Chereads / Jika Takdir Berkehendak / Chapter 5 - Pergi Ke Desa

Chapter 5 - Pergi Ke Desa

6 bulan berlalu sejak pertama kali Fatimah dan Putri memasuki universitas islam ternama di kota, kini mereka sudah naik pangkat menjadi mahasiswi semester 2. Selain menjadi mahasiswi tetap, mereka juga ikut dalam beberapa kegiatan sosial yang di adakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa atau biasa disebut BEM. Fatimah dan Putri bukan anggota tetap, mereka hanya membantu di situasi tertentu saja.

Seperti saat ini, ada kegiatan bakti sosial ke sebuah desa terpencil di kota Sukabumi. Bertepatan dengan liburan semester, mereka memutuskan untuk pergi ke sana. Sesuai jadwal, ada sekitar 10 orang yang ikut ke sana termasuk Fatimah dan Putri. Sesampainya di ujung jalan desa, semua anggota turun dari mobil dan harus melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki. Mengingat jalan si sana masih berupa hutan, dan juga pegunungan.

1 jam berlalu, kini semua anggota yang turun ke lokasi sudah tiba di perkampungan yang mereka tuju. Lalu mereka beristirahat sejenak di rumah kepala desa, terlihat warga di sana menyambut mereka dengan baik.

"Nuhun pisannya, di sini jalan na tidak sebagus di kota." Ucap kepala desa itu sambil menyesuaikan bahasanya.

"Oh iya tidak apa pak, justru kami yang minta maaf karna sudah merepotkan." Jawab Ali sebagai ketua BEM.

"Tidak nak tidak, justru kami teh senang karna kedatangan tamu dari kota. Sok atuh, di minum dulu cai na." Balas kepala desa itu sambil menyodorkan minuman ke hadapan mahasiswa dan mahasiswi yang ikut.

"Iya pak, terima kasih." Ucap Ali dan yang lainnya.

Karna situasi juga mendukung, akhirnya Ali dan teman-temannya mengambil gelas berisi air itu lalu meminumnya. Rasa haus yang tadi mereka rasakan, kini menghilang seiring dengan air putih yang terasa dingin itu.

"Alhamdulillah, airnya segar sekali pak." Ungkap Ali.

"Tentu saja atuh, kan kamu pakai air gunung." Jawab kepala desa itu.

Mereka semua pun lanjut mengobrol, sekaligus berkenalan mengingat Ali dan semua anggota BEM akan tinggal di sana untuk 3 hari ke depan.

"Baiklah pak, saya perkenalkan diri dulu ya? Nama saya Ali, saya ketua BEM universitas di kota. Saya datang niatnya ingin memberikan bantuan, juga pembelajaran untuk anak-anak di desa. Karna saya lihat juga di sini wilayahnya sangat pelosok, apakah kami boleh melakukan kegiatan sosial itu di sini?" Jelas Ali dengan tenang.

"Begitu, tentu saja kalian boleh melakukannya. Selama niat kalian baik, kami semua warga desa pasti akan membantu kalian." Jawab kepala desa itu.

"Alhamdulillah kalau begitu, oh iya ini juga ada beberapa teman saya yang akan membantu keperluan lainnya." Balas Ali sambil meminta teman-temannya memperkenalkan diri.

Lalu semua anggota BEM mulai memperkenalkan diri, agar kepala desa dan beberapa warga yang hadir mengenal mereka semua.

"Saya Aziz, mahasiswa semester 7." Ucap senior yang sebelumnya pernah di tabrak oleh Putri saat masa OSPEK.

"Saya Putri, mahasiswi semester 2." Sambung Putri dengaj senyumannya.

"Dan saya Fatimah, mahasiswi semester dua." Lanjut Fatimah sebagai yang terakhir memperkenalkan diri.

"Ah ya, salam kenal atuh sadayana." Balas kepala desa itu.

"Iya pak, salam kenal juga." Jawab semuanya.

Setelah berkenalan, Ali pun mulai membahas tentang tujuannya datang ke desa itu.

"Oh iya pak, mohon izin ya untuk tiga hari ke depan. Maaf kalau kami merepotkan, dan kalau kami ada salah juga bisa bapak dan warga sekalian tegur." Ucap Ali dengan senyum ramahnya.

"Iya den, siap kalau begitu." Jawab kepala desa itu.

"Maaf pak, apa di sini ada rumah yang bisa di sewakan?" Tanya Fatimah memastikan.

"Oh tenang saja neng, kalau soal itu sudah kami siapkan. Untuk perempuan dan laki-laki tentu akan di pisah ya? Nanti akan saya antar ke sana." Jawab kepala desa itu memberitahu.

"Alhamdulillah kalau seperti itu." Balas Fatimah dengan senyumannya.

Obrolan pun terus berlanjut, sampai akhirnya semua pembahasan selesai lalu kepala desa mengantar semua anggota BEM itu ke tempat tinggal sementaranya. Tidak jauh dari sana, ada dua rumah sederhana yang saling berhadapan. Lalu kepala desa itu menunjuk salah satu rumah untuk para pria, dan rumah satunya untuk perempuan. Setelah itu, pak kepala desa juga memberitahu beberapa aturan yang harus di pahami.

Setelah selesai memberitahu, kepala desa pun pamit. Dan kini tersisa semua anggota BEM termasuk Fatimah dan Putri di sana. Karna hari juga sudah mulai gelap, akhirnya Ali memutuskan untuk semua anggota beristirahat dan tugas akan di mulai esok hari.

"Baiklah semua, karna hari sudah sore dan tubuh kita juga sudah lelah. Untuk malam ini kita beristirahat dulu agar besok pagi tubuh kita kembali fit, karna besok tugas-tugas utama kita akan kita mulai. Mengerti semua?" Ungkap Ali menjelaskan.

"Mengerti." Jawab semua anggota BEM.

"Bagus, kalau gitu saya tutup pertemuan hari ini. Wasaalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh." Balas Ali menutup pertemuan.

"Waalaikum sallam Warahmatullahi Wabarakatuh." Jawab semuanya.

Setelah pertemuan di tutup, masing-masing anggota BEM masuk ke dalam rumah singgah itu. Lalu mereka menentukan akan tidur dimana, dan berpasangan dengan siapa. Hanya ada dua kamar, satu dapur, dan satu kamar mandi di dalam sana. Benar-benar rumah yang sederhana, dan kental akan pedesaan karna dinding yang terbuat dari anyaman bambu.

Fatimah dan Putri dapat satu kamar yang tidak terlalu besar, tapi cukup untuk mereka berdua. Sedangkan 3 orang lainnya, menempati kamar satunya yang memang lebih besar dengan orang yang lebih banyak. Putri terus saja melirik ke sekeliling kamar itu, sepertinya ia tidak nyaman dengan kesederhanaan rumah singgah itu.

"Ada apa Ri? Tidak nyaman ya?" Tanya Fatimah dengan wajah santainya.

"Ya sepertinya begitu, aku tidak terbiasa dengan tempat sekecil itu." Jawab Putri dengan wajah tidak sukanya.

Fatimah tersenyum tipis, wajar saja Putru tidak nyaman. Selama ini ia hidup penuh kemewahan, karna orang tuanya adalah orang berada bahkan cukup terpandang di kota tempat mereka tinggal.

"Kamu bisa tidur di kasur sendiri, kalau memang tidak cukup. Dan aku akan tidur di lantai, bagaimana?" Usul Fatimah pada Putri.

"Tidak, aku tidak setuju. Kalau begitu sama saja aku jahat sama kamu, masa aku tidur enak di kasur sedangkan kamu di lantai sih? Sudah tidak apa, paling aku butuh sedikit adaptasi saja." Jawab Putri menolak.

Fatimah kembali tersenyum, Putri selalu saja seperti itu. Mensejajarkan dirinya dengan Fatimah, padahal Fatimah bukan anak orang kaya yang bisa di setarakan dengan dia. Fatimah hanya anak seorang pembantu rumah tangga, dan ayahnya sudah tiada sejak ia kecil. Sangat berbeda dengan Putri, yang memang berasal dari keturunan orang berada dan terpandang.