleh ke arah Elea.
"Ada apa Elea?" tanya ibu.
"Aku, mau menjadi CEO menggantikan Ayah di Perusahaan. Tapi, Aku punya satu syarat yang ku harap Ayah dan Ibu akan memenuhinya," ujar Elea.
Wajah semringah pun terpancar di raut wajah ayah Bakrie dan istri. Seketika. Ya, pancaran wajah itu hanya seketika. Berbeda haluan saat Elea mengatakan syarat yang ia beberkan secara gamblang di depan kedua orang tuanya.
"Apa syarat itu, Elea?" tanya ayah Bakrie yang masih tersenyum kecil pada Elea.
"Sebenarnya ... Sebenarnya, aku sudah punya pacar."
DEG~~~
"Apa? Pacar?" tanya ayah Bakrie yang langsung mengerutkan kedua alisnya.
"Iya Yah ... Bu."
"Jadi, apa maksud semua ini?" tanya ibu.
"Maksudku adalah, aku mau menggantikan posisi Ayah di Kantor. Tapi aku mau Ayah dan Ibu memberiku restu atas hubunganku dengan Alex. Dan besok, rencananya Alex akan datang ke sini. Dia akan meminta restu langsung pada Ayah dan Ibu."
"Elea, kamu paham atau tidak? Apa kamu pura-pura lupa bahwa di keluarga kita tidak ada yang memiliki pacar sebelum menjadi orang besar. Kamu tidak bisa langsung menikah begitu saja saat kamu lulus kuliah nanti!" tegas ayah Bakrie.
"Ayah, aku tidak meminta restu ayah dan ibu untuk memberiku izin menikah dalam waktu dekat, kok. Aku hanya ingin memperkenalkan Alex pada ayah dan ibu agar ayah dan ibu tahu bahwa aku sudah memiliki seorang pacar. Aku ingin menikah di usia 24 tahun, tepatnya tiga tahun lagi, Yah ... Bu."
Kedua orang tua Elea menghela napas panjang. Mereka tampak saling menatap satu sama lain. Kemudian, ayah Bakrie pun berkata, "Ya Sudah bawa saja Alex ke rumah. Ayah ingin tahu seperti apa laki-laki pilihan kamu itu."
Dalam hatinya, Elea merasa sedikit lebih tenang karena semua berjalan dengan lancar. Kini Elea pun sangat tidak sabar menanti hari esok yang akan mendebarkan jantungnya.
Keesokan hari nya pun tiba ...
''Haaah!'' Ansel menarik napas dengan sedalam-dalamnya. Ia tak pernah menyangka akan bertemu dengan ayah Elea secepat ini. Bukan apa-apa, Ansel cukup tahu diri dan menyadari siapa dia dan siapa keluarganya.
Tapi, kini rasanya tidak mungkin bila menentang keinginan Elea. Pukul lima sore nanti, Ansel akan pergi ke rumah Elea dengan menggunakan mobil yang sengaja ia sewa untuk datang ke rumah mewah sang kekasih. Biar bagaimana pun, Ansel tidak mungkin merendahkan dirinya dengan datang naik kendaraan motor.
Ansel berdiri sejenak di depan cermin. Ia memandangi dirinya yang memakai pakaian rapi dengan jas hitam lengkap dengan dasi. Setelan baju ini pun Elea yang belikan. Kali ini Ansel benar-benar akan mengikuti skenario yang dibuat oleh Elea dengan membuat cerita bahwa Ansel saat ini tengah bekerja menjadi seorang pemilik Perusahaan percetakan yang sukses di Jakarta. Elea meminjam nama Perusahaan Percetakan milik temannya yaitu Alex.
Hanya untuk kali ini saja, Ansel berlaga seperti bos besar di depan ayah Elea. Setelah ini semua selesai, Ansel bertekad untuk tak mau lagi menampakkan batang hidungnya di depan ayah Elea.
Ansel melihat jarum jam di tangan kirinya sudah hampir pukul empat tiga puluh. Ia pun bergegas pergi menuju rumah Elea dengan penuh rasa cemas. Meski begitu, ia harus melakukan semua ini demi kelancaran hubungannya dengan Elea.
Ansel kini berada di dalam mobil. Ia melihat ponselnya yang sedari tadi di penuhi oleh pesan WhatsApp dari Elea yang terus menerus bertanya ''Sudah sampai mana?'' atau ''Sudah siap belum?'' Ansel enggan membuka pesan WhatsApp itu karena ia merasa risi dengan sikap Elea yang tak sabar.