Chapter 16 - Hilang Ingatan

"Tapi apakah pak Axelle bahkan juga tidak tahu siapa yang telah menyerangnya?" Karin bertanya dengan rasa penasaran.

Dion menjawabnya, "Tidak tahu, bu. Pak Axelle dipukul dan langsung pingsan. Bahkan dia tidak ingat apa pun ketika dia sadar. Intinya, Pak Axelle diberi obat lalu dipukul dengan batu besar lalu pingsan begitu saja."

"Berisik!" Axelle tiba-tiba menyela pembicaraan Dion.

Melihat Axelle mood nya memburuk. Karin tidak berani bertanya lagi. Dia buru-buru mengeringkan rambut Axelle dan mengambil sisir yang ada di bawah Dion. Dia langsung pergi ke depan untuk menyisir rambut Axelle dengan hati-hati dan mengelusnya. Karin memberikan sedikit krim rambut di tangannya lalu menyisir rambut Axelle beberapa kali, dan kemudian memotong rambutnya.

Karin melangkah mundur dan melihat hasilnya dengan merasa puas.

"Pak Axelle,ini sudah selesai. Semoga anda puas, tapi jika tidak puas pun tidak apa-apa. Saya akan merubah dan menata ulang rambut bapak."

Selanjutnya dia melihat ke cermin yang telah dibawakan Dion dan Dion pun mengangkat alisnya ke Axelle.

Dion memuji wanita itu dengan berkata, "Bu Karin, tenang saja. Saya pikir ini justru lebih baik dari pada yang biasa pak Falentino lakukan. Benar kan pak?"

Axelle membuka matanya dan dia memang tampak sempurna di cermin. Dia merapikannya dengan sepasang tangan yang begitu terampil. Bahkan gaya rambutnya ini sangat indah, terlihat natural namun memberikan kesan yang begitu manis.

Axelle mengangguk dan tiba-tiba mengarah ke gaun hitam yang dipakai Karin.

"Gaun ini harganya 200 juta, kamu harus mengingatnya dan kamu harus memberikannya kepada pengawal saya Albarakh"

Karin tampak linglung kebingungan.

"Uang sebanyak itu?"

Baru saja Karin berpikir bahwa dia tidak akan membutuhkannya lagi tapi Axelle bersikeras untuk memberikannya sebagai ganti bajunya yang kotor. Tapi sekarang pula dia yang meminta tebusan uang?

Apakah ada sistem jual beli yang begitu memaksakan pembelinya? Atau apakah orang kaya selalu melakukan jual beli seperti itu?

Dion juga sedikit tercengang dengan apa yang dilakukan bosnya itu. Tiba-tiba dia menjadi begitu pelit untuk wanita yang begitu menawan.

"Aku tidak sebaik itu, kamu harus membayar apa yang kamu pakai!"

Melihat Karin terpana, Axelle mengangkat alisnya seperti pedang yang akan dipakai untuk berperang.

Karin tidak gila uang seperti tampang wanita lain yang tak tahu malu, rakus dan pelit.

Karin mengepal tangannya dan bilang, "Oke, aku akan memberikan uang kepada pengawalmu Albarakh, tapi..."

Bulu matanya bergetar sembari melanjutkan perkataannya, "Aku tidak punya uang sebanyak itu sekarang, izinkan saya untuk membayarnya dengan mencicil."

Kekayaan Giandra hanya lebih dari 100 juta. Meskipun Karin dan Giandra menikah pun. Itu hanya dilakukan keduanya untuk pernikahan palsu.

Karin tidak pernah menggunakan uang Giandra sepeserpun meskipun dia tinggal bersama Giandra. Bahkan pada awalnya, dia bersikeras untuk membayar sewa kamar rumah Giandra setiap bulan.

Sejak tahun lalu, dia telah menabung sejumlah uang dan dia telah menemukan beberapa teman untuk dijadikan teman menyewa sebuah rumah kecil dengan dua kamar tidur dan satu ruang tamu. Lalu dia bisa berpindah dari rumah Giandra.

Ketika dia diusir dari rumahnya saat itu, dia berkuliah dengan membawa dua bayi yang sedang ada didalam perutnya. Begitu pula setelah melahirkan anak, dia pun harus membesarkannya sendiri. Di waktu tertentu, Karin bekerja di mana-mana untuk mendapatkan uang. Dia tidak keberatan jika mendapatkan pekerjaan kotor dan melelahkan. Tapi meski begitu, dia juga harus melakukan cuti dan berhenti dari sekolahnya.

Tahun lalu, ia menabung dari hasil kerja kerasnya. Uang yang dihasilkannya itu hanya cukup untuk dipakainya kembali ke sekolah. Namun, kedua bayi itu juga butuh uang untuk masuk ke taman kanak-kanak. Jika saat itu Marlin tidak meminjamkan uangnya kepada Karin, mungkin kedua bayi itu tidak akan bisa bersekolah. Bahkan jika dipikir, uang itu tidak akan bisa cukup untuk membuatnya bisa berbelanja pakain. Tapi, sekarang malah disuruh membayar sebanyak dua ratus juta?

"Heh bagaimana bisa satu pakaian bisa dibayar dengan dicicil?" Suara mengejek Axelle terdengar di telinganya. Bahkan nada penghinaannya terdengar begitu jelas.

Karin sedikit tidak nyaman dengan keadaan ini. Kemiskinan memang bukanlah sebuah dosa, bahkan selama ini dia sudah bertahan hidup dengan susah payah, tapi mengapa dia harus diejek dan dilihat seperti ini?

***

"Pak Axelle, mungkin bagi anda satu pakaian itu bukan apa-apa. Tapi bagi saya, uang sebanyak itu merupakan penghasilan saya selama beberapa tahun. Saya sudah mengatakan bahwa saya tidak perlu ganti baju tapi Pak Axelle berpikir bahwa apa yang saya kenakan dapat mengacaukan suasana dan itu akan mempengaruhi kinerja bapak. Maka dari itu saya tidak punya pilihan lain selain memenuhi keinginan Pak Axelle dan harga pakaian ini memang di luar kemampuan saya. Saya tidak mengatakan hal itu tanpa alasan. Saya percaya bahwa Pak Axelle kaya raya di Negara ini, jadi saya pikir bapak tidak akan keberatan jika saya menunda sebentar waktu pembayarannya. Tapi, apakah gaun ini benar-benar seharga 200 juta?"

Wajah Axelle cerah dan menghina, membuat Karin marah.

Axelle melihat ekspresinya yang serius itu dengan tersenyum tanpa sadar.

Dia sudah lama melihat bahwa karakter wanita ini tidak selembut dan sebaik seperti apa yang sudah diperlihatkan selama ini. Dia sengaja pura-pura bersedih dan berekspresi sangat polos di hadapannya. Hal itu bahkan tidak akan membuat dirinya bersimpati dan menimbulkan rasa iba, lalu bisa menuruti kemauannya.

"Dasar licik!"

Lihat, ketika dia dipaksa seperti itu, dia seperti menunjukkan cakarnya seperti kucing yang sudah siap akan menyerang musuhnya. Ini sangat menarik!

"Heh, kamu gadis pintar. Kenapa kamu senang menyinggung perasaanku? Kamu terlalu mahal untuk pakaian ini?"

"Dion!" Axelle memandang Dion dan memberi isyarat.

Dion pun langsung mengeluarkan kata-katanya. "Ibu Karin, gaun untukmu ini adalah gaun limited edition dan terbaru dari brand Zara. Hanya ada tiga di dunia dan memang harganya 200.000 juta. Ibu Karin juga tahu kan jika baju limited edition seperti itu tidak selalu tersedia dan tak ternilai harganya. Bahkan semua orang di Kota ini sedang memperjuangkan untuk mendapatkannya."

Karin termenung, "huh.."

Mungkin Axelle masih membutuhkan lebih sedikit rasa kasih sayang.

Karin tidak bisa berkata-kata lagi dan tidak lama kemudian Axelle pun jadi aku mengeluarkan kata-katanya lagi, "Dan bahkan pakaian di tubuhku yang kotor karenamu hari ini juga harus kamu bayar ganti ruginya sebesar 1% atau senilai satu juta. Tapi jika kamu mencicilnya berarti kamu harus membayar 100 ribu per bulannya untuk biaya keterlambatan."

"Satu juta? Dengan kemampuannya yang hanya seperti itu, dia harus berhutang dan membayar jutaan rupiah?"

Karin tertegun, "Pakaian itu hanya kotor karena hujan, saya akan bertanggung jawab untuk membersihkan dan mencuci nya. Bahkan itu akan baik-baik saja setelah kering."

Axelle tiba-tiba berdiri. Perawakannya yang tinggi sedang berdiri seperti ini. Tiba-tiba dia seperti gunung yang siap meletus dan menyemburkan api panas untuk siapapun yang ada di depannya.

Dia membungkuk sedikit dan mencondongkan tubuhnya ke arah Karin dan menatapnya, "Saya bilang itu kotor dan saya tidak akan memakainya lagi. Saya tidak suka orang lain membantah saya! Ingat itu!"

Saat dia selesai berbicara, dia berdiri, dan melangkah keluar.

Dia memberi tahu Dion, "Jangan lupa untuk menagih uang mukanya sebesar sepuluh juta nanti, dan mencetak kontraknya untuk ditandatanganinya. Jika dia tidak bisa dibayar, dia akan bekerja disini untuk melunasi utangnya. Mulai besok, dia akan dikirim untuk bekerja di Villa"

Setelah Axelle selesai berbicara, dia meninggalkan ruangnya dengan kaki yang panjang.

Dion tiba-tiba menyadari bahwa dan berkata, "Bagaimana bisa pak direktur itu tiba-tiba menjadi pelit dan mengatakan tentang uang palsu itu. Apakah dia memang benar-benar ingin bu Karin tetap berada di sisinya?"

"Pak direktur benar-benar kejam"

Dion menoleh ke Karin dan mengangkat bahunya.

"Pak Axelle telah memerintahkan hal itu dan saya tidak bisa menolaknya. Ibu karin tidak boleh terlambat untuk membayar uang muka sepuluh juta."

Mata Karin berubah menjadi berkaca-kaca. Dia khawatir dia tidak bisa mendekat untuk bernego. Tapi Axelle memberinya kesempatan besar untuk melunasi hutangnya dengan sebuah pekerjaan. Lalu dia berfikir, Apakah dia bisa mengikuti Axelle setiap hari untuk mempengaruhinya kapan saja, dan memintanya untuk menyumbangkan sumsum tulangnya kepada Giandra?

"Bagus!"

Axelle pasti bodoh dan lupa jika tujuannya kesini hanyalah untuk menemuinya. Ternyata orang-orang sukses seperti Axelle sesekali juga bisa bingung.