Sejak hari itu Christoper telah resmi bergabung dalam sindikat mafia yang dipimpin oleh Mathias. Pada mulanya ia tidak tahu apa pun dan hanya menjalankan perintah bahwa ia harus membeli banyak barang apa pun yang ia suka menggunakan uang dari Mathias. Terkadang pula ia harus membawakan sebuah tas besar yang entah apa isinya kepada seseorang di tempat-tempat tertentu.
Semakin lama Christoper akhirnya tahu juga bahwa ia telah menjadi seorang penjahat. Ia menyebarkan uang palsu, obat-obatan terlarang bahkan ia juga dilatih menggunakan senjata api dan senjata tajam.
Bertahun-tahun telah berlalu hingga akhirnya Christoper telah tumbuh dewasa dan Mathias telah menua. Sampai usia senjanya, Mathias tak pernah menikah. Sudah sejak pertama kali ia berkecimpung di dunia gelap ia meninggalkan keluarganya yang bahkan tak pernah mencarinya.
Karena tak ada satu pun keluarga, sebelum Mathias menemui ajal ia sempat mengatakan pada Christoper bahwa ia akan menyerahkan segala yang ia miliki kepada Christoper, termasuk harta yang selama ini telah terkumpul karena bisnis haramnya.
"Kenapa kau harus menyerahkan semuanya padaku?" tanya Christoper saat menemui Mathias di ruangannya.
Mathias diam sejenak seraya duduk di sofa pribadinya di dekat perapian. Sesekali ia menghisap cerutu di tangannya kemudian menatap Christoper. "Bagiku kau seperti seorang putra," jawabnya.
Christoper terkekeh geli mendengar jawaban itu dan makin lama tawanya makin tidak bisa dihentikan.
"Aku serius," kata Mathias.
Christoper pun menghentikan tawanya meski sesekali ia masih merasa geli. "Apa yang membuatmu mengatakan hal seperti itu, aku bahkan tak menyangka kau akan mengeluarkan kata-kata seperti itu?" tanyanya.
Mathias tercenung lalu berkata, "mungkin bagimu aku hanya seorang bos tak berperasaan dan hanya memikirkan uang tapi aku juga seorang manusia biasa yang butuh kehangatan sebuah keluarga," tuturnya.
Melihat Mathias yang berkata sebegitu dalam ia pun tertegun. Meski sebentar setidaknya ia tahu bagaimana manisnya sebuah keluarga. Ia tahu persis apa yang dirasakan Mathias karena ia juga merasakannya.
"Jika aku menganggapmu sebagai putraku, apakah kau keberatan, Christoper?" tanya Mathias.
"Kenapa kau ingin aku menjadi putramu, bukankah selama ini hubungan kita hanya sebatas pekerjaan?" tanya Christoper.
Mathias menghela napas, "mungkin bagimu memang begitu, tapi sejak bertemu denganmu saat pertama kali, aku merasa kita memang seharusnya bertemu, kau yang paling kupercaya di antara yang lain, kau yang paling bisa kuandalkan," paparnya.
Christoper terdiam tak tahu harus bagaimana. Ia pun hanya berdiri di depan jendela seraya menatap gelapnya hutan di luar sana.
"Aku sudah semakin tua dan kulitku juga sudah bau tanah, aku ingin ada yang menemani masa senjaku, aku ingin memiliki seorang ahli waris, dan aku memilihmu," ungkap Mathias.
Christoper tersenyum tipis sambil masih menatap ke luar, "terus terang saja, Mathias, aku tidak tahu harus berkata apa, aku bahkan masih terkejut dengan hal ini, aku masih menganggapmu seorang bos yang selama ini kusegani," ungkap Christoper.
"Mungkin kau butuh waktu, Christoper, aku mengerti hal itu," kata Mathias.
Dengan masih kebingungan harus berkata apa Christoper akhirnya meninggalkan Mathias seorang diri.
***
Christoper tak menyadari hari telah senja. Sejak tadi ternyata ia hanya bergumul dengan masa lalu yang hanya tinggal ingatan. Ia mengedarkan mata ke sekeliling. Pemandangan tempat itu masih sama, Hamparan air laut yang dikelilingi tebing-tebing tinggi. Ia lalu menoleh ke bangunan panti asuhan yang sudah lama tidak ditempati orang itu, memandanginya sebentar kemudian menginjak pedal gas dan pergi meninggalkan tempat itu.
Christoper sampai di rumah saat hari sudah malam. Saat ia masuk tanpa sengaja ia melihat Amanda sedang terlelap di sofa, sepertinya menunggunya pulang.
Tanpa Christoper sadari senyum tipis mengembang di wajahnya. Ini adalah salah satu kenangan bahagia yang akan ia miliki. Seorang istri cantik yang menunggu suaminya pulang sampai ketiduran.
Christoper meletakkan telapak tangannya dan membelai wajah Amanda. Namun ternyata telapak tangannya yang dingin malah membangunkan Amanda.
Amanda pun membuka mata dan langsung bangun begitu melihat suaminya. "Ah, kau sudah pulang," ujarnya seraya mengumpulkan pundi-pundi kesadaran yang sedari tadi tersebar di alam mimpi.
"Sudah, maaf aku membangunkanmu," jawab Christoper masih dengan hatinya yang gembira.
"Tidak papa, aku baru tidur sebentar," kata Amanda, "apa kau sudah makan?" tanyanya.
"Belum," jawab Christoper sambil menggelengkan kepala.
"Kalau begitu tunggu sebentar, aku akan siapkan makan malam untukmu," Amanda cepat-cepat beranjak dari tempatnya menuju ke meja makan.
Christoper pun menyusul Amanda dan memandangi perempuan yang kini sibuk menyiapkan makan malam untuknya. Melihat perempuan itu begitu sepenuh hati melayani suaminya terbersit sebuah pikiran dalam kepala Christoper, betapa beruntungnya Sean.
Tiba-tiba rasa iri menyelubungi rongga-rongga di dalam dadanya. Dalam benak Amanda, ia berpikir bahwa yang ia layani adalah Sean, bukan Christoper. Sejak awal Christoper tak pernah ada dalam ingatannya dan itu membuat hati Christoper seperti diremas.
Andai saja ia punya pertemuan yang baik dengan Amanda. Pertemuan yang terjadi pada dua sejoli yang seharusnya. Kemudian mereka saling jatuh cinta dan hingga akhirnya terikat satu sama lain.
Makanan di meja sudah siap dan entah kenapa melihat senyuman Amanda ke arahnya malah membuat selera makannya menghilang. Senyuman itu bukan untuknya tetapi untuk Sean. Dasar anak orang kaya itu, walau ia sudah dikurung ditempat tersembunyi tetap saja membuatnya terganggu.
"Aku belum ingin makan sekarang," ujar Christoper.
Senyum Amanda yang cantik tiba-tiba memudar dan tersirat sebuah kesedihan dimatanya. "Oh, begitu, ya, kenapa kau tidak bilang sejak tadi?" suara Amanda melirih bahkan nyaris saja tertelan oleh kesedihannya.
"Maaf," kata Christoper singkat. Meski merasa bersalah membuat perempuan itu sedih tetapi mau bagaimana lagi. Ia benar-benar kesal dan ia tidak bisa mengusir kekesalannya itu. "Siapkan baju untukku saja, aku ingin mandi," suruhnya.
Amanda menghela napas, "baiklah," jawabnya kemudian beranjak membereskan meja makan.
"Jangan!" Christoper nyaris berteriak.
Amanda pun berhenti secara otomatis kemudian melempar pandangan pada Christoper. "Kenapa?" tanyanya.
"Biarkan saja makanan ini, aku tetap akan memakannya, tapi nanti setelah mandi," jawab Christoper.
Kesedihan di mata Amanda tampak memudar dan senyuman kembali mengembang di wajahnya walau tipis, "okey," ucapnya.
Christoper pun masuk ke dalam kamar karena ia akan mandi di kamar mandi yang berada dalam kamar. Tak berapa lama Amanda datang dan langsung membuka lemari. Melihat sekelebat bayangan Amanda membuat Christoper langsung membalikkan badan dan meraih tubuh Amanda. Ia memeluk perempuan itu dari belakang.
Amanda tersenyum sipu merasakan pelukan itu. "Katamu ingin mandi, kenapa malah malah memelukku?" tanyanya.
"Aku hanya sedang ingin memelukmu, memangnya tidak boleh?" jawab Christoper.
"Boleh, tapi bau tubuhmu sudah tidak enak," protes Amanda.
"Kalau begitu kemarilah," Christoper menarik lengan Amanda menuju kamar mandi.
"Untuk apa kau membawaku ke kamar mandi?" tanyanya lugu.
Christoper menyeringai, "karena aku ingin kau yang memandikanku," jawabnya dengan nada menggoda.
Pipi Amanda merah padam tetapi sebelum sempat ia membuka mulut Christoper sudah lebih dulu menariknya ke dalam kamar mandi.
Setelah itu pintu kamar mandi yang terbuat dari kaca itu ditutup rapat dan terdengar suara Amanda yang berteriak dan sesekali tertawa kecil. Tak berapa lama suara air pun juga terdengar dan tawa Amanda perlahan tenggelam oleh suara air yang kemudian disusul suara melodi khas pasangan yang sedang bercinta.
***
Mandi malam telah usai. Kini Amanda dan Christoper sudah berganti pakaian. Tiba-tiba terdengar suara perut Christoper yang keroncongan.
Amanda pun langsung menoleh menatap Christoper. Pria itu kemudian tersenyum sipu dan berkata, "sekarang aku ingin makan, mau temani aku?"
Amanda duduk di depan Christoper sambil memakan buah-buahan yang sudah ia potong-potong terlebih dahulu sementara Christoper menyantap makanan buatan Amanda yang walau sudah dingin tetap saja terasa nikmat.
"Besok aku ingin ke rumah ayah," ujar Amanda memulai pembicaraan.
"Kita belum lama tinggal di sini, kenapa kau sudah ingin bertemu ayah?" tanya Christoper.
"Kasihan ayah, Sean, dia pasti kesepian sekarang, apa tidak boleh jika aku ingin sering-sering mengunjunginya?"
Christoper menganggukkan kepala sambil mengunyah makanan di dalam mulutnya, "baiklah," jawabnya.
Amanda tersenyum lega, "kalau begitu sekalian saja aku juga akan mengunjungi mama dan papamu di rumahnya."
Hampir saja Christoper tersedak jika tidak segera menelan makanan di dalam mulutnya. Mendengar hal itu ia langsung meletakkan sendok dengan kasar hingga terdengar suara benturan sendok dengan piring yang cukup keras.
Amanda menatap kebingungan melihat respon Christoper kemudian bertanya, "ada apa?"