Setelah kurang lebih tiga puluh menit, mobil berhenti tepat di depan rumah Rani. Ameer membuka pintu lebih dulu, lalu di susul Nisa dan Dean. Nisa tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya saat melihat rumah berlantai tiga itu. Rumah yang besar dengan taman yang cukup luas. Tidak jauh berbeda dengan rumah Ameer. Meski rumah Ameer terlihat lebih besar tentunya.
"Non Rani, Non Tari sudah menunggu di gazebo sama pacarnya!" Satpam yang baru saja menutup pintu gerbang menyampaikannya.
"Oh iya Pak. Makasih," balas Rani yang terlihat ramah dengan para pekerja di rumahnya.
"Kalian nunggu di gazebo aja dulu. Gue mau nyiapin minum." Rani menunjuk gazebo yang ada di samping rumahnya.
Sementara Nisa mendengar Nathan ikut, ia sebisa mungkin ingin menghindarinya. "Gue bantuin Lo bikin minuman ya?" Ia lebih memilih membantu Rani menyiapkan minuman.
"Oke." Rani mengerlingkan sebelah matanya. Ia juga punya banyak pertanyaan untuk Nisa yang ia tahan sejak tadi.
"Lo berdua mau minum apa?" tanya Rani menatap Ameer dan Dean bergantian.
"Apa aja!!" jawab mereka berdua kompak. Lalu berjalan menuju gazebo.
Sementara Rani, menarik Nisa cepat-cepat masuk ke dalam rumahnya.
"Bilang ke gue, gimana caranya Lo bisa kenal sama Ameer? Ngga, ngga. Maksud gue kenapa Lo bisa akrab sama Ameer sampe dia mau ngajarin Lo belajar segala?" tanya Rani tidak sabaran. Ia memberondong Nisa dengan pertanyaan-pertanyaan yang untungnya ia sudah memikirkan jawabannya sejak semalam.
"Gue ngga sengaja nge-room bareng dia maen ML," sahutnya dengan santai.
Sementara Rani menutup mulutnya yang menganga lebar. "Lo ML-an sama dia?" Raut wajahnya menunjukkan ekspresi syok dan tidak percaya.
"Iya." Lagi, Nisa tidak paham apa yang sebenarnya di maksud Rani. Atau Rani yang sebenarnya tidak paham dengan yang Nisa maksud.
"Astaga Nisaaa!!!!"
Nisa menutup mulut Rani yang hampir saja berteriak histeris. Melihat ekspresi Rani yang berlebihan seperti itu, Nisa baru menyadari sesuatu.
"Tunggu, tunggu. Lo ngga mikir gue ML-an yang itu kan?"
Rani mengangguk tanpa ragu.
"Astaga Ranii!!" Nisa menepuk jidatnya. "Maksud gue maen Mobile L*g*nd. Bukan yang onohhh! Ya kali gue udah ngga waras!" Nisa hampir saja menoyor Rani karena pikiran nya yang polos.
"Hehehe.. Sorry, gue kan ngga tahu!"
Nisa dan Rani menyusul ke gazebo sambil membawa minuman dan camilan di tangan mereka. Begitu melihat Nathan, ia mendesah. Kenapa sih laki-laki itu harus ikut acara belajar kelompok mereka?
"Sorry ya guys Nathan ikut. Soalnya katanya dia bosen di rumah sendiri. Jadi pengen ikutan sekalian biar lebih akrab sama Lo pada," ujar Tari menjelaskan.
Sementara Nathan hanya mengangguk membenarkan. Meskipun dalam hati ia merasa kesal saat melihat Nisa datang bersama Ameer dan Dean tadi, ia tetap menunjukkan ekspresi ramah. Ia masih berpikir bagaimana cara membalas perbuatan Nisa waktu itu.
"Ck. Dasar buaya darat. Pinter banget ngebo'ong!"umpat Nisa dalam hati.
Nisa mengeluarkan buku latihan dari dalam tasnya. Lalu giliran Ameer yang mulai menjelaskan pada mereka cara menyelesaikan soal-soal tersebut.
"Lo mau ikutan belajar apa cuma mau maen hape doang?" Nisa mendengus kesal saat melihat Dean hanya bermain ponsel bukannya membantu mengerjakan soal.
"Masalah buat Lo?"
"Trus ngapain Lo ngikut kesini?"
"Suka-suka gue lah. Berisik Lo!" Dean sendiri tidak mengerti kenapa tadi mendadak ingin ikut. Rasanya ada sesuatu yang mendorongnya begitu saja.
Nisa ingin mengatainya lagi, tapi Rani buru-buru menahannya. Bisa berabe kalau sampai mereka ribut di rumahnya. Lebih baik membiarkan Dean melakukan sesuka hatinya daripada ikutan belajar juga belum tentu nyambung. Selain punya wajah ganteng, dia juga punya otak yang pas-pasan. Untung saja orang tuanya adalah donatur kedua di SMA Penerus Bangsa, jadi meski nilainya buruk tidak ada yang berani mengganggunya.
"Istirahat dulu deh! Kayaknya kepala gue udah mulai ngebul!" celetuk Nisa sambil meregangkan tangannya. Padahal, mereka belajar belum sampai satu jam.
"Iya nih!" sahut Rani dan Tari. Ikut melemaskan otot-otot mereka.
"Oke, kita istirahat sepuluh menit!" ucap Ameer melirik jam tangannya.
Akhirnya mereka memutuskan istirahat sejenak, menikmati camilan dengan diselingi obrolan ringan.
"Nyokap Bokap Lo belom balik dari Amerika, Ran?" tanya Tari setelah menelan makanannya.
Rani menggeleng, tangannya menyomot biskuit di depannya. "Katanya sih bulan depan. Tapi ngga tau juga!"
"Terus Lo tinggal sama siapa di rumah?" Nisa menatap Rani kagum. Sepertinya Rani memiliki orang tua yang hebat.
"Sama Bik Darsi, asisten rumah tangga gue." Rani tersenyum tipis, tapi tetap tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya yang berubah murung.
"Oh ya, btw rumah Lo dimana, Nis?"
Nisa tergagap saat Nathan menanyakan alamatnya. Bingung harus menjawab apa. Karena tempat dimana ia tinggal saat ini bukanlah rumahnya.
"Di Taman Cempaka Indah, Yank!" Tari yang kembali mengisi mulutnya dengan biskuit menyambar pertanyaan Nathan. Membuat Nisa sedikit bernapas lega.
"Berarti besok giliran belajar di rumah Nisa dong?"
"Uhukk.." Nisa tersedak saat lagi-lagi Nathan menyinggung hal yang sebenarnya sangat ingin ia hindari. Rasanya ia ingin menyiram laki-laki itu dengan minuman di depannya saja.
"Wahh ide bagus tuh!" Rani dan Tari menyahut serempak.
Mata Nisa membulat lebar saat kedua temannya justru mengiyakan dengan antusias. Diliriknya Ameer yang fokus menatap layar ponsel, seperti tidak mendengar apapun.
"Hmm rumah gue sedikit berantakan," jawabnya memberi alasan.
Mendadak Ameer mengalihkan pandangan dan melotot ke arah Nisa. Seolah meminta penjelasan, bagian mana dari rumahnya yang terlihat berantakan. Mendapat tatapan itu, Nisa hanya menggigit bibirnya keluh.
"Ayo dong! Kita kan belom pernah maen ke rumah Lo," rengek Rani.
Nisa masih belum menjawab. Ngga tahu juga mau jawab apa. Ia takut kalau teman-temannya akan mengetahui keadaan dia yang sebenarnya. Bisa-bisa ia di bully dan dijauhi lagi seperti dulu.
"Fix, besok kita belajar di rumah Nisa!" Sementara Tari langsung memutuskannya.
"Lo ikut ngga?" tanya Rani pada Dean yang sejak tadi tidak menggubris obrolan mereka.
"Lihat besok!" jawabnya singkat tanpa mengalihkan pandangan.
Keputusan sudah dibuat, Nisa tidak bisa lagi mencegah atau memberi alasan. Bisa-bisa mereka akan menaruh curiga, terutama Nathan yang sepertinya ingin mencari tahu tentang dirinya.
Entah bagaimana besok, Nisa akan memikirkannya nanti. Yang jelas kini ia harus fokus dulu mendengarkan penjelasan dari Ameer. Menurutnya, cara Ameer menjelaskan lebih mudah dipahami ketimbang Pak Broto. Atau karena view-nya yang terlihat jauh berbeda? Terasa lebih enak dipandang mata, membuat pikiran segar, jadi otaknya pun lebih mudah menyerapnya.
Tepat pukul lima sore, mereka mengakhiri belajar kelompok di rumah Rani. Nisa menolak saat Rani menawarkan dirinya diantar supir. Bagaimana tidak, kalau Nathan dan Tari juga ikut. Baginya naik bis terasa lebih nyaman daripada satu mobil dengan Nathan. Jadilah sekarang ia duduk di halte bersama Ameer dan Dean.