Layaknya dikejar maling, Sean mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tidak perduli dengan klakson teguran, otak Sean hanya teruju kepada Reva. Tadi, saat Sean akan meeting, tiba-tina saja Reva menelepon. Awalnya Sean sempat kesal karena sebelumnya sudah diwanti-wanti di sini sedang ada Jihan.
Akan tetapi, belum sempat Sean marah, suara tangisan menyakitkan terdengar dari sebrang sana. Entah apa yang terjadi, Reva menangis dengan terisak. Hanua satu yang Sean dengar, kalau Reva mengeluhkan perutnya sakit. Tanpa fikir panjang, tentu saja Sean langsung pergi layaknya orang kesetanan.
Tidak perduli larangan Jihan, bahkan keduanya sempat bertengkar karena Sean memaksa pergi tanpa memberi tahu. Lagi-lagi, kali ini Sean tidak perduli. Yang dia fikirkan sekarang, bagaimana caranya dia sampai ke rumah wanita itu dengan cepat.