Heningnya suasana, angin yang terus berhembus, membuat air mata Reva tidak bisa tertahan setiap melangkahkan kakinya ke rumah abadi sang Ayah. Setiap ke sini, perasaan gagal itu semakin menyeruak hebat. Reva tidak bisa membayangkan betapa murkanya sang Ayah saat ini.
Niat hati ingin memeluk, tetapi langkah kaki Reva terhenti seketika. Untung Sean yang berada di belakang sigap berhenti, coba kalau tidak? Mungkin mereka sudah tabrakan.
Reva menatap nanar, bahunya semakin bergetar membuat Sean kembali bingung. Kenapa juga harus menangis, harusnya Reva bahagia sudah bisa datang ke sini.
"Kenapa berhenti? Tadi minta buru-buru, sekarang berhenti. Apa ada yang lupa?"
"Ibu."
Mendengar kata Ibu membuat Sean mengikuti arah pandang Reva. Di salah satu makam ada seseorang tengah bersimpuh lemah. Sean yakin ini situasi sulit untuk Reva, Sean pun tidak bisa berbuat banyak.