Terpaksa Menikahi Sang Residivis
Part 4. Ijab Kabul Sang Mantan Narapidana
By. Erin Marta Lina
"Drrrt drrrttt" ponsel milik Pak Markadi bergetar, tertera nama Kaylia.
"Assalamualaikum nak"
(Wa'alaikumussalam bapak, bagaimana keadaan Mbak Zulfa?) Tanya Kaylia di seberang
"Mbak mu masih koma nak, dokter menyarankan agar mbak mu dirawat dulu beberapa hari, sambil menunggu hasil observasi keluar" jawab Pak Markadi.
(Innalilahi... Kalau begitu, Kaylia nyusul ke rumah sakit ya pak, sekalian bawain bapak, ibu, dan Mbak Zulfa baju ganti) saran Kaylia.
"Baik nak, hati-hatilah di jalan. Jangan lupa kunci rumah. Naik taksi saja agar aman" titah Pak Markadi pada sang putri kedua.
(Iya Pak. Kaylia siap-siap dulu. Assalamualaikum)
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarokaatuh" jawab Pak Markadi. Air mata tiba-tiba menetes kala menutup panggilan dari Kaylia.
"Bapak kenapa?" Tanya Bu Masita
"Enggak Bu, Bapak hanya tak bisa membayangkan jika Kaylia menggantikan Zulfa untuk menikah dengan anaknya Juragan Maskur. Bapak gak tega Bu" desis bapak pelan, meratapi nasib anak-anaknya karena kesalahan dan kecerobohannya.
Bu Masita menggenggam erat tangan lelaki yang sudah dua puluh tiga tahun menemaninya.
"Allah punya rencana terbaik Pak" Bu Masita mencoba menguatkan sang suami.
****
"Kay, ibu mau bicara sesuatu hal denganmu nak" ucap Bu Masita saat Kaylia selesai mengelap tubuh Zulfa sebagai ganti mandi.
"Eh, ibu... Ada apa Bu?" Tanya Kaylia.
"Kamu sudah tahu bukan, bahwa alasan Mbak mu sampai terbaring koma seperti ini?" Bu Masita mencoba membuka percakapan.
"Kaylia hanya menebak dari membaca dari keadaan juga omongan kerabat dan tetangga Bu, kalau untuk alasan sebenarnya Kaylia tidak tahu pasti" jawab Kaylia jujur.
"Mbak mu sudah punya kekasih, Ethan namanya. Ia berencana akan menikah dengan Ethan selepas kuliah mereka sama-sama selesai. Namun, hal itu terpaksa terancam gagal setelah tiba-tiba Juragan Maskur datang dan meminta segera pelunasan hutang bapakmu kepadanya. Ia mengancam akan menyita rumah dan sawah satu-satunya sumber penghasilan Bapakmu."
"Juragan Maskur minta jika kami tak bisa membayar hutang, maka kami harus rela jika Mbakmu harus menikah dengan anak Juragan Maskur yang bernama Salim. Kami tentu saja menolak mengingat Salim bukanlah lelaki baik, ia mantan narapidana. Berbagai kejahatan pernah ia lakukan, bahkan tak tanggung-tanggung delapan belas kali ia keluar masuk tahanan. Tapi entah tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba Juragan Maskur memiliki ide gila seperti itu"
"Bapak dan Ibu menjelaskan kepada Mbakmu perihal hal ini. Mbakmu yang merasa bersalah karena hutang kepada rentenir itu memang untuk membiayai kuliahnya, maka ia setuju saja meski Ibu menangkap gurat kesedihan mendalam di dalamnya." Lanjut ibu bercerita.
"Mbakmu menerima saja tawaran menikah dengan Salim, semua kebutuhan lamaran, seserahan, hingga pernikahan telah disiapkan oleh Juragan Maskur. Kami hanya menyiapkan apa saja perintah mereka."
"Tapi nahas, ternyata dalam diamnya Zulfa, menyimpan kekecewaan besar, ia yang memang pendiam, tak pernah lagi mau membaur dengan Ibu dan Bapak, beberapa kali tak masuk kuliah padahal ini adalah masa-masa semester akhir. Hingga terjadilah malapetaka ini, Mbak Zulfa diam-diam minum obat penenang untuk mempermudahnya tidur, ia paksa fisik dan psikis nya untuk menerima pernikahan ini" ucap Bu Masita berurai air mata penyesalan.
"Lantas bagaimana dengan hutang-hutang itu sekarang Bu?" Tanya Kaylia
Bu Masita masih tergugu dalam tangisnya sambil mengelus lembut jemari sang putri.
"Juragan Maskur minta pengantin pengganti" ucap Bu Masita.
"Maksudnya apa Bu?" Tanya Kaylia masih belum paham arah pembicaraan ini.
"Maafkan Ibu nak" derai air mata Bu Masita kian menjadi sambil menciumi tangan sang putri. Tak kuasa bibirnya berucap bahwa ia lah pengantin pengganti itu.
"Astaghfirullah ibu... Aku kah itu Bu?" Kaylia mulai menyadari maksud sang ibu.
"Maafkan Ibu dan Bapakmu yang bodoh ini nak. Iman kami belum cukup kuat. Bapak dan Ibu rasanya kalut. Mereka mengancam menyita rumah dan sawah, belum lagi biaya pengobatan Mbakmu. Ibu rasanya tak bisa lagi berpikir jernih. Maafkan Ibumu yang bodoh dan kurang iman ini anakku" tergugu Bu Masita memeluk Kaylia. Kaylia menangis, tangis yang entah tak bisa lagi ia urai isi hati dan pikirannya.
****
"Saya terima nikah dan kawinnya Kaylia Khoiru Nisa binti Markadi dengan mas kawin uang tunai tiga ratus juta rupiah, perhiasan emas lima puluh gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai" ucapan qobul terdengar jelas dan lancar oleh lelaki berjas hitam menjabat tangan penghulu. Salim mengikrarkan sumpah pernikahan disaksikan kerabat dan saudara.
Pernikahan yang seyogyanya Pak Markadi sebagai wali nikah, tapi dialihkan kepada wali hakim. Kenyataan yang lebih pahit bagi Kaylia ketika tahu bahwa ia bukan anak kandung Pak Markadi dan Bu Masita.
"Sah ... Sah ... Sah" tanya penghulu kepada saksi. Dan dijawab serempak dengan ucapan 'saaaaah'
"Alhamdulillah hirabbil 'aalamiin" ucap mereka bersamaan.
Ya, Kaylia Khoiru Nisa akhirnya menikah dengan Salim Zakariya, pemuda dengan segudang catatan hitam. Sang narapidana dengan julukan the black world conqueror.
Doa pernikahan panjang sebagai bekal dalam pernikahan tanpa keikhlasan ini mengiring syahdu menandakan takdir baru telah terpampang bagi kehidupan Kaylia dan Salim. Entah berkah ataukah musibah di balik terselenggaranya pernikahan paksa ini.
"Sematkan cincin ini kepada Kaylia istrimu" titah Juragan Maskur kepada Salim yang tak sedikitpun menampakkan raut bahagia layaknya pengantin pada umumnya. Kaylia menunduk dalam tak mampu ia membendung air matanya. Bukan ini yang kan inginkan, menikah dini dengan lelaki yang sama sekali tidak ia kenal, bahkan orang lebih mengenal berbagai keburukan dalam diri sang pengantin pria. Namun, bakti pada Bapak dan Ibunya menghancurkan ego dalam sanubari perempuan yang telah sah menjadi Nyonya Salim Zakariya ini.
Setetes air mata bening keluar dari mata si gadis delapan belas tahun itu kala Salim menyematkan cincin emas bermata sederhana namun anggun sekali. Kini seluruh hidup dan matinya telah berpindah di pundak lelaki di sampingnya. Salim.
Juragan Maskur dan Bu Winda yang duduk di kursi roda tersenyum, akhirnya sang putra yang begitu liar itu kini telah melaksanakan separuh agamanya. Namun, hal itu sungguh bertolak belakang dengan kemelut perasaan Pak Markadi dan Bu Masita.
Bu Masita pingsan, tak kuasa ia bayangkan betapa hancur dan kecewanya sang putri kedua, menerima takdir menikah dengan mantan narapidana lalu mau tak mau menerima kenyataan bahwa ia adalah anak angkat, anak yang sengaja Pak Markadi dan Bu Masita ambil dari panti asuhan. Rahasia yang ia tutup rapat, mau tak mau terbuka di saat yang tidak tepat. Bahkan Bu Masita tak berani menatap wajah teduh sang putri malam sebelum acara ijab qobul dimulai.
"Ibu ... Bu... Bangun Bu..." Ucap Pak Markadi membangunkan sang istri yang lemas tak berdaya di sampingnya.
Salim dengan sigap mengangkat tubuh sang mertua menuju kamar. Benarkah dia sang mantan narapidana itu? Kenapa tak pernah sekalipun Kaylia melihat binar jahat dalam mata cokelat sang lelaki yang tiga kali ia temui sebelum pernikahan ini terjadi. Entahlah.