Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Terpaksa Menikahi Sang Residivis

erin_martalina
--
chs / week
--
NOT RATINGS
5.9k
Views
Synopsis
Ini adalah kisah Kaylia si anak angkat yang merasa tahu diri dengan keadaannya. Pergulatan batin akan cita-citanya di masa depan dan juga kenyataan bahwa ia harus dan terpaksa menikah dengan Salim sang residivis dengan segudang catatan kelam bahkan dijuluki sebagai The Black World Conqueror. Takdir yang membawa Kaylia akhirnya mau tak mau menikah dengan sang residivis membuatnya tahu sisi lain dari dunia sang suami yang ternyata dibalik wajah sangar, tatto elang, orangtua sang rentenir, bahkan beberapa orang yang Kaylia temui dengan wajah menyeramkan, tersimpan duri tersakit yang diam-diam disembunyikan oleh sang suami. Duri yang sengaja ia tahan sakitnya karena jika sampai duri itu ia cabut dan sembuh, akan ada orang lain yang merugi akan hal itu. Pernikahan kontrak yang ditawarkan sang suami di awal pernikahan mulanya membuat Kaylia bernafas lega dan menganggap penderitaan pernikahan ini tak lama lagi, lantas ia bisa mengepakkan sayap dan merengkuh berbagai impian dan cita-cita yang pernah tergores pada pena kala ia remaja itu, namun badai pernikahan datang silih berganti, membuat pasangan suami istri mendadak menikah itu lambat laun saling mengisi dan menguatkan. Permasalahan-permasalahan timbul silih berganti, hingga Zulfa sang kakak angkat sadar dari komanya dan meminta menggantikan peran Kaylia. Salim yang dulu memang pernah menyimpan rasa kepada Zulfa, membuat Kaylia merasa tersisihkan, Kaylia merasa harus mengalah sedemikian kali lagi demi sang kakak. Lantas apakah cinta Salim akan berlabuh pada Zulfa ataukah tetap dengan sang pengantin pengganti?
VIEW MORE

Chapter 1 - Benzodiazepine

Terpaksa Menikahi Sang Residivis

Part 1. Benzodiazepines

By. Erin Marta Lina

"Zulfa pingsan dek, pengantin laki-laki sudah menuju kemari. Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Budhe Rum panik saat mengetahui keponakannya sedang tak sadarkan diri, padahal ini adalah hari pernikahannya dengan Salim anak Juragan Maskur.

"Benarkah? Lantas bagaimana kondisi Zulfa sekarang? Mana Zulfa mbak?" Tergopoh-gopoh Bu Masita untuk melihat kondisi putrinya, ia sedang membantu para sinoman (lelaki atau pemuda desa yang bertugas membantu tuan rumah mempersiapkan tempat dan hidangan saat hajatan) untuk mempersiapkan kursi bagi tamu undangan nanti, hingga ia dikabari bahwa Zulfa pingsan. Paniklah Bu Masita lantas berlari menuju kamar anaknya yang terakhir sedang dirias.

"Ya Allah Zulfa, kamu kenapa nak? Kenapa dengan Zulfa Pak? Zulfa, bangun nak" tangis Bu Masita mengetahui anaknya pingsan dengan riasan yang telah sempurna di wajah manisnya.

"Aku menemukan ini di dekat Zulfa pingsan Bu, sepertinya Zulfa meminum obat ini dengan jumlah banyak sekali" jawab perias pengantin yang berlagak kalem seperti wanita.

"Ben-zo-di-a-ze-pi-nes, ini obat apa?" Budhe Rum membaca obat itu perlahan.

"Coba kulihat Budhe" Kaylia adik dari Zulfa membaca obat tersebut dan mencarinya di kolom pencarian google, meski ia adalah salah lulusan siswi di sekolah kesehatan, tapi beberapa obat belum ia hafal. Sementara Pak Markadi membopong sang putri sulung ke atas kasur lalu terlihat seperti menelepon seseorang.

"Ini obat anti kecemasan Budhe, kenapa Mbak Zulfa minum obat anti cemas? Apa yang membuat Mbak Zulfa tertekan? Bu, ini obat semacam obat untuk menenangkan diri, mbak Zulfa sedang dalam depresi kah Bu?" Cecar Kaylia setelah melihat hasil pencarian di ponsel pintar miliknya.

Sepulang dari sekolah dan mondok, ia dikabari mendadak oleh sang Ibu bahwa kakaknya akan menikah. Heran memang, tapi ia fikir mungkin ini adalah pilihan Bapak dan Ibunya mengingat beberapa kali kedua orang tuanya menawari agar segera menikah tapi responnya selalu ditolak oleh Zulfa. Zulfa berasalan bahwa ia telah memiliki kekasih dan akan sgeera menikah setelah keduanya lulus kuliah.

"Zulfa... Ya Allah Zulfa anakku... Kukira kamu ikhlas dengan pernikahan ini nak....hu hu hu maafkan Ibu dan bapak nak" Tangis Bu Masita kian terdengar pilu. Kaylia menangkap hal tak biasa dalam ucapan sang ibu.

"Jadi, pernikahan ini sesuatu yang tidak pernah diharapkan Mbak Zulfa?" Desis Kaylia pelan, hanya ia yang mendengarnya.

"Pak, Zulfa Pak... Ini salah kita Pak. Hu hu hu" Bu Masita kini meraung mendekati Pak Markadi yang sedari tadi cemas tapi tak bisa berbuat banyak.

"Budhe... Pakdhe... Calon manten laki-laki dan rombongan sudah datang" seorang pemuda yang kuperkirakan adalah salah satu keponakan jauh dari pihak bapak menyampaikan kabar bahwa calon suami Mbak Zulfa sudah datang. Pak Markadi terlihat semakin panik sambil sesekali membenahi songkok hitam yang telah terpasang rapi sedari pagi tadi.

"Pak... Bagaimana ini Pak, jelas Juragan Maskur tak akan mau menghentikan pernikahan ini. Ia tak akan mau malu dan dipermalukan" Ibu terlihat semakin cemas, sedih, dan ketakutan. Kaylia berjalan ke depan melihat bagaimana calon suami Zulfa hingga membuatnya depresi seperti ini.

"Sudah Bu, ini murni kesalahan kita. Mari kita hadapi Juragan Maskur dan jujur bahwa anak kita Zulfa sedang tak baik-baik saja, dan menjelaskan kondisinya" Pak Markadi berusaha menenangkan istrinya.

"Tapi Pak, bagaimana jika Juragan Maskur tidak bisa menerima kemudian menyita rumah ini Pak. Kita juga tidak punya uang untuk membayar hutang kepadanya saat ini" Bu Masita harap-harap cemas terhadap keadaan yang menghimpitnya saat ini. Pak Markadi terlihat gelisah, mondar-mandir ia dalam ruangan sambil menunggu sang putri bangun dan sadar.

"Pak Markadi, ada apa ini? Apa benar Zulfa pingsan karena pernikahan ini?" Seorang lelaki tambun masuk ke dalam ruangan tanpa salam. Diikuti seorang pemuda berwajah sangar dengan kemeja batik panjang dan beberapa orang di belakangnya. Mereka adalah keluarga Juragan Maskur.

Buru-buru Pak Markadi keluar dari dalam kamar Zulfa kemudian menemui sang pria tambun.

"Mm.. maaf juragan, Zulfa, Zulfa pingsan." Jawab Pak Markadi terbata.

"Heh? Pingsan? Kalau begitu cepat bangunkan. Kasih minyak atau bau-bauan apalah itu agar ia lekas sadar. Pernikahan ini harus segera dilaksanakan" ucap Juragan Maskur seakan pingsannya Zulfa adalah hal sepele seperti seorang tidur.

Pemuda berwajah sangar di sebelah pria tambun itu terlihat tidak begitu terpengaruh dengan keadaan yang ada. Ia adalah Salim -calon pengantin laki-laki-. Pernikahan ini adalah aturan wajib dari sang Ayah dan sama sekali bukan keinginannya, ia dipaksa segera menikah padahal dalam benaknya ia sama sekali belum siap. Dunia hitam yang ia jalani masih teramat manis untuk diteguk di usianya yang sudah hampir kepala tiga. Namun, ia tak berdaya jika sudah menyangkut sang ibu.

"Bu ... Bu.. coba usahain lagi biar Zulfa sadar" bisik Pak Markadi pada Bu Masita.

Belum sempat Bu Masita beranjak, Kaylia keluar sambil tergopoh-gopoh.

"Pak, Bu ... Mbak Zulfa kejang dan mulutnya mengeluarkan busa" gadis berusia delapan belas tahun itu berlari menuju ruang tamu untuk memberitahu ayah dan ibunya.

"Apa? Zulfa ... Zulfa...bawa ke rumah sakit. Duh Gusti.. anakku" raung Bu Masita tergesa menuju kamar Zulfa.

Pak Markadi tergesa mengikuti istrinya. Kaylia yang masih panik di ruang tamu berinisiatif meminta tolong kerabat yang memiliki kendaraan untuk segera mengantar sang kakak. Namun, seluruh kerabat Pak Markadi dan tetangga terdekat tak ada satupun yang memiliki mobil. Dilihatnya mobil hitam terparkir rapi tak jauh dari musholla dekat rumah. Buru-buru ia tanya kepada Rini sepupunya dari pihak ibu.

"Rin, ini mobil punya siapa?" Tanya Kaylia dengan panik mengingat kondisi sang kakak.

Belum sempat Rini menjawab, suara berat di belakangnya membuat Kaylia berjingkat.

"Mari antar kakakmu ke rumah sakit" Kaylia terkejut karena pria sangar di ruang tamu tadi sudah ada di belakangnya bersama bapak dan Pakdhe Basuki membopong Zulfa diikuti Bu Masita masih menangis.

Kaylia minggir dan mempersilakan orangtua dan para lelaki masuk ke dalam mobil. Terlihat sekali wajah Juragan Maskur yang kesal karena kejadian ini.

"Kay kamu di rumah saja ya, akan bapak kabari apapun itu." Titah bapak setelah meletakkan Mbak Zulfa ke dalam mobil. Lelaki sangat yang ia tahu bernama Salim tadi terlihat melihat lewat spion mobil hitam ber-merk P*jero itu.

Kaylia yang masih dalam keadaan panik hanya mengangguk saja pada perintah bapak. Mobil melaju pelan. Para tetangga yang tidak ikut rewang keluar melihat apa ramai-ramai terjadi di rumahnya. Beberapa menggunjing sambil berbisik. Kaylia yang hanya beberapa kali pulang dalam setahun tidak begitu mengenal mereka, karena ia dan keluarganya sekeluarga pindah kemari semenjak ia kelas satu SMA. Kaylia memutuskan sekolah sambil mondok dan Zulfa kuliah di universitas swasta masuk kota. Rumah mereka termasuk dalam kawasan pinggiran.

"Kaylia ya ... Eh beneran kakakmu nikah buat dijadiin bayaran hutang? Kalau iya ih kasihan bener." Budhe Nilam, kakak jauh dari pihak ibu datang sambil berbisik kepadaku. Padahal itu sepertinya bukan bisikan, karena Bulek Siti di sampingku saja bisa mendengarnya.

"Aku nggak tahu budhe, aku kan baru pulang mondok kemarin. Dapat kabar mbak Zulfa mau nikah udah gitu aja" jawabku jujur. Meski tadi sempat kudengar bahwa ibu menyesal atas keputusannya menikahkan Mbak Zulfa dengan anak Juragan Maskur.

"Duh, lagaknya aja ibu bapakmu itu. Ternyata anaknya dijual buat dijadiin bayaran utang. Dih, kalau aku nih mending mah hidup pas-pasan tapi anakku bahagia ketimbang hidup bahagia sampai mengorbankan anak-anak" ucapnya lagi.

"Eh, iya budhe. Ya udah ya budhe, Kaylia ke dalam dulu" pamit Kaylia. Ia tak ingin berlama-lama dalam obrolan yang ia sendiri belum faham kebenarannya.

"Eh, jeng... Itu tadi yang namanya Kaylia? Yang anak ...." Belum sempat seorang wanita tadi berbicara dengan Budhe Nilam, tiba tiba ucapannya dipotong olehnhya.

"Jangan bicarakan itu. Itu wadi (rahasia)" jawab Budhe Nilam sambil berbisik. Masih terdengar jelas karena Kaylia hanya beranjak sekitar tiga meter saja dari mereka berdua.

Entahlah, Kaylia acuh saja dengan ucapan ibu-ibu itu.

Kaylia beranjak menuju kamar sang kakak. Beberapa perias pengantin mulai mengepak alat make up yang telah ia gunakan untuk merias calon pengantin.

"Eh, dek... Kamu adeknya mbak manten tadi yee?" Tanya seorang perias laki-laki namun bergaya lekoh layaknya perempuan.

"Iya kak, saya adiknya Mbak Zulfa" jawab Kaylia. Ia membantu merapikan sprei dan bantal di kamar Zulfa.

"Adik kandung?" Tanyanya lagi.

"Iya kak" jawab Kaylia sembari tersenyum.

"Yeee... Nggak mirip sama sekali sama mbak manten. Lebih cantik. Tapi mbak manten tadi manis. Ya kan sis" ucapnya sambil menyenggol lengan rekannya yang memakai jilbab disampirkan di pundak.

"Apalah lu ini. Dah, buruan dikemasi. Tugas kita udah selesai" jawabnya acuh sembari tetap berkemas memasukkan beberapa buli mata yang masih dalam wadah plastik ke dalam koper besar khas milik make up artist atau MUA.

"Ih, dilihat dulu napa" jawabnya ketus. Namun ia segera menyelesaikan merapikan barang-barang dan memastikan tak ada satupun yang tertinggal.

Kaylia hanya tersenyum menanggapinya. Sudah sering dan banyak yang bilang bahwa ia memang tak sedikitpun mirip dengan Zulfa. Zulfa lebih condong pada wajah oval dan kulit sawo matang manis mewarisi kulit sang ibu serta lesung pipi yang mewarisi dari sang ayah. Sedangkan Kaylia memiliki wajah oval dengan kulit putih tanpa lesung pipi. Jika dilihat dari sisi manapun, tak ada kemiripan antara dia dengan Zulfa maupun Pak Markadi dan Bu Masita. Namun, Bu Masita pernah berkata bahwa nenek dari pihak Pak Markadi yang mirip sekali dengannya. Ia percaya saja, meski belum pernah sekalipun bertemu atau melihat fotonya.

Drrrrt... Drrrt... Drrrt...

Bunyi ponsel Kaylia berbunyi. Tertera nama 'Bapak' dalam layarnya.

"Assalamualaikum" ucap Kaylia

(Wa'alaikumussalamwrwb) jawab Pak Markadi di seberang sana.

"Bagaimana keadaan Mbak Zulfa pak?" Tanya Kaylia ia tak sabar mendengar kabar kakak kesayangannya itu.

Terdengar hening beberapa saat.

"Pak... Mbak Zulfa bagaimana pak? Baik-baik saja bukan?" Tanya Kaylia lagi.

(Mbakmu ... Mbakmu... Koma nak) jawab suara berat Pak Markadi di seberang

Persendian kaki Kaylia seakan lolos tanpa daya. Ia terjatuh di kasur, tiga orang perias yang melihatnya terkejut. Melihat Kaylia mengangkat telepon sambil menangis berurai air mata.