Chereads / Being a Secret Wife / Chapter 4 - Pulang ke Rumah Istri Pertamanya

Chapter 4 - Pulang ke Rumah Istri Pertamanya

Bertemu dengan Luna membuat hati Rivaldo kembali menghangat, walaupun ia dan istri pertamanya itu tak banyak berbincang, namun sudah cukup untuk menjadi pelepas segala penat selama seharian ini.

Setelah memastikan bahwa Luna tidur dengan pulas, Rivaldo bangun dari duduknya, ia bermaksud mengemasi beberapa barang yang akan ia bawa untuk ditaruh di apartemen.

Apartemen yang ditempati Ashila cukup jauh dari Mansionya, jarak yang harus ia tempuh sekitar 40 menit lamanya. Setelah selesai berkemas Rivaldo keluar dari kamar dan kembali menuju apartemen istri rahasianya.

Ada perasaan bersalah ketika tadi ia tak sengaja meninggikan suaranya dihadapan Ashila, tapi mau bagaimana lagi, Rivaldo sangat cemburu setiap kali melihat wanita cantik itu diganggu oleh para pria tampan di kantornya.

Langkah kakinya memasuki ruang tamu apartemen, terasa sangat sunyi, mungkin Ashila sudah tidur lelap, mengingat sekarang sudah hampir tengah malam. Tangannya memutar gagang pintu kamar, dan dapat ia lihat istri cantiknya tengah tertidur pulas dibawah selimut tebal yang membungkusnya, wajahnya terlihat sayu dengan jejak air mata yang sudah membekas. Ashila terlihat sudah mengganti bajunya dengan piyama tidur berwarna merah muda, terlihat manis sekali dipakai oleh si wanita cantik ini.

Sebelum menyentuh Ashila, Rivaldo memutuskan untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Ia menghabiskan waktu sekitar 15 menit untuk mandi. Kini pria Januar itu hanya memakai kaus putih polos dan celana panjang bahan berwarna abu-abu, badannya sudah kembali segar setelah dihujani air hangat dari shower.

Langkahnya kembali mendekati sang istri, dengkuran halus terdengar, sepertinya tidur Ashila sangat nyenyak sekali. Rivaldo mulai mengambil posisi untuk berbaring disebelah Ashila, matanya menatap lekat pahatan wajah cantik yang sedang terpejam itu, tangan Rivaldo terulur untuk membelai surai lembut Ashila. Dipandanginya dengan lekat wajah cantik itu. Yang Rivaldo tau, Ashila adalah orang yang ceria dan sangat berisik, walaupun pembawaannya tidak seanggun Luna. Namun sifat ceria dan senyuman tulusnya mampu membuat setiap orang yang melihat akan terkesan padanya.

Namun kini wanita cantik itu lebih banyak diam dengan wajah dinginnya, Rivaldo sangat merindukan senyuman hangat yang dulu selalu wanita cantik itu tunjukkan kepadanya.

"Ashila, maafkan aku." bisiknya tepat di telinga Ashila, ia kecup dengan lembut pipi putihnya.

"Maafkan aku sudah memaksamu menikah denganku." lanjutnya lagi dan kembali menciumi wajah Ashila. Harum vanilla khas si wanita cantik ini memasuki indera penciumannya.

Katakanlah bahwa Rivaldo sangat terobsesi pada Ashila, sampai ia tak memperdulikan bagaimana perasaan Ashila, yang Rivaldo inginkan hanyalah menjadikan Ashila sebagai istrinya dan kelak akan melahirkan anak-anaknya.

Sebenarnya Rivaldo sangat ingin sekali menyentuh Ashila lebih dari sekedar ciuman, mereka berdua sudah sah menjadi sepasang suami istri. Namun sayangnya istri cantiknya itu sudah tertidur pulas, Rivaldo harus kembali meredam keinginannya.

***

Dering alarm dari handphone Ashila berbunyi, tepat pukul 6 pagi. Tangannya mengarah ke nakas yang ada di sisi tempat tidurnya, mencari handphone yang semalaman ia taruh di situ.

Mematikan alarm yang berbunyi nyaring. Matanya mengerjap perlahan, mengumpulkan kesadarannya yang masih terasa enggan untuk bangun pagi, terlebih lagi hari ini adalah hari senin, tugas kantor yang menumpuk sudah menantinya di depan mata.

Sebuah dengkuran halus terdengar ditelinganya, membuat kesadaran Ashila langsung terisi penuh. Kepalanya menoleh ke arah sebelah, didapatinya seorang pria tampan sedang tertidur pulas dengan posisi terlentang.

Tubuh Ashila langsung menegang, ia baru ingat bahwa kemarin mereka berdua sudah menikah, wanita cantik itu baru sadar bahwa kamar yang ia tempati bukanlah apartemen lamanya, melainkan kamar apartemen baru yang Rivaldo berikan padanya selepas upacara pernikahan kemarin.

Semalam ia terlalu lelah menangis, sampai Ashila tertidur dengan pulasnya. Seingatnya sebelum Ashila tertidur, Rivaldo belum kembali ke apartemen, sangat pulas tidurnya sampai tak mengetahui bahwa pria Januar itu sudah pulang.

Diliriknya ke dalam selimut, kemudian Ashila menghela nafas lega. Pakaiannya masih utuh, dan tidak ada rasa sakit yang membekas pada tubuhnya sama sekali, berarti Rivaldo tidak menodainya ketika ia tertidur.

Ashila bangun dan mulai melangkahkan kakin ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dinyalakan shower yang menghujaninya dengan air hangat, terasa sangat segar.  Setelah menghabiskan waktu sekitar 20 menit, Ashila keluar dari kamar mandi, sabun beraroma vanilla menguar memenuhi seisi ruangan. Tangannya masih sibuk mengeringkan dengan handuk kecil. Dilihatnya Rivaldo masih tertidur pulas. Sebenarnya Ashila sangat ingin membangunkan Rivaldo. Namun ia urungkan niatnya karena ketika pria itu bangun maka segala sifat menyebalkannya harus kembali Ashila hadapi.

Langkahnya ia bawa menuju lemari, memilih pakaian yang akan ia kenakan untuk pergi bekerja. Rivaldo memberikan banyak pakaian-pakaian baru. Pilihannya jatuh pada kemeja berwarna biru muda dengan rok span berwarna cream yang melekat di pinggul rampingnya.

Kemeja lengan panjangnya ia gulung sepertiga, dengan gelang silver yang ia sematkan di lengan kiri. Rambut panjangnya ia ikat dengan kuncir kuda andalannya. Sedikit riasan ia berikan di wajah cantiknya, membuatnya semakin anggun dengan hanya riasan tipis. Dengan sepatu high heels yang senada dengan rok spannya, serta tas selempang kecil senada dengan kemejanya. Membuatnya semakin cantik dan anggun. Ashila sudah sangat siap untuk kembali bergelung dengan berkas-berkasnya di kantor.

"Kau sudah bangun?" sebuah suara membuat jantung Ashila serasa langsung lepas dari tempatnya, ia terlonjak kaget. Ashila reflek menoleh ke arah asal suara, pria yang sedari tadi tertidur lelap, terlihat sudah bangun dan memamerkan senyuman menyebalkannya.

Namun Ashila memilih diam, ia sangat malas mengeluarkan suaranya untuk bercakap dengan Rivaldo, buang-buang energi saja. Masih terlalu pagi untuk meladeni segala sifa menyebalkan Rivaldo.

"Kau wangi sekali Ashila, sangat wangi sampai masuk ke dalam mimpiku." pria Januar itu kembali meracau, suara khas bangun tidur terdengar sangat seksi. Namun Ashila justru sebal dengan suara itu, Ashila hanya memutar bola matanya malas.

"Astaga ... jam berapa sekarang?" Rivaldo langsung panik, dilihatnya jam yang menggantung di dinding kamar.

Ashila hanya menatap Rivaldo. Ada apa dengan pria itu? Mengapa terlihat begitu panik?

"Sudah jam setengah 7 pagi. Ashila, maaf aku harus pulang ke Mansion, aku terbiasa menyuapi Luna setiap paginya. Kita bertemu di kantor ya." Rivaldo langsung menyambar jaket miliknya dan langsung berlari keluar apartemen.

Ashila menghela nafasnya. Sakit hati? Jujur iya. Sekali lagi Ashila ingat akan posisinya yang hanya sebagai istri kedua Rivaldo, tentu sang istri pertama adalah prioritas pria Januar itu. Ashila hanyalah cadangan, yang hanya didekati ketika pria Januar itu membutuhkannya.

Tak mau berlarut dalam kekesalan dan rasa sakit, Ashila memilih menuju dapur untuk membuat sarapan. Hanya ada beberapa lembar roti tawar dan selai strawberry, mereka tak mempunyai bahan makanan lain, karena belum sempat belanja bahan makanan kemarin.

Wanita cantik itu menggigit roti panggangnya, tangannya sambil memainkan ponsel. Dilihatnya banyak pesan masuk dari Vita, Jessie, dan beberapa pria yang selama ini mendekatinyaㅡ seperti, Jackson, Alan dan Johnny. Tiga pria tampan itu tak ada yang tau tentang pernikahan Ashila dan Rivaldo, mereka bertiga kerap mengirim Ashila pesan, menghujani Ashila dengan banyak perhatian, dan beberapa kali mengirimi Ashila hadiah.

Senyuman tipis terukir kala membaca pesan mereka satu persatu. Pesan grup dari Vita dan Jessie yang mengatakan bahwa mereka sangat merindukan Ashila dan merasa sangat sepi ketika apartemennya hanya dihuni oleh mereka berdua. Ketiganya memang tinggal bersama dalam satu apartemen, sudah bukan hal aneh lagi dengan ketiga wanita cantik itu. Mereka setiap harinya akan berbagi tugas, entah untuk memasak atau beres-beres apartemen itu hal yang wajar bagi ketiganya. Dan sekarang tidak adanya Ashila di apartemennya, membuat keduanya merasa sangat kesepian. Tidak ada celotehan dari Ashila yang sering membangunkannya, ataupun teriakan darinya ketika membuat sarapan.

Ah benar, Ashila merindukan kedua sahabatnya itu. 10 menit berlalu, sarapan Ashila sudah habis, dan kini saatnya wanita cantik itu siap-siap untuk pergi bekerja.

Rivaldo Januar sungguh sangat menyebalkan, pria Januar itu memindahkan Ashila ke apartemen yang sangat mewah. Namun jaraknya sangat jauh dari kantor tempat ia bekerja. Butuh waktu sekitar 35 menit untuk ke kantor Januar Corp dengan mengendarai bus umum. Apartemen lamanya walaupun bukan apartemen mewah, namun hanya berjarak 15 menit dari tempat kerjanya. Ashila berdecak kesal. Nampaknya pria Januar itu sangat ingin menyembunyikan dirinya.

***

Rivaldo mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh, ia harus sampai di Mansion utama sebelum pukul 7 pagi, karena jam 7 biasanya waktu sarapan Luna. Jalanan pagi sudah mulai ramai, para pekerja yang menuju tempat mereka mencari nafkah dan murid yang akan menuju sekolah mulai keluar dan memadati jalanan. Rivaldo harus menyalip banyak sekali mobil demi sampai tepat waktu di Mansionya.

Mobil mulai memasuki halaman Mansion, dilihatnya sudah pukul 7 lebih sepuluh menit, Luna pasti sudah sarapan pagi.

Langkah panjangnya berlari memasuki Mansion, nafasnya terangah, ia langsung menuju kamar sang istri. Dan benar sesuai dugaannya, Luna sedang menikmati sarapan paginya, dengan seorang maid yang menyuapi Luna.

"Rivaldo? Aku kira kau tidak akan pulang." suara lembut wanita berwajah kelinci itu menyapa sang suami yang baru saja masuk ke dalam kamar.

"Maafkan aku terlambat." Rivaldo mengatur nafasnya, ia mendekati Luna.

"Berikan mangkuknya, Bi. Biar aku saja yang menyuapi istriku." ucap Rivaldo kepada sang maid, lalu maid itu pun menyerahkan mangkuk kepada tuannya.

"Rivaldo, harusnya kau tidak perlu repot-repot untuk menyuapiku." ucap Luna.

"Aku tidak mau melewatkan satu hari pun melakukan kebiasaanku ini, aku ingin memastikan kau memakan sarapanmu dan meminum obatmu." Rivaldo tersenyum kearah istrinya, tangannya mulai menyuapi Luna.

"Apa semalam tidurmu nyenyak?" tanya Rivaldo lagi.

Dan Luna hanya menganggukkan kepalanya.

"Iya, sangat nyenyak. Walaupun rasanya ada yang kurang." kekehnya.

"Maafkan aku yang tidak bisa memelukmu sampai pagi." Rivaldo menunjukkan wajah sedihnya.

"Tidak apa-apa, jangan meminta maaf. Ini bukanlah salah mu."

"Lalu kau sendiri? Apa kau tidur dengan nyenyak?" tanya Luna lagi.

"Hemm ... aku tidur sangat nyenyak semalam." tangan Rivaldo terulur untuk menyeka bibir Luna yang belepotan karena terkena bubur.

"Aku sudah kenyang, Rivaldo." ucap Luna ketika suaminya hendak menyuapinya kembali.

"Kau tadi sudah makan berapa suap?"

"Pagi ini aku makan empat suap, Rivaldo. Perutku kenyang sekali."

"Kalau begitu minum obatnya, Luna." Rivaldo menyerahkan butiran-butiran obat kepada istrinya.

"Terimakasih karena kau sudah menjadi suami yang sangat perhatian." Luna tersenyum manatap suaminya.

"Apapun akan aku lakukan untukmu." Rivaldo mengecup kening istrinya lama.

"Aku mandi dulu, ya." pria tampan itu bangun dari duduknya, dan segera masuk ke dalam kamar mandi.