"Atau mending tanganmu yang bertumpu ke punggungku Tha!" Merasa ubun – ubunnya semakin berasap, Farel mencoba meredanya dengan sebuah ide yang terlintas begitu saja di otaknya, Detha orang lain, tak mengenalnya begitu akrab, perabotan yang dia miliki berukuran di luar ukuran biasa, yang terus menggesek punggungnya, membuat Farel seperti hilang akal sehat, alat di sela selangkangannya juga perlahan dia rasakan mulai bereaksi, ketika dua bukit punya Detha menyerang punggungnya dengan masif.
Tak ingin menjadi hal yang di takutkannya akhirnya Farel harus menyudahi serangan tak di sengaja itu.
Detha menurut, kedua telapak tangannya kini ia gunakan sebagai tumpuan dan berfungsi juga sebagai pembatas antara gugusan gunungnya dan punggung Farel. Berhasil! Perlahan tensi bawah pinggang Farel mulai mengendur, pikiran waras Farel kembali padanya.
Jalanan sudah normal ia lihat, tak menjadi bergelombang dan kabur seperti beberapa detik yang lalu.