"Apa? Ini apa?" Karin berteriak dari dalam!
Dia jelas melihat kemeja putihnya. Tidak ada yang menyangka dari mana celana ketat pria ini terlihat!
Celana pendek itu dipegang di tangannya. Dengan desain khusus yang terlihat di atasnya dan terjepit di antara jari-jarinya.
Karin hanya merasa tangannya tersiram oleh selembar kain. Dia melemparkan pakaian ke tangannya dan menyembunyikan dirinya.
Wajahnya pun memerah lagi. Melihat Axelle menatap dirinya dengan senyuman. Tapi senyuman yang diberikannya itu tidak dapat menahannya untuk tidak berkata, "Kamu nakal! Bagaimana bisa kamu berganti baju di depan banyak orang?"
Dia sangat malu sehingga dia merasa tersinggung dan ketakutan.
Axelle tidak digubrisnya ketika dia memikirkan bagaimana bisa tepat di belakangnya, dia menelanjangi dirinya. Wajahnya pun sampai memerah karena malu.
"Aku bajingan katamu? Kamu tidak salah? Heh, jangan lupa siapa yang basah kuyup."
Axelle menggigit bibirnya saat mengatakan kata "basah", seolah-olah bukan hujan yang membasahi pakaiannya. Dia seperti mempunyai arti lain dari kata itu.
Terdengar tawa yang tertahan dari ketiga pelayannya. Karin merasa malu dan ingin sekali melompat dari mobil itu. Bahkan dia akan benar-benar melakukan hal itu sekarang, dia sangat malu untuk tetap ada disini. Rasanya, dia sedang mengalami sesak napas untuk saat ini.
Karin membuka pintu mobil tiba-tiba, dan berkata, "Turunkan aku! Berhenti! Aku ingin turun!"
Dia ingin turun dan mencari tempat untuk diam sejenak untuk menghindar dari hal memalukan ini.
"Apa? Kamu mau turun? Kamu tidak mau menyelamatkan temanmu itu?"
Suara mengejek Axelle itu terdengar lagi di belakangnya. Karin pun membeku. Sejenak, dia pun mengingat tujuannya.
"Itu semua salah Axelle! otaknya pun jadi berhenti bekerja karena godaannya barusan."
Karin menggigit bibirnya and akhirnya kembali duduk. Axelle meliriknya dengan malas, lalu menutup matanya dan melemparkan handuknya ke tangan Karin.
Karin sedang duduk dengan kepala menunduk. Kepalanya tenggelam. Dia mengambil handuk yang dilempar ke kepalanya itu sembari melirik Axelle.
"Apakah dia benar-benar membiarkan hujan membasahi tubuhnya?"
Karin sedikit tersanjung dan memegang handuk, lalu berbisik, "Terima kasih."
Air telah membasahi tubuhnya, terutama di rambutnya yang masih terlihat banyak tetesan air yang jatuh. Itu membuatnya tidak nyaman. Kemudian Karin memegang handuk dan menyeka kepala dan wajahnya. Tapi dengan tiba-tiba dia mencium bau aneh yang tidak enak dari handuk itu. Dia sampai ingin pingsan. Baunya seperti cologne yang dicampur dengan beberapa hormon pria lainnya.
Karin pun tertegun dan tiba-tiba menyadari bahwa itu adalah bau cairan pria. Ternyata handuk ini tidak hanya digunakan untuk mengelap tubuhnya yang basah, tapi mungkin dia juga mengelap….
Rona merah yang baru saja jatuh di wajah Karin langsung merangkak kembali. Dengan cepat ia pun meletakkan handuk itu dan tanpa sadar membuat ujung jarinya menggidik lalu membuangnya.
"Tidak. Tidak. Tidak"
"Bu, apakah kamu malu? Tidak apa-apa, jangan khawatir, kami berjanji untuk tidak akan melihatmu." Dion melihat Karin terdiam lagi, lalu ia pun berkata kembali sembari berpikir, "Iya bu, cepat lap saja, cuacanya dingin. Itu akan membuat ibu gampang sakit dan demam. Aku janji tidak akan mengintip!"
Axelle masih menutup matanya untuk mengistirahatkan pikirannya sejenak. Dia pun tidak bermaksud untuk melihat Karin lagi.
Semua orang telah meyakinkannya tapi dia masih saja belum bergerak. Dia seolah meragukan orang- orang yang ada di dalam mobil itu. Selain itu juga, Karin merasa bahwa dirinya tidak akan benar-benar bisa tidak sakit. Bahkan sekarang adalah waktu yang sulit baginya karena dia juga harus bisa merawat Giandra. Dia pun tidak bisa terhindar lagi.
Dia menggigit bibirnya, meremas handuk, dan kemudian mengelapnya lagi ke tubuhnya.
Handuknya mulai menyapu leher, dada, dan kakinya.
Karin selalu merasakan bau yang ada di sekujur tubuhnya itu karena handuk itu. Lalu, sekarang bau itu seperti membawa aliran listrik yang membuat tubuhnya terasa sedikit lembut namun juga panas saat mengelapnya.
Setelah selesai menyeka tetesan air di tubuhnya, Karin menyusut di sudut mobil seperti udang yang akan segera matang.
Axelle tidak tahu kapan dia akan membuka matanya dan memandang gadis yang berbaju merah muda itu. Dia ingin sekali menerkamnya dan menggigitnya untuk melihat merasakan apakah rasanya segar dan lembut seperti udang.
***
Albarakh dengan cepat melewati tikungan tajam. Karin terbanting ke pintu mobil. Tapi Axelle dengan tenang mengangkat lengannya dan menopang Karin dari belakang kursi mobil. Karin pun seperti siap jika akan terpental ke pelukannya.
Siapa yang tahu Karin benar-benar waspada kali ini, begitu tubuhnya miring, dia dengan cepat meraih pegangan di atap mobil.
Albarakh berbelok di tikungan dan dia juga menggenggam pegangan yang ada di mobil untuk menghindari tubuhnya untuk miring.
Dengan mantap, Karin menghela nafas lega. Tetapi mata Axelle tenggelam sebelum kemudian dia menendang kursi pengemudi lagi dan berkata, "Apa kamu tidak makan? Kenapa menyetir dengan sangat lambat?"
Dion terhening.
Albarakh menahan energinya. Dengan satu kaki ia pun menginjak pedal gas. Albarakh pun melajukan kendaraannya ke depan dengan kecepatan setidaknya dua ratu. Karin menggertakkan gigi dan mulai meraih pegangan. Tubuhnya bergoyang ke kiri dan kanan.
Dia menarik tubuhnya dan terus berjuang untuk dapat berhenti menabrak dan terjatuh dalam pelukan Axelle.
Axelle menjilat sudut bibirnya dan dengan santai mengagumi penampilan Karin yang sedang berkeringat.
Albarakh mengambil belokan tajam lagi dan Karin yang sudah berada di ujung panah sejak lama, saat ini dia sudah kehilangan kesabaran dan kekuatannya.
"Ah! Tolong!" Dia berteriak dan membanting badannya ke sisi pintu mobil.
Dia memejamkan mata erat-erat. Kepalanya pun siap untuk dibanting. Sebuah lengan yang kuat tiba-tiba mengikat erat pinggangnya yang ramping. Ketika Karin tersadar, dia menemukan lengan Axelle yang melebar dan dengan sergap dia langsung memeluk Axelle yang ada di sampingnya dengan sangat erat..
Tubuh mungilnya bersandar di dada Axelle yang sangat bugar. Kepalanya pun bertumpu pada tempat di mana jantungnya berdetak.
Tangan Axelle juga menekan pinggangnya dari belakangnya. Karin pun meronta dan tidak lama kemudian diikuti Axelle yang bicara dengan suara tidak senang, "Jangan bergerak! Aku tidak punya kebiasaan dengan gas mobil yang pelan! Aku hanya merasa tidak nyaman melihatmu seperti itu."
Karin terhening.
Dia benar-benar tidak bisa mengerti bagaimana Axelle bisa duduk diam tanpa terpengaruh oleh kecepatan seperti kilat itu.
"Maafkan aku pak Axelle."
Karin merasa malu karena dia benar-benar seperti mengganggunya.
Dion memutar matanya dan mulai berkata dalam hatinya, "Bukankah pak Axelle hanya ingin memeluk gadis ini? Apakah ini hanya triknya?"
Albarakh masih ngebut di sepanjang jalan pegunungan yang naik turun. Karin masih dipegang olehnya, tapi sekarang dia tidak lagi menempel di dada Allexe. Telinganya terasa panas saat dia mendengarkan detak jantung Axelle yang dalam.
Pikirannya campur aduk, sebagian merasa cemas, sebagian pula merasa tenang.
Melihat gadis itu terbaring diam di depannya dengan sikap yang penurut dan polos. Axelle pun dengan lembut menggerakkan sudut bibirnya.
Pipi Karin memerah dan dia merasa terlindungi.
Dia merasa bahwa Axelle pasti terlalu banyak berpikir. Bagaimana bisa pria seperti Axelle memiliki belas kasihan dan ingin melindungi dia semacam itu?
Dia jelas orang yang berhati keras. Namun, dia juga merasa suasananya saat ini sedang bagus. Dia menggigit bibir bawahnya dan akhirnya bertanya lagi, "Pak Axelle, bisakah kamu membantu temanku?"
Axelle menatap Karin dan melihatnya tajam-tajam. Dengan sisi wajahnya yang masih menempel di dadanya, dia merasa sedikit gugup. Seperti dua baris bulu di sayap kupu-kupu, bulu matanya yang hitam berkedip tanpa henti. Kadang-kadang menampakkan air mata yang berkilauan sejernih air.
Dia berperilaku sangat baik hari ini. Bahkan dia pun tidak ingin terlalu banyak mendengarnya yang sedang berbicara tentang topik ini.
Ini membuatnya merasa bahwa gadis ini diam-diam bersandar di pelukannya hanya untuk sebuah tujuan. Sangat mengerikan!
Axelle secara tiba-tiba mengulurkan tangannya untuk mengambil dagu Karin dan langsung menundukkan kepalanya. Dengan perilaku yang kasar, dia membungkam bibirnya untuk menghilangkan moodnya yang rusak. Dia bahkan mengulum bibir Karin dengan seperti sedang menghukum. Kemudian menggigitnya dengan keras. Karin yang tidak siap, hanya tertegun dan Axelle pun tersenyum jahat kepadanya.