Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

SINDARI DAN ANGKA TIGA

Zara_3379
--
chs / week
--
NOT RATINGS
4.3k
Views
Synopsis
Seorang pemudi yang hidupnya dipenuhi dengan kemalangan menemukan cinta sejati nya saat dia bekerja di sebuah toko ayam. Namun, dia memiliki ketakutan akan kemalangan yang menimpa nya. Dia tidak akan membiarkan kemalangan itu merebut cinta sejati nya. Inilah awal mula Sindari mengubah angka tiga!
VIEW MORE

Chapter 1 - Sebagaimana mesti nya

"Kerja sana! Minta uang sebesar 150 ribu? Enggak akan saya kasih!"

Ucapan kasar itu dilontarkan kepada putri satu-satunya yang masih berusia 17 tahun. Dengan tangan nya yang ringan, dia mulai memukul lengan putri nya berkali-kali.

"Hentikan! Hiks, Hentikan! Kumohon, ayah!"

Sang Ayah hanya tertawa mendengar putri nya meringis kesakitan. Tidak ada perasaan bersalah sama sekali. Dengan muak, dia pun menendang perut nya.

Duak!

"Uhuk, uhuk, uhuk" Batuk darah keluar dari mulut nya. Dia mencengkeram pakaian tepat di depan perutnya yang lebih sakit daripada pukulan di lengan yang sudah membiru.

"Tidak akan kubiarkan! Tidak akan kubiarkan. Mati saja kau brengsek! Mati! Uhuk, uhuk" Gumam nya yang sedang sekarat itu.

Desa Sukmajaya,

SMAN 89.

Para siswa dengan semangat memasuki ruang kelas nya masing-masing sebelum jam pelajaran di mulai. Mereka dengan santai saling menyapa satu sama lain menanyakan sebuah kabar.

Di balik suasana yang masih ramai itu, Gadis berseragam lusuh dengan wajah yang pucat menarik perhatian mereka. Dia berjalan dengan pincang dan memegang perut nya yang masih terasa sakit.

"Kenapa lagi itu, Sindari?!" Tanya salah satu teman sekelas nya yang suka bergosip, Dara.

"Ya ampun, penampilan nya lebih parah engga sih daripada yang kemarin-kemarin" Sahut, Rendo si bencong populer SMAN 89.

Sedangkan yang sedang dibicarakan, meletakan kepala nya dengan tangan terlipat di atas meja dan memejamkan mata.

Jam istirahat pun tiba, Siswa berbondong-bondong pergi ke kantin menghilangkan rasa lapar nya. Sedangkan, Sindari kembali memejamkan mata nya. Dia tidak punya uang untuk membeli makanan.

Tiba-tiba seseorang datang menyapa nya. Sindari mendongak. "Winna?" Panggil nya dengan suara yang serak.

"Kamu kenapa lagi, Sindari? Kali ini ayahmu memperlakukanmu lebih kasar lagi?" Tanya nya khawatir.

Winna pramesti, adalah teman dekat Sindari saat kelas 10. Namun, mereka berdua harus berpisah di kelas 11. Sindari banyak bercerita pada nya, jadi itulah mengapa dia langsung sadar apa yang terjadi.

"Enggak, ngapain kamu kesini?"

"Loh? Mau ajak kamu makan lah. Aku di kelas enggak punya teman. kamu belum makan kan?"

"Aku enggak mau makan dulu, enggak punya uang. Udah sana cari teman"

Setelah perdebatan panjang, Winna berhasil membuat Sindari menemani nya ke kantin. Padahal Winna sudah berbaik hati akan mentraktir nya makan.

Mereka mengantri untuk memesan dua porsi bakso, antrian itu lumayan panjang. Bahkan suasana nya sangat ramai. Memang, bakso kantin paling favorit bagi anak SMAN 89. Tapi di balik itu, ada mata-mata iblis yang sedang menjalankan sebuah rencana nya.

Sindari yang sudah mendapatkan tempat duduk tersenyum kecil. Tinggal menunggu Winna datang mengambil nomor meja. Tiba-tiba firasat nya tidak enak.

Dia menoleh ke kanan dan kiri, mengamati semua siswa yang sedang asyik mengobrol, bercanda dan makan dengan tenang.

Byurrrrrr

Guyuran air campuran yang sangat bau membasahi rambut hingga ke seragam nya. Dia tersentak kaget, mata nya terbelalak. Udara nya menjadi dingin serta bau yang menyengat. "Hei! Anak sampah kaya kamu kok ada disini!?" Tegur pemuda dengan gaya urak-urakan itu, Beta.

Mendengar teguran kasar itu, dengan cepat dia berdiri. Lalu menampar wajah Beta, Si pelaku dengan keras hingga dia terdorong ke belakang. "Anak sampah? otakmu itu lebih sampah! Dengan maksud apa kamu begini ke saya?" Bentak Sindari.

Beta mulai menegakan tubuh nya lebih tinggi dari Sindari. Seolah-olah dia lah pemilik derajat paling tinggi daripada perempuan. "Sialan. Wajahku jadi bau sampah!" ucap nya pelan lalu kembali menampar sindari lebih keras hingga Sindari terjatuh ke lantai.

Winna datang dengan panik. Semua yang berada di kantin mulai memperhatikan mereka. Mengamati lebih dahulu apa yang terjadi sebelum melerai permasalahan ini.

"Hei?! Kenapa kamu melakukan ini pada nya?!" Tegur Winna.

Beta dengan kesal mendorong Winna agar dia menghindar dari Sindari yang masih meringis kesakitan dengan wajah nya. Beta berjongkok di hadapan Sindari. Dia berbisik "Ayah kau itu paling b*ngs**! Merebut Ibuku seeenak nya. Kamu harus kena getah nya! Aku kesal sekali dasar anak perusak hubungan orang!"

Sebentar lagi tangan yang mengeras itu akan memukul Sindari. Tapi tiba-tiba terhenti, seseorang menahan pukulan nya. Beta mendongak, dengan takut dia mundur menjauh.

"Daru? Ngapain kamu ikut campur urusan saya?!" Ucap Beta dengan panik.

"Jangan banyak lagak kau, bisa nya pukul perempuan! Enyah sana" Ujarnya dengan angkuh lalu menolong Sindari untuk bangun.

Memang sudah seperti drama yang popular saja, Pangeran datang menyelamatkan tuan putri. Tapi tidak begitu, Daru bermaksud menghentikan keributan ini agar dia bisa makan indomie ijo kesukaan nya dengan tenang.

"Bangun dong! Nanti Indomie ijo ku ngembang, cepet! Bisa bangun engga sih?" Ucapnya rese.

Winna juga membantu Sindari untuk bangun. Semua yang memperhatikan mulai kembali dengan aktivitas nya masing-masing. Daru juga dengan cepat memakan indomie ijo kesukaan nya itu. Sedangkan Beta masih saja menatap kesal Sindari tanpa sepengetahuan nya.

Ruang Guru,

Wali kelas Sindari, Ibu Nurul samiati.

Saat kembali ke kelas, Wali kelas nya memanggil Sindari.

"Sindari, Sudah lama sejak pengambilan rapot semester satu. Ibu belum bertemu dengan orang tua kamu. Sekarang, sudah saat nya orang tua mu bertemu dengan Ibu. Tolong hubungi orang tuamu lagi ya Nak. Ibu akan membahas biaya study tour yang akan datang sebentar lagi.." Jelas nya disertai senyuman lebar.

Sindari mengangguk mengerti.

"Iya bu. Saya usahakan.."

Setelah perbincangan panjang, Sindari keluar dari ruangan nya dengan perasaan sedih. Dia berjalan sangat pelan ketika jam pelajaran sudah kembali di mulai.

"Kemana barang yang kamu pinjam? Kok tidak di kembalikan?!" Kesal Seseorang dari bawah tangga, terdengar oleh Sindari sehingga ia menghentikan langkah nya.

"Maaf, maaf. Besok akan aku kembalikan. Kalau sekarang aku tidak bisa mengembalikan nya karena masih aku pakai" Jawab nya takut.

"Sialan! Kan sudah janji akan dikembalikan hari ini. Kamu itu gimana sih!"

"Maafkan aku, Daru. Besok pasti akan ku kembalikan. Mohoh tambahkan waktu hari ini saja" Ucapnya memohon.

"Hahh, Kamu itu banyak lagak. Dengar ini, Kalau miskin hiduplah sebagaimana mesti nya. Jangan meminjam kalau tidak tahu cara mengembalikan nya!" Tegur Daru, lalu menjambak seorang yang meminjam barang nya.

"Kalau miskin hiduplah sebagaimana mestinya" Gumam Sindari di dalam hati nya.

"Hiduplah sebagaimana mesti nya ya?" Gumam nya lagi hingga terkekeh.

Sindari mengerti apa maksud hidup sebagaimana mestinya. Dia tidak tahu siapa yang melontarkan pesan yang menusuk jantung nya itu. Dia hampir gila karena mendengar ucapan yang biasa saja tapi sesuai dengan realita nya. Dia mulai merubah pikiran nya sepertimana orang dewasa berpikir tentang hidup mereka.

Duak! Duak! Duak!

Suara tinju terdengar keras dari Daru yang kesal karena si peminjam barang berani membentak nya. Sindari berdiri menyandarkan tubuhnya ke dinding. Memejamkan mata, mendengar suara tubuh yang dipukul seolah-olah itu adalah diri nya.

"Padahal aku hanya mendengar nya. Tapi seluruh tubuhku rasanya sakit. Sakit sekali. Memang, Hidup harus sebagaimana mestinya. Mungkin, mulai besok aku harus berhenti sekolah ?" Batin nya hingga mengeluarkan air mata.