Chereads / SINDARI DAN ANGKA TIGA / Chapter 4 - Dan saling menguntungkan

Chapter 4 - Dan saling menguntungkan

⚠️Harap membaca dengan bijak. Adegan kekerasan terjadi di chapter ini ⚠️

"Aku mohon ayah! Maafkan aku. Itu salah paham. Aku tidak pernah melakukan nya" Jelas Sindari dengan mata nya yang sudah sangat sembab itu.

Dia berjongkok memohon pada Ayah nya untuk berhenti melakukan kekerasan pada nya. Namun, Ayah nya malah semakin marah.

"Jangan kurang ajar kamu sama saya! Jangan lagi bilang aneh-aneh pada anak itu!" Bentak nya.

Sindari menoleh ke arah kanan. Mendapati ikat pinggang ayah nya yang akan segera di lepas. Digulung ke tangan nya, lalu dipukul ke punggung Sindari.

PLAK

Sindari meringis kesakitan, dia hanya bisa menangis dan tidak mampu melawan. Dia sibuk dengan rasa sakitnya, sedangkan Manusia Iblis itu merasa puas dengan tindakan nya.

Ketika ikat pinggang itu akan segera memukul Sindari lagi. Ketukan pintu terdengar keras, seseorang datang mengetuk pintu rumah mereka seperti memukul bedug.

"Sialan! Siapa yang berani nya datang ke rumah saya seperti itu?" Gumam nya kesal lalu segera mengintip ke jendela.

Ayah nya mendapati Beta, Anak dari wanita yang dia kenal. Dia dengan cepat segera membuka pintu, lalu memastikan pintu tertutup rapat.

"Beta? Ada apa ya kamu kemari?" Tanya nya dengan ramah.

"Ibu menyuruh saya untuk menjemput anda. Ia ingin mengajak anda makan malam bersama. Apa anda bisa?" Jawab Beta sekaligus bertanya dengan ramah meski perasaan nya sangat tidak terima.

"Oh baiklah, mohon tunggu sebentar"

Setelah menutup pintu, Ayah nya segera bercermin memastikan dirinya rapih dan enak di pandang. Sementara Sindari masih berjongkok memohon dengan ketakutan.

"Kali ini kamu beruntung! Saya pergi" Ujar nya lalu pergi keluar rumah dengan beta.

Sindari menyentuh punggung yang terasa sakit. Dia meringis kesakitan lalu menangis dan berbaring di tempat tidur nya mencari ketenangan.

Tok! Tok! Tok

Kali ini ketukan pintu terdengar ramah, sangat berbeda dari sebelumnya. Sindari dengan malas segera mengintip ke jendela. Dia terkejut. Melihat Daru yang tersenyum lebar melambaikan tangan kepada nya.

"Apa? Kenapa dia kesini? Bagaimana dia tahu rumahku?" Batin Sindari takut.

Tetap saja dia harus membuka pintu untuk Daru. Dia memalingkan wajah nya, agar Daru tidak melihat mata sembab nya.

"Sindari? Kamu sedang apa sekarang?" Tanya nya dengan antusias.

"Jangan sok dekat. Atas dasar apa kamu ke rumah saya?" Tanya nya dengan nada tidak suka.

"Aduh Sindari, Jangan curigaan begitu dong. Aku datang mau ajak kamu main. Gimana? Mau tidak? Lihat motorku cocok sekali di pakai berdua. Aku yang menyetir, kamu di bonceng. Tenang aja kamu aman, aku udah punya SIM juga!" Jelasnya jadi lebih semangat.

Sindari menoleh ke arah motor yang ditunjuk Daru. Lalu menatap mata Daru dengan tajam. "Sumpah. Mau aku pukul kepala nya sampai gegar otak" Batin Sindari kesal.

"Saya tidak tertarik. Pulang sana!" Jawab Sindari dengan ketus.

"Tunggu! Tunggu, Kamu pasti ingin mencari ketenangan kan? Daripada tidur mending ikut aku keliling. Rumahku jauh loh, masa harus pulang tanpa ngapa-ngapain sih. Ikut yuk, Sindari?" Jelas Daru berusaha membujuk Sindari.

Sindari menghela nafas nya dengan kasar. "Oke, Aku ikut. Tunggu sebentar" Jawabnya.

Setelah menutup pintu, Sindari segera mengganti pakaian. Lalu dia bercermin. Melihat wajahnya yang sangat menyedihkan itu.

"Untuk kali ini saja, Aku ingin mencari ketenangan" Gumam nya.

Sindari mengunci pintu rumahnya, lalu mendapati Daru yang bersiap memberikan nya helm bewarna pink. Sindari menerima helm itu dengan heran.

"Kenapa kamu punya ini? Bewarna pink pula? Tanya nya sembari sibuk mengikat tali helm yang sulit itu.

Sebelum menjawab, Daru membantu Sindari. Sindari mendongak, melihat wajah Daru dengan jelas.

"Aku suka koleksi helm di rumah. Engga salah kan laki-laki juga suka warna itu. Nah, selesai. Yuk jalan!" Jawab nya dengan antusias.

Melihat tindakan Daru membuat Sindari tidak bisa berkata-kata lagi. Ini pertama kali bagi nya mendapat perhatian dari laki-laki.

Hembusan angin melambai beberapa rambut Sindari yang tidak tertutup helm. Tidak lupa Angin itu terasa menusuk ke wajahnya. Kesejukan tiba dari mata yang sembab hingga ke seluruh tubuhnya. Tenang hati nya.

Pemandangan sawah hijau di setiap perjalanan, menghilangkan rasa sakit dan pikiran yang menumpuk. Sindari tersenyum.

Daru melirik Sindari melalui spion motor nya. Tertampak jelas bahwa Sindari kembali tersenyum. Dia sangat senang karena berhasil membuat Sindari tersenyum lagi.

"Loh? Kita mau kemana ya Daru?" Tanya nya tiba-tiba.

"Kemana ya? Aku juga engga tahu" Jawab Daru sembari tertawa jahil.

"Kok gitu? Itu di depan kita sudah keluar desa loh, Daru. Jangan sembarangan loh ya!" Panik Sindari.

"Aduh, Sindari. Lagi-lagi kamu curiga sama aku ya. Aku itu orang baik lho, Sindari.." Bangga Daru memperjelaskan maksud tindakan nya.

"Ah iya iya. Saya mau pulang, antar saya pulang dulu Daru.."

"Aku enggak mau tuh. Kita makan aja dulu ya, Lapar nih. Sindari, Lapar tidak?" Tanya nya sekaligus membujuk Sindari.

"Lapar sih. Tapi saya tidak bawa uang lebih loh, Daru"

"Tenang saja. Dompetku setebal gentong dekat rumahmu kok, Sindari" Jawab nya sombong.

"Sekarepmu wae lah ndaru!" Kesal Sindari lalu kembali menikmati pemandangan sawah itu.

Mereka tiba di rumah makan padang. Akan tetapi, rumah makan tersebut sangatlah mewah. Mata Sindari berbinar-binar. Menoleh ke kanan dan kiri, mengamati setiap patung-patung yang di pajang.

"Hayuk, Sindari! Jangan jauh-jauh ya!" Ujar Daru memastikan agar Sindari tidak jauh dari nya.

Mereka duduk di dekat jendela. Di balik jendela itu ada pemandangan yang menajubkan. Sebuah sungai dengan bebatuan yang besar mengalir deras.

"Bagus sekali ya, Daru! Lihat. Anak-anak mandi disana juga! Hebat" Gumam nya.

Daru tidak menoleh ke arah yang dimaksud dia hanya menatap Sindari yang terkagum-kagum dengan pemandangan itu.

"Lucunya" Batin Daru.

Pelayan pun datang menyambut mereka dengan hangat. Mereka sibuk memesan menu masing-masing. Harga makanan nya diluar kemampuan Sindari. Dia masih sibuk dengan pilihan nya sendiri. Mencari makanan yang pas dengan uang nya.

"Sindari. Jangan khawatir. Aku lho yang ajak kamu main. Kamu tidak perlu mengeluarkan uang!" Ujar Daru.

"Jangan begitu, Daru. Saya tidak enak hati" Jawab Sindari.

"Ah, lain kali. Lain kali kamu traktir aku. Gimana? Kamu pesan apa saja yang ada disana. Jangan khawatir!" Ucap Daru sembari memberi isyarat pada nya agar cepat memilih menu karena pelayan kali ini tampak ingin menghujat.

"Ah iya. Terimakasih Daru. Saya pilih dulu" Jawab Sindari mengerti.

Sembari menunggu pesanan mereka. Sindari menoleh ke kanan dan kiri. Mengamati setiap hal yang ada. Baik orang-orang maupun lukisan yang tertampang indah di dinding.

Sedangkan Daru asyik menatap Sindari yang ada di depan nya. Biasanya dia tidak jelas ketika bertindak apapun, tapi kali ini dia sangat jelas. Bahwa dia menyukai sosok wanita di depan nya ini.

"Sindari, Pahamkah kamu bagaimana perasaanku?" Batin Daru.

"Perlukah aku menceritakan kegelisahanku padamu yang juga sedang gelisah?" Batin nya lagi.

"Bolehkah aku membawamu ke hadapan orang tuaku, walaupun hanya sekedar pura-pura? Aku akan menjauhkanmu dari Ayahmu, Sindari. Bolehkah?" Batin nya lagi.

Pesanan mereka pun sampai. Karena lapar, Daru jadi lupa apa yang ingin dia sampaikan pada Sindari. Sungguh, Laki-laki ini akan sangat merepotkan ke depan nya.