Chereads / Jika Takdir Berkehendak / Chapter 11 - Pertarungan

Chapter 11 - Pertarungan

"Lepasin tangannya!" Ucap Ali dengan tegas.

Ketiga pria yang sedang mengelilingi Fatimah pun berbalik menatap Ali, mereka terlihat tidak suka dengan kedatangan Ali yang seakan-akan menjadi pahlawan kesiangan untuk Fatimah.

"Wah, pahlawan kesiangan nih." Ucap salah satu di antara tiga pria di sana.

"Tau nih, ganggu rencana kita saja." Balas seorang lainnya.

"Sudah, kita hajar saja." Provokasi pemuda di sisi kiri Fatimah.

Fatimah menggeleng tidak setuju mendengar perkataan ketiga pria itu, lalu ia menatap Ali seakan memintanya untuk pergi dari tempat itu. Tapi Ali malah tersenyum, hal itu membuat perasaan Fatimah jadi tidak menentu.

"Kak Ali pergi saja kak, jangan pedulikan aku. Kak pergi, mereka bisa melukai kakak." Pinta Fatimah pada Ali.

Mendengar perkataan Fatimah, salah seorang di antara ketiga pria itu pun langsung membekap mulut Fatimah sehingga Fatimah tidak lagi bisa mengeluarkan suaranya dengan jelas.

"Kalian ini bagaimana si? Masa beraninya sama perempuan? Kalau berani lawan saya, jangan perempuan." Tantang Ali dengan wajah tenangnya.

Perkataan Ali seakan menjadi genderang perang untuk ketiga pria itu, mereka menatap Ali dengan tatapan meremehkan. Lalu setelah itu mereka pun membalasnya, hingga akhirnya pertarungan terjadi.

"Wih sombongnya, mentang-mentang anak kota." Balas salah satu pemuda.

"Sudah, yang seperti ini harus di hajar dulu baru tau." Jawab seorang lainnya.

"Serang!" Titah pemuda yang membekap Fatimah.

Kedua pemuda itu langsung menyerang Ali dengan ilmu bela diri mereka, sedangkan Ali mencoba untuk mempertahankan dirinya dari serangan-serangan itu. Fatimah yang menyaksikan langsung pertarungan Ali dengan kedua pemuda itu merasa khawatir, tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa karna mulutnya di bekap dan kedua tangannya juga di kunci oleh salah satu pemuda.

Pertarungan antara Ali dengan kedua pemuda kampung itu terlihat serius dan melelahkan, karna keduanya sama-sama memiliki ilmu bela diri yang cukup tinggi. Mungkin itu juga alasan kenapa ketiga pria itu berani melakukan hal tidak baik pada gadis-gadis di desa, karna mereka merasa tinggi dengan ilmu mereka.

Tapi saat ini mereka berhadapan dengan Ali, pria yang sangat menghormati wanita dan tidak pernah menunjukkan keahliannya itu pada siapapun. Dan ini pertama kalinya Fatimah melihat Ali berkelahi, setelah 6 bulan mengenal pria itu ia baru tau jika pria itu memiliki ilmu bela diri yang cukup hebat.

Ali terus saja bertahan, sedangkan kedua pria itu terus menyerang. Pertarungan yang tidak seimbang itu membuat Ali hampir mengalami kekalahan, tapi ia tetap bertahan sampai kedua pria itu mulai kelelahan. Di saat kedua pria itu kelelahan, barulah Ali menyerang mereka dengan beberapa pukulan dan juga tendangan. Hingga akhirnya, kedua pemuda itu terkena pukulannya dan terjatuh ke tanah.

Tersisa satu pemuda yang masih membekap mulut Fatimah, melihat teman-temannya kalah pemuda itupun melepaskan Fatimah dan langsung menyerang Ali. Pertarungan kembali terjadi antara Ali dan pemuda itu, dengan stamina yang sudah terkuras karna pertarungan sebelumnya Ali tetap melawannya.

Di sana Fatimah hanya bisa menatap dengan perasaan khawatir pertarungan Ali dan pemuda kampung, ia tidak tau harus berbuat apa di saat seperti itu. Pikirannya terasa kosong, yang ia rasakan saat itu hanya kekhawatiran terhadap Ali yang sedang melawan pemuda kampung.

Ali menahan setiap serangan yang pemuda itu berikan, tapi tetap saja ia beberapa kali terkena pukulannya. Saat mendapatkan celah, Ali balas menyerang dan memukul pemuda itu. Hingga akhirnya pemuda itu tersungkur ke tanah, karna pukulan Ali yang tidak tanggung-tanggung.

Helaan nafas panjang terdengar dari bibir Ali, sesaat setelah pertarungan di selesaikan dengan baik. Merasa situasi sudah aman, Ali pun meninggalkan tiga tubuh pemuda yang tergeletak di tanah itu dan menghampiri Fatimah di sisi yang lain. Di sana Fatimah kelihatan khawatir, dengan tatapan sendunya.

"Kak Ali tidak apa-apa kan? Ya ampun, kak Ali luka. Kita obati dulu ya lukanya, duh maaf ya Kak Ali jadi seperti ini." Ucap Fatimah dengan heboh.

"Aku baik-baik saja, seharusnya kamu yang harus di pastikan keadaannya. Kamu beneran tidak apa-apa?" Balas Ali dengan tenang.

"Kalau aku sih baik-baik saja kak, aku rasa malah kakak yang tidak baik-baik saja. Lihat tuh wajahnya, memar gitu. Aku jadi tidak enak, kita obati dulu ya?" Jawab Fatimah dengan wajah bersalahnya.

Ali tersenyum melihat ekspresi khawatir dan bersalah yang Fatimah tunjukkan, rasanya sangat menggemaskan.

"Kak, ih kok malah senyum-senyum sih?" Tegur Fatimah pada Ali.

"Iya aku dengar kok, aku cuma gemas aja lihat wajah kamu yang seperti itu." Jawab Ali memberitahu.

Fatimah pun terdiam, entah kenapa ia jadi salah tingkah sendiri mendengar perkataan Ali itu.

"Apaan sih kak, jangan mengalihkan pembicaraan deh." Balas Fatimah tidak mau salah paham.

"Siapa yang mengalihkan? Aku cuma bilang, kalau aku suka aja lihat wajah kamu yang khawatir. Soalnya gemes, emang salah ya?" Jawab Ali memperjelas.

Fatimah kembali di buat salah tingkah dengan jawaban Ali yang satu itu, lalu ia pun tidak lagi memperhatikan luka di wajah Ali karna merasa malu.

"Apaan sih kak Ali, jangan gitu dong kan jadi malu." Keluh Fatimah pada Ali.

Seketika Ali terkekeh melihat wajah Fatimah yang merona, lalu ia pun menghentikan godaannya.

"Iya deh iya, duh pipi aku mulai sakit nih." Balas Ali mengalah.

Mendengar ringisan Ali, Fatimah pun kembali ingat jika pria itu baru saja terluka karna menolongnya.

"Oh iya ya ampun aku lupa, ayo kak kita ke warung dulu. Luka kakak itu harus di obati, kalau tidak makin parah." Ajak Fatimah pada Ali.

"Ya sudah, terserah kamu saja." Balas Ali mengizinkan.

Akhirnya Fatimah membawa Ali ke sebuah warung kecil terdekat, di sana Fatimah membeli obat merah dan juga kapas. Setelah itu Fatimah membantu mengobati luka di wajah Ali, sedangkan Ali meringis kesakitan saat kapas yang di beri obat itu menyentuh lukanya.

Beberapa kali Ali menahan rasa sakit itu, tapi semakin lama rasanya semakin tidak bisa di tahan. Akhirnya tanpa sengaja, Ali malah menggenggam tangan Fatimah agar sentuhan pada lukanya itu semakin pelan. Kejadian itu tentu mengejutkan untuk mereka berdua, terutama Fatimah. Karna ini pertama kalinya ada pria yang menyentuh tangannya, dan rasanya ia jadi malu sekali.

Sedangkan Ali, pria itu terlihat sama terkejutnya. Tapi ia bisa dengan cepat menguasai diri, lalu ia menatap Fatimah dan melihat bagaimana ekspresi wanita itu terhadap sentuhannya. Ternyata sama-sama terkejut, itu berarti Fatimah memang belum pernah bersentuhan dengan pria selain dirinya. Setelah itu Ali langsung melepaskan genggamannya, dan meminta maaf.

"Maaf, aku tidak sengaja." Ucap Ali pada Fatimah.