"Jalan terus hingga kita akan sadar bahwa— arg!" ujar Dhea yang mana berakhir teriakan nyaring.
Adit yang semula di depan segera menoleh khawatir, tapi yang dia lihat hannyalah cacing di kaki Dhea. Laki-laki itu kira ada ular atau semacamnya.
"Lebih baik kamu kembali saja daripada berteriak nyaring di tengah hutan," cetus Adit.
"Kaka, tidak mengerti rasanya cacing di kaki kita. Itu menggelikan," jawab Dhea tidak mau kalah.
Gadis tersebut maju dan menyejajarkan langkah dengan Adit seraya mulutnya terus mengunyah makanan seolah tidak akan pernah lelah. Sesekali Dhea akan berbicara tentang hal tidak berguna.
"Kak, apa masih lama?" tanya Dhea.
"Kita berhenti dulu, aku tidak mau anak orang mati bersamaku," jawabnya.
"Lalu kita akan abadi menjadi arwah. Tidak buruk," balasnya yang mana membuat Adit menggeleng pelan.
Dhea duduk di bawah pohon dengan menekuk kaki, tiba-tiba Adit menarik kakinya agar lurus dan melepaskan sepatunya.
"Pasti gerah, kan?" tebak Adit.