Chereads / Tulang Emas Tuan CEO : Ceraikan Dia dan Pilih Aku! / Chapter 12 - Bau Tubuh Seorang Pria

Chapter 12 - Bau Tubuh Seorang Pria

Bibir Karin dibasahi dinginnya air hujan. Bibirnya lembut dan manis seperti jelly.

Axelle pun sedikit terpesona begitu dia melihatnya. Dia ingin sekali menggigit bibirnya yang harum dan segera menelannya untuk memasukkannya ke perutnya.

Dia mencium aroma itu lebih dalam dan semakin dalam. Telapak tangannya yang besar memegang punggung rampingnya dengan pakaian basah yang masih menempel pada tubuhnya.

Dari depan, dua pengawalnya melihat ada udara panas yang membara di belakang mereka. Mereka melihat melalui cermin lalu menelan ludah. Dan Kemudian mereka mengembalikan pandangannya lurus ke depan.

"Hei, saya sedang dilecehkan oleh seorang direktur!"

Mata pedasnya itu terlihat seperti harus terus mencari wanita untuk melampiaskan api dalam tubuhnya

"Um..."

Setelah sekian lama, Axelle akhirnya melepaskan Karin. Karin sangat pusing dengan ciumannya barusan. Dia bersandar di lengan Axelle dengan nafas terengah-engah dan wajah mungilnya pun terlihat sedikit memerah.

Axelle menatapnya dan merasa bahwa itu adalah ciuman yang paling nikmat untuk pertama kalinya.

Dia membereskan rambutnya dengan ujung jarinya dan berkata, "Bagaimana bisa mulut kecilmu begitu manis, ya?"

Gerakannya menggoda, dan terlihat ada senyuman main-main di matanya. Karin diawasi olehnya seperti ingin digigitnya lagi. Dia menyentuh beberapa bibir mungilnya itu dan berkata, "Saya tidak suka permen!"

Dia menggelengkan kepalanya dengan tegas, seolah takut Axelle tidak akan mempercayainya lalu dia berkata kembali, "Saya benar-benar tidak suka permen, bagaimana bisa mulut saya manis?"

Axelle tercengang dan dia terhibur dengan kepolosan ucapannya barusan. Ini tidak bisa dimengerti dan sangat konyol. Hatinya pun merasa sangat bahagia.

Dari depan, Albarakh dan Dion melihat raut wajah yang berwajah dingin seperti Axelle itu ternyata bisa sering tersenyum di depan Karin. Mereka pun saling memandang dengan menunjukkan ekspresi tidak percaya.

Axelle mencondongkan tubuhnya untuk mendekat ke telinga Karin dan berbisik, "Bodoh! Wanita juga memiliki aroma tubuh dan aroma tubuhmu sangat manis. Apakah kamu tidak tahu?"

Saya tidak tahu mengapa dia selalu merasa bahwa dirinya seperti sudah sangat akrab. Dia sangat menyukainya, tetapi dia tidak dapat mengingat bahwa apakah dia pernah melihatnya sebelumnya.

Saat dia mengatakan kata "aroma" dengan tegas. Itu seolah mengartikan sesuatu. Ekspresi Karin pun berubah menjadi lebih malu.

"Hanya orang yang paling dekat dengannya yang bisa memahami rasa itu."

Mendengar kata-kata Axelle, dia merasakan rasa yang tak bisa dijelaskan. Bahkan dia tidak tahu bagaimana menjawabnya.

Untungnya Dion segera mencairkan suasana dengan perkataanya, "Pak, kita sudah ada di Hotel Venice. Masih ada waktu setengah jam sebelum pertemuan bisnis itu dijadwalkan. Apakah Anda ingin pergi ke kamar dulu untuk membersihkan pakaian bapak?"

"Ya." Axelle menjawab sembari membuang muka dari Karin.

Abarakh berhenti di depan sebuah hotel yang menjulang tinggi, pintu mobil dibuka dengan hormat oleh pelayan hotel, Axelle menginjak kakinya yang panjang dan berjalan dengan sikap yang tegas.

Karin buru-buru merapikan pakaian yang dia lempar ke bawah alas mobil, dan mengikutinya dengan genggaman tangannya

"Ini pemiliknya!"

Imperial Hotel ini adalah salah satu jaringan hotel dengan nama Venice Konsorsium. Hotel tidak hanya dilengkapi arena bowling, lapangan bulu tangkis, lapangan golf, pusat kebugaran dan spa kecantikan, tetapi juga dengan teater berteknologi canggih yang dapat menayangkan film-film blockbuster terpanas setiap hari.

Ini adalah surga dengan kemewahan tertinggi. Pesona perak, emas, dan bintang-bintang ini menjadikannya langsung terarah ke lobi hotel.

Pada saat ini, kedua sisi jalan penuh dengan manajer hotel yang berpakaian bagus dan rapi, dilengkapi pula wanita yang sangat begitu ramah. Mereka semua membungkuk kepada Axelle dan berkata, Selamat siang Pak."

Axelle tidak menggerakkan arah kelopak matanya. Dia melangkah maju dengan kaki jenjangnya dan masuk dengan wajah dingin.

"Pergilah."

Karin sedikit terkejut dengan pemandangan akbar ini, terutama karpet seputih salju yang terhampar di lantai. Namun badannya yang telah diterpa hujan, penuh dengan tanah dan lumpur. Kaki pun kotor, begitupun dengan pakaian berantakannya yang ada di tangannya.

Ini membuatnya merasa seperti anak itik jelek yang menerobos wilayah angsa putih yang bersih dan suci.

Axelle mengambil beberapa langkah. Dia merasa bahwa Karin jelas tidak akan mengikutinya dan akan berhenti di luar.

***

Axelle melihat Karin memegang pakaiannya, berdiri di dekat mobil dan menundukkan kepalanya. Seperti anak kecil yang telah melakukan kesalahan.

Dia mengangkat alisnya dan berbalik. Dengan tidak sabar dia berjalan kembali dan berkata, "Ada apa?"

Karin mengangkat kepalanya, menunjuk sepatunya yang berlumpur dan berkata,, "Aku ... aku masih tidak perlu masuk. Aku takut mengotori karpet itu. Itu tidak baik."

Mata Axelle tertuju pada kaki Karin dan meliriknya. Kemudian melihat alis Karin yang terkulai dan bulu mata yang gemetar. Dia tiba-tiba mengerti dan dia mengerucutkan bibirnya.

"Takut? Jika kamu tidak berani, biarkan aku menggandengmu" katanya.

Lalu tiba-tiba dia langsung mengangkat tangannya dan menyerahkannya ke arah Karin.

Karin mengangkat matanya dengan takut. Dia melihatnya berdiri di titik paling dekat dengannya. Dengan satu tangan di saku celana jasnya, ia bersandar di sisinya. Bayangan cahaya itu pun mengenai wajah sisi sempurna dan bahu lebarnya. Dia penuh martabat dan kehormatan. Seperti raja kerajaan yang tampak begitu tampan.

Karin memperhatikan bahwa mata semua orang saat ini sedang mengikuti gerakan Axelle. Semua jenis pertanyaan, cemburu, iri, terkejut pasti ada didalam hati orang-orang disekitarnya.

Jantungnya berdebar seperti kilat yang bergemuruh, tetapi dia seperti tersihir. Lalu perlahan mengangkat tangannya dan mengulurkannya ke telapak tangan Axelle yang terbuka.

Axelle memegangnya, menatapnya, dan berkata kata demi kata, "Ingat! Berdirilah di sisi saya! Jangan malu-malu! Percaya diri!"

Dia berkata sambil memegang tangannya erat-erat. Lalu berbalik dan memeluknya.

Karin sangat terkejut, matanya sedikit panas.

"Kenapa kamu sangat tidak berguna? Mencuci mangkuk saja tidak becus! Apalagi wajah!"

"Minggir atau kamu akan makan nasi sisa!"

"Kakak, tidak peduli seberapa keras kamu mencoba menandingi putri kesayangan orang tuamu ini. Ini tetaplah aku. Tolong ingat ini dengan baik! Bahkan jika kamu diterima di Universitas Los Angeles, California dengan urutan pertama, orang tua kita tidak akan memberikan izinnya dan kamu tidak akan menjadi apa-apa."

Karin mengikuti Axelle tanpa sadar saat dia berjalan ke depan, masa lalunya melintas seperti sedang terjadi di depannya.

Karena Karin tidak dicintai oleh keluarganya. Dia selalu hidup dengan pelecehan, keadaan yang ironi tanpa penyangkalan sampai akhir. Ini membuatnya tidak dapat menahan rasanya betapa rendahnya dirinya itu. Bahkan tidak peduli seberapa keras dia berusaha.

Sekarang dia ditarik oleh Axelle seperti ini, berjalan di jalan yang penuh dengan cahaya. Kata-katanya yang mendominasi tadi, masih terngiang jelas di telinganya.

"Jangan lemah! Percaya diri!"

Dia menatap punggung Axelle yang tinggi dan lurus dengan raut wajah yang linglung. Bibirnya melengkung tanpa sadar dan langkah kakinya pun menjadi cepat.

Mereka memasuki lobi, menghilang, dan para wanita penyambut yang berdiri di kedua sisi meledak.

"Pak direktur sangat tampan. Siapa wanita itu? Dia sedang menggandeng tangannya!"

"Ya Tuhan, jika pak direktur memperlakukan saya seperti ini, saya akan mati sekarang!"

"Wanita itu tidak layak sama sekali. Pak, aku lebih cantik!"

"Astaga, karpet ini terbuat dari kasmir buatan tangan dari Prancis. Harganya pun ratusan juta! Tapi lihat itu, sekarang semua penuh dengan cetakan lumpur. Pasti tidak bisa digunakan lagi!"

"Apa yang kamu lakukan? Ayo segera ganti selimutnya!" Manajer yang ada di lobi itu berdiri di depan pintu dan berteriak dan kerumunan itu pun langsung membubarkan diri dan menjadi sibuk.

Di jalan masuk depan hotel, mobil sport abu-abu keperakan terparkir. Terlihat dari jauh, kursi penumpang depan ada seorang wanita dengan riasan halus dan penampilan yang manis. Dia menjulurkan kepalanya dan menatap langsung ke pintu hotel dengan ekspresi obsesif di wajahnya.

Wanita ini bukan orang lain, tapi adik perempuan Karin, Bella!

"Apakah itu Axelle dari Konsorsium? Aku tidak berharap disuguhkan pemandangan seperti ini saat melihatnya.Mengapa dia begitu tampan!" Bella memegangi wajahnya yang panas dan matanya yang bersemangat bersinar.