Aku harap tak ada lagi teka-teki yang tak bisa kupecahkan, ingin rasanya mengatakan semuanya pada Ale. Namun, tempat ini seperti mengikatku untuk tidak pergi.
Ruangan itu lebih tampak seperti ruangan para Ratu dan dayang-dayangnya, begitu banyak batu permata hanya untuk menghiasi dinding-dinding kamar itu.
"Dimana ini ?" Shanum bertanya penuh keheranan, mulutya sedari tadi ternganga melihat semua pemandangan mewah di hadapannya.
"Ini adalah ruangan pribadiku. Aku tak pernah mengajak siapapun kesini. Ini pertama kalinya"
"Benarkah,?''
"Yah, kau satu-satunya"
"Tapi, tempat ini sangat mewah. Apa kau seseorang yang berkuasa di tempat ini ?"
"Tidak, aku hanya mendapat fasilitas yang baik, karena telah mengurus hutan dan jantung Emerald" Ergy berbohong yang kesekian kalinya.
"Jantung Emerald ?"
Ergy tak sengaja mengucapkan kata-kata itu, meski dia tahu bahwa gadis dihadapannya tak berbahaya. Namun, jantung Emerald adalah sesuatu hal yang tabu untuk dibicarakan.
"Yah,'' Ergy menjawab dengan singkat, dia tak ingin membuat Shanum memberi pertanyaan lebih banyak lagi.
"Ergy,?''
"Iya"
"Aku akan tidur untuk sementara waktu, ada hal yang akan kuselesaikan di dunia manusia, kuharap untuk saat ini, kita akan lebih sulit mengobrol"
"Baiklah, kau butuh tempat yang nyaman untuk tidur. Bagaimana dengan ruangan itu, kau bisa menggunakan ruang itu sesukamu" Ergy menunjuk satu ruangan yang tertutup sedari tadi.
'"Terimakasih, Ergy.''
Sekat yang terletak diantara batu-batu permata di setiap sudut ruangan itu, membuat semuanya tampak berkilauan, Shanum tak tahu diantara sekat-sekat itu terdapat hal misterius apa lagi.
"Ergy ?"
"Hmm, ada apa ?"
"Ruangan sebelah kanan itu, isinya apa ?'' Shanum menunjuk ruangan paling sudut diantara ruangan utama milik Ergy.
"Senjata"
"Luar biasa, disini benar-benar lengkap. Apa kau suka bertarung ?''
"Hanya digunakan saat kubutuhkan"
"Sepertinya, banyak hal yang tidak kuketahui"
"Perlahan, kau akan tahu semuanya Shanum"
Rasa kantuk dan lelah yang sedari tadi di tahan oleh mata Shanum, membuat dia terlihat seperti gadis mabuk yang mempertahankan kesadarannya.
"Tidurlah Shanum,''
"Apa kau akan meninggalkanku ?"
"Ada beberapa hal yang harus kuselesaikan, kupastikan tak akan ada yang mengusikmu disini."
"Tapi," Ucapan Shanum tertahan di tenggorokannya, hal yang sebenarnya ingin sekali ia katakan adalah dia ingin ditemani oleh Ergy saat tidur. Namun, itu akan lebih sulit, Ergy juga memiliki kesibukannya sendiri.
"Ada apa ?"
"Aku hanya sedikit canggung dan takut"
"Percaya padaku, semuanya akan baik-baik saja"
"Ada hal lagi yang ingin kukatakan padamu. Perutku semakin mengencang,'' Shanum meringis,
"Kau lapar ?"
"Yah, aku tak bisa tidur dengan keadaan lapar.''
"Tunggu sebentar," Ergy mendekati sebuah lemari yang terlihat seperti sekat-sekat kosong.
Lemari terbuka, begitu banyak jenis makanan dan harum kue-kue manis yang tercium oleh Shanum, lima puluh jenis makanan berbeda tertera dan terpajang rapi di lemari itu.
"Kau bisa makan apapun yang kau inginkan"
"Benarkah,? tempat ini benar-benar luar biasa" Shanum berdecak kagum untuk kesekian kalinya.
***
Suara bising mesin-mesin berderu yang biasa terdengar pada distrik teknologi meluruh ketika Stuart membuat panel surya yang ada di langit-langit laboratorium. Elara membiarkan pandanganya terus mengarah pada Stuart sedari tadi tanpa sedikitpun berkedip.
Lelaki itu bagai dinding kaca yang memiliki tak kasat mata yang membuat Elara bebar-benar tak dapat menggapainya.
Stuart sendiri, memiliki gadis pujaan lain. Mira dari klan Nature, seorang gadis berperawakan manis dan polos. Ketenangan yang dimiliki gadis itu membuat siapapun yang melihatnya akan merasa nyaman dan terlindungi.
Stuart bersyukur, Mira tak terpilih menjadi Ratu penjaga. Hatinya berdebar terus-menerus melihat gadis itu memainkan air-air kehidupan untuk menyembuhkan para pohon yang terbakar.
Gadis yang membuatnya jatuh cinta bahkan dalam sekali projek yang sama, gadis yang tak pernah menghilangkan senyum di wajahnya. Stuart menyukai segala hal yang ada pada gadis itu.
"Stuart, kau butuh bantuan ?" Elara menghampiri.
"Tidak, aku bisa melakukannya sendiri" Stuart tak memandang sedikit pun ke arah Elara yang berada tepat di sampingnya.
Stuart berpikir bahwa gadis yang tak menarik sama sekali bagi siapapun yang melihatnya adalah Elara, gadis kurus dengan tingkah yang selalu semborono, membuat Stuart berpikir ulang untuk menyerahkan pekerjaan nya pada Elara.
Elara tak menyerah, dia kembali menyodorkan sebotol air mineral untuk Stuart yang menyeka keringatnya.
"Stuart, istirahatlah"
"Aku akan istirahat jika sudah waktunya". Stuart mulai tak sabar, gadis itu benar-benar mengganggu.
Elara menghela napas panjang, mempertahankan posisinya yang mulai tersudut. Namun, Elara bukanlah gadis yang mudah menyerah. Tapi, dia bukan juga gadis yang tak tahu malu. Akan tetapi, berbeda jika itu tentang Stuart.
"Kau sudah bekerja dari tadi pagi, sebaiknya biar aku yang melanjutkan pekerjaanmu"
"Aku tak bisa memercayaimu !" Stuart mulai menghardik, dia tak fokus dengan pekerjaannya.
Kali ini, Elara mengalah. Gadis itu memutuskan untuk mencari hal yang dapat ia lakukan dan menghilangkan rasa sesak di dadanya akibat penolakan dari Stuart.
"Kau tak apa ?" Seorang lelaki dari klan Samos mendekati Elara yang tampak sangat kecewa.
"Tidak, aku baik-baik saja" Elara menyembunyikan perasaannya.
"Jika tak apa-apa. Maukah kau membantuku, menarik kawat yang ada di sekitar mesin pembersih di lantai satu ?"
"Yah," Elara mengiyakan dengan cepat.
Terlalu banyak hal yang harus Elara pelajari, sebagai anak baru. Dia belum banyak mengetahui tentang hal-hal besar dan kecil apa yang harus ia lakukan. Stuart yang seharusnya menjadi pemandu untuknya selama tiga bulan, sama sekali tak mengajaknya berbicara selama pada jam kerja distrik. Elara benar-benar frustasi.
Gery mendapati Elara yang sibuk menarik kawat-kawat yang tak mengikuti arah yang benar.
"Apa yang kau lakukan, anak baru ?"
Elara tersentak, menjatuhkan kawat yang di gulungnya menjadi kumpulan kawat yang bengkok dan acak.
"Aku sedang membantu Kutre"
"Membantu katamu,? Kau sedang mengacaukannya !" Gery dari klan Salos mengencangkan rahangnya, seakan ingin melahap gadis itu dengan sekali gigitan.
"Maaf, aku hanya disuruh menarik kawat-kawat ini" Elara tampak kikuk dan merasa bersalah.
"Jika ada sesuatu yang tak kau mengerti, jangan segan untuk bertanya. Jika, begini kau mengacaukan pekerjaan orang lain.!"
"Maaf" Elara tertunduk.
Kekacauan yang terdengar dari lantai satu menghilangkan konstrasi Stuart yang sibuk pada panel-panelnya. Ballarium yang terbuka di bagian tengahnya menjadi penghubung antara lantai satu dengan lantai yang lain. Stuart memastikan, bahwa tak ada masalah serius yang terjadi.
"Ada apa ?" Stuart berteriak dari lantai empat.
"Tidak apa-apa, hanya kekacauan kecil, karena anak ingusan ini" Gery menunjuk Elara dengan sembarang.
Elara memasang wajah tak suka, dia tak suka dipanggil anak ingusan. Baginya, itu sesuatu penghinaan besar.
"Maaf ? Ingusan ?''
"Yah, kau seperti anak ingusan yang belum mengerti apa-apa, aku juga heran mengapa kau bisa masuk ke distrik Teknologi. Ahhh….pasti karena bantuan nenekmu bukan ?" Gery berkata dengan nada mengejek.
Elara menahan geramnya, dia tak ingin membuat onar dengan menghantam kepala lelaki di depannya, sedang dia belum tiga bulan berada di distrik ini.