"S-sean?"
"Saya mau bicara, sebentar aja." Tanpa menunggu jawaban wanita di depannya, Sean langsung menarik, menyeretnya ke luar dari dalam restoran. Tidak perduli Nisa atau Fian melihat, detik ini juga Sean harus berbicara.
Kekagetan yang sempat hinggap, kini perlahan mereda. Belum lagi cekalan yang kuat, membuat Reva meringis sakit. Susah payah dia melepaskan cekalannya, nemun itu semua sia-sia. Saat melewati arah meja Nisa, Reva tidak sengaja saling tatap. Untung saja posisi Fian membelakangi, jadi pria itu tidak melihat.
Nisa ingin protes, tapi kalau dia mengeluarkan suara, Fian akan menoleh. Entah apa lagi yang terjadi, Nisa sendiri tidak tahu dan tidak paham. Kisah mereka sangat rumit, sangat susah untuk diterima nalar manusia.
"Sean, sakit."
"Tangan aku sakit."