Shelter Club, 00.15 WIB.
"Sayang ... Maaf ya, karena sampai hari ini, aku belum bisa mengeluarkan uang untuk kita bersenang-senang seperti ini," ujar Ansel Candra seraya memegang kedua tangan sang kekasih yaitu, Elea Jovanka.
Kedua mata Elea pun turut memerhatikan mulut Ansel yang mengatakan kalimat demi kalimat yang membuatnya merasa kasihan.
Bagaimana tidak, Ansel selalu mengatakan bahwa dirinya masih belum mendapatkan pekerjaan. Ansel pun harus rela berhenti kuliah karena keluarganya yang tidak kaya raya seperti keluarga Elea.
Meski begitu, Elea tetap menerima Ansel karena cintanya begitu besar pada laki-laki berkumis tipis tampan itu. Elea pun tidak mempermasalahkan tentang selama ini ialah yang menghidupi dan mencukupi kebutuhan Ansel.
Malam ini adalah malam di mana Ansel juga Elea merayakan hari jadi mereka yang ke satu tahun. Kehidupan glamour Elea kerap menjadikan dirinya akrab dengan dunia malam.
Ansel dan Elea mungkin telah menjadi pelanggan setia di sebuah Club malam yaitu Shelter Club.
Elea dibuat mabuk berat oleh Ansel. Entah apa yang membuat Ansel sangat menginginkan untuk Elea begitu mabuk.
Pukul 02.30 dini hari ...
Ansel berhasil membuat Elea sangat mabuk. Namun Ansel sengaja tidak terlalu banyak minum sehingga Ansel masih tetap terjaga ketika Elea pun telah mabuk berat.
"Sayang ... Bangunlah!" Ansel menggerakkan tubuh Elea. Sesekali ia bahkan menepuk-nepuk pundak dan pipi Elea yang memerah. Elea bersandar di dalam pelukan Ansel dengan keadaan sudah tak bisa membuka matanya dengan tegas. Setengah sadar Elea hanya bisa tersenyum pada Ansel.
Ansel pun membawa Elea pergi dari Club. Ia menggendong tubuh Elea hingga ke area parkir. Saat Ansel sudah berada di depan mobil milik Elea, dengan bersusah payah Ansel mengeluarkan kunci mobil dari dalam tas kecil milik Elea.
Setelah Ansel berhasil membuka pintu mobil, ia pun segera membaringkan tubuh Elea di kursi belakang mobil.
Ansel membawa Elea pergi dari area parkir menuju tempat yang telah sengaja disiapkan oleh Ansel untuk Elea.
Rinjani Hotel, pukul 03.00 WIB ...
BRUG!
Ansel membaringkan tubuh kekasihnya itu di atas ranjang kamar hotel yang masih rapi. Sontak hal itu pun memancing Elea hingga Ia terbangun.
Walaupun masih sangat lemas dan tak bisa membuka kedua matanya dengan lantang, Elea mencoba bangun dan duduk di bibir ranjang tepat di samping Ansel yang tengah duduk seraya memerhatikan Elea.
"A---Ansel! Di mana kita?" tanya Elea seraya mengucek kedua matanya yang sangat berat untuk dibuka.
"Maaf, Elea. Aku harus membawa kamu ke sini. Karena aku tidak mungkin membawa kamu pulang ke rumahmu. Kamu sadar kan kamu sedang mabuk berat?" Ansel menegang pundak Elea dan sesekali mengusapnya dengan penuh kasih sayang.
"Ya tapi ini di mana, Sel? Apa kamu membawaku ke hotel? Kamu bayar pakai apa kamar hotel ini?" meski sedang setengah sadar, Elea tetap memikirkan soal uang yang selama ini menjadi kendala bagi Ansel untuk membuat Elea merasa tenang.
"Maaf sekali lagi, tapi aku terpaksa memakai kartu kredit kamu. Aku hanya ingin membuat kamu aman dari omelan ayahmu. Beliau akan sangat marah jika tahu kamu pulang dalam keadaan mabuk berat."
Semua tentang Elea, Ansel tahu. Bahkan pin debit milik Elea pun Ansel mengetahui nya. Dan, Elea sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu.
Namun, bukan itu sebenarnya maksud dari Ansel membawa Elea menginap di hotel tersebut.
Elea meminta Ansel untuk membantunya berjalan menuju toilet. Elea mencuci wajahnya agar sedikit lebih segar. Setelah membasuh wajah dengan sedikit air, Elea merasa lebih bisa membuka kedua matanya yang semula terasa sangat mengantuk.
Elea berjalan dengan dibantu oleh Ansel. Lalu Ansel pun mendudukkan Elea di kursi.
"Sudah enak badannya?" tanya Ansel seraya mengelus-elus pundak Elea yang terasa gemetar.
Elea pun hanya mengangguk. Elea menatap kedua mata Ansel yang sedari tadi mencuri-curi pandang memandangi belahan dadanya.
"Ada apa, Ansel?" tanya Elea yang masih belum bisa membuka kedua matanya dengan awas.
"Sayang ... Ini kan hari yang sangat istimewa bagi kita. Kamu mau kan menuruti kemauanku?" ungkap Ansel.
"Kemauan apa?" tanya Elea.
"Kamu percaya padaku kan Elea kalau aku sangat mencintai kamu?"
"Sudahlah, Sel. Tidak perlu basa-basi seperti itu padaku. Jelaskan, apa yang kamu minta dariku sebagai hadiah tahun pertama kita?"
"Aku ... Aku, menginginkannya," ungkap Ansel. Ia pun langsung mencium bibir Elea. Akan tetapi, aksinya itu harus terhenti ketika Elea membuang wajah.
"Apa-apaan kamu, Sel?"
Ansel kecewa dengan sikap Elea. Karena Ansel adalah tipe laki-laki yang tidak mau harga dirinya terinjak-injak, ia pun memasang wajah geram pada Elea. Ansel pun mengeluarkan jurus andalannya yaitu dengan menakut-nakuti Elea.
"Aku kecewa dengan sikap kamu. Aku menginginkannya karena aku tidak mau kamu lepas dariku, Elea. Karena kamu tahu bahwa aku tidak mau kehilangan kamu. Tapi, kini kamu sudah membuktikan bahwa kamu tidak sungguh-sungguh mencintaiku. Lebih baik, kita putus saja," ujar Ansel.
"Apa maksud kamu putus? Kenapa kamu berpikir seperti itu? Aku pun sangat mencintai kamu, Sel. Tapi ..."
"Tapi apa sayang?" Ansel memegang wajah Elea dan menghadapkannya ke wajahnya.
Aksi saling tatap itu pun berlangsung lama. Irama degupan jantung yang kencang membuat keduanya pun larut dalam suasana birahi yang seketika berada di puncak.
Sorot kedua mata antara Ansel dan juga Elea begitu panas. Detak jantung yang tak henti menimbulkan napas yang terengah-engah pun seakan membuat suasana semakin tak karuan.
"Aku sangat mencintai kamu, Sel!" bisik Elea.
Entah mengapa, mendengar kata-kata yang hendak di ucapkan oleh Elea, membuat Ansel semakin berani. Ia memegang tangan Elea dan menggenggamnya dengan sangat erat.
Satu kecupan manis akhirnya mendarat dengan sangat mulus di kening Elea. Satu kecupan lagi, Ansel lakukan di hidung mancung sang kekasih.
Satu lagi kecupan yang menjulur membuat bulu kuduk menegang yaitu saat Ansel mulai mencumbu leher seksi milik Elea.
Desah demi desah yang keluar dari napas Elea, tak sanggup menahan dan menolak aksi yang sedang dilakukan Ansel dengan sempurna itu.
"Sel ...," desah Elea. Elea tampak menegakkan kepalanya ke atas dengan memejamkan kedua mata perlahan. Elea larut dalam kenikmatan saat Ansel dengan mudahnya membuka baju Elea satu persatu.
Hingga akhirnya, kini Ansel melihat sebuah pemandangan yang tak biasa baginya. Tubuh molek bak model itu berada di hadapan kedua matanya. Terperangahlah Ansel saat melihat keindahan itu.
Kedua tangan menjamah dengan sempurna. Sudah pasti membuat nafsu birahi Elea semakin memuncak.
Ansel membaringkan tubuh wanita yang ia cintai itu dengan perlahan. Kini Ansel pun siap membuka seluruh pakaiannya.
Elea yang terbaring tanpa sehelai benang yang menempel di tubuh mulusnya itu, seakan tak sabar menunggu Ansel membuka satu persatu pakaiannya.
"Sayang ...," Ansel mendekati Elea yang terbaring di atas ranjang dengan pose yang menaikkan birahi Ansel, kini berada pada kendalinya.