Chapter 43 - Marah

"Ya, Langit?"

"Ada murid baru?"

"Apa?" Bima memang sudah tahu Langit itu susah jika diajak mengobrol. Dia hanya akan berbicara panjang lebar jika sedang membaca sebuah karangan di dalam kelas. Tetapi untuk sekarang, Bima benar-benar ingin Langit berbicara panjang. Setidaknya tidak dengan 3 kata saja. "Lebih jelas Langit," ucapnya.

"Saya pikir hari ini ada murid baru," ucap Langit lagi.

"Oh, murid baru di kelas 12 IPA 1, ya?" kepala Bima mengangguk-ngangguk, kemudian dia tampak mencari sesuatu di mejanya. Setelah dia menemukannya, dia mengangkatnya dan menunjukkan itu pada Langit.

"Tapi sebelumnya, kenapa kamu mau tahu? Apa ada urusan penting? Kamu juga kenapa tahu bakalan ada murid baru?" tanya Bima.

Langit menggeleng. Itu pertanyaan di luar eskpektasinya. Raut wajah Langit sedikit berubah, namun dia kembali memasang ekspresi datar. "Saya tahu."

Bima menyerah. "Ya sudah. Mungkin kamu kenal dengan muridnya, ya? Dia izin tidak masuk. Ini orang tuanya yang memberi surat."

This is the end of Part One, download Chereads app to continue:

DOWNLOAD APP FOR FREEVIEW OTHER BOOKS