"Apa kau bersungguh-sungguh?" Mata Dhea berbinar.
"Iya. Aku memang punya kehidupan lain, tapi sepertinya menjadi manusia juga tak ada salahnya," lanjut Hani yang mulai tertarik untuk menjadi dirinya yang dulu.
"Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya mengubah supaya kau menjadi manusia. Ah! Lebih tepatnya aku ini tidak tahu kau masih manusia atau benar-benar arwah."
Bersamaan dengan itu kebingungan menyambangi hati Dhea. Dia bisa melihat Hani, menyentuh wanita itu, bahkan berbicara dengannya. Apakah pantas jika Hani dikatakan sebagai arwah?
"Hani, apa kau mengenal San dan Abin?"
"Tidak. Siapa mereka?"
"Kau tidak mengenal mereka, benarkah?" Dhea terperanjat.
"Tidak."
"Mereka berdua adalah kakakmu."
"Oh, jadi aku punya kakak juga? Kupikir aku hanya seorang diri di sini."
Ingatan Hani memang sudah tidak berfungsi lagi, membuat kepercayaan Dhea kembali, bahwa dia memanglah arwah sungguhan. Dhea tidak pernah merasakan menjadi Hani.
