Chereads / Jika Takdir Berkehendak / Chapter 16 - Kembali Ke Kota

Chapter 16 - Kembali Ke Kota

"terima kasih untuk semua warga yang sudah mempersiapkan acara perpisahan ini, kami benar-benar tidak menyangka akan di perlakukan seistimewa ini. Semoga apa yang kami ajarkan sebelumnya bisa bermanfaat untuk semua, dan bisa memajukan desa ini." Ungkap Ali dengan tulus.

"aamiin ya Allah, semoga aden dan teman-teman juga selamat sampai kota ya? Nuhun pisan karna sudah membantu warga desa, Insya Allah ke depannya desa ini akan menjadi lebih baik lagi." Jawab kepala desa.

"aamiin." Jawab semua orang.

Anak-anak BEM pun bersiap, mereka menggendong tas ransel masing-masing, lalu setelah itu mereka kembali berpamitan pada semua warga.

"kalau begitu kami pamit ya, Assalamualaikum." Pamit Aziz di ikuti oleh salam anak-anak BEM yang lain.

"waalaikum sallam." Jawab semua warga desa.

Anggota BEM satu persatu menaiki sepeda motor yang di siapkan, lalu mereka melaju meninggalkan desa yang sudah empat hari mereka tinggali. Mungkin ada rasa sedih yang hadir di hati mereka, mengingat kegiatan di desa itu benar-benar menyenangkan dan membuat semuanya merasa nyaman. Tapi apa mau di kata? Semua sudah harus kembali ke jalan yang seharusnya, ada pertemuan maka ada juga perpisahan. Dan inilah saatnya, perpisahan untuk mereka semua dengan desa itu juga semua warganya.

Cukup banyak kenangan yang mereka miliki saat berada di desa, dan kenangan itu pasti akan menjadi memori indah mereka yang tidak terlupakan. Anak-anak BEM itu akhirnya tiba di persimpangan, tempat mereka meninggalkan mobilnya karna tidak bisa lewat. Anggota BEM itu turun dari motor dan mengucapkan terima kasih pada warga yang mengantar mereka, lalu mereka memindahkan semua barang bawaan mereka ke dalam mobil.

"ya sudah pak, kalau begitu kami pamit ya? Terima kasih sudah mengantar kami sampai sini." Ucap Ali berpamitan.

"oh iya atuh den, sami-sami. Saya juga berterima kasih pada kalian semua karna sudah mengajarkan kami membaca dan menulis, sebelumnya kami benar-benar buta huruf jadi sangat mudah di tipu orang lain. Sekarang Insya Allah tidak lagi, karna kami bisa membaca dan juga mengerti arti dari tulisan." Jawab salah satu warga yang memiliki motor.

"Alhamdulillah kalau memang seperti itu, kami juga senang mendengarnya." Balas Ali dengan senyum tenang.

"ya sudah bapak-bapak, kalau begitu kami jalan dulu ya? Takut kemalaman sampai kotanya, sekali lagi terima kasih untuk semua." Pamit Aziz dengan serius.

"iya atuh den, mangga." Jawab para warga yang memiliki motor.

"Assalamualaikum." Ucap semua anggota BEM.

"Waalaikum sallam." Jawab para warga itu.

Semua anggota BEM masuk ke dalam mobil, lalu mereka melaju meninggalkan desa itu dan kembali ke kota. 6-7 jam perjalanan mengingat kemacetan yang cukup parah di antara dua kota Sukabumi dan Jakarta. Anak-anak BEM itu lebih memilih untuk tidur selama perjalanan, karna jika di rasakan tubuh mereka memang kelelahan karna belum istirahat sejak mengajar pagi tadi.

Pukul 8 malam mobil anggota BEM itu memasuki wilayah ibukota, lalu Ali dan Aziz yang bertugas mengemudi mulai mengantar satu persatu teman mereka ke rumahnya sesuai urutan jalan. Hingga akhirnya di dalam kedua mobil itu hanya tersisa dua orang, Ali dengan Putri dan juga Aziz dengan Fatimah.

Sebelum mengantar kedua gadis itu pulang, Ali dan Aziz berhenti dulu di sebuah taman. Mereka memastikan rumah Fatimah dan Putri apakah sejalan dengan rumah mereka atau tidak, karna hari sudah malam jadi rasanya tidak baik jika para pria harus memutar arah setelah mengantar para gadis. Jadi para pria menyamakan jalan menuju rumah para gadis dengan jalan menuju rumah mereka, agar tidak perlu memutar arah lagi.

"maaf, Putri dan Fatimah rumahnya di jalan apa ya?" tanya Aziz pada kedua gadis yang tersisa.

"aku di Jalan Merdeka." Jawab Fatimah tanpa ragu.

"kalau aku di Jalan Mandiri." Lanjut Putri memberitahu.

Ali dan Aziz saling melirik, ternyata tidak jauh dari rumah mereka. Hanya saja mereka harus bertukar penumpang, sesuai arah rumah mereka.

"kalau begitu Fatimah sama aku ya? Karna rumah aku melewati Jalan Merdeka." Ungkap Ali pada semuanya.

"nah kalau Putri sama aku, karna jalan rumah kita searah." Lanjut Aziz dengan santainya.

Fatimah menatap Putri dengan bingung, bukan ia tidak mau hanya saja ia tidak enak pada Putri yang kenyataannya menyukai Ali. Sedangkan Putri yang mengetahui arti tatapan Fatimah pun tersenyum, lalu ia setuju dengan usulan Ali dan Aziz. Lagipula Putri sudah puas satu mobil dengan Ali sejak awal, jadi tidak masalah jika akhirnya harus pindah mobil.

"baiklah, aku setuju." Jawab Putri dengan senyumnya.

Fatimah yang melihat hal itu merasa lega, lalu ia ikut mengangguk dan setuju dengan usul kedua seniornya.

"aku juga setuju." Sambung Fatimah.

Semua mengangguk paham lalu mereka masuk ke dalam mobil sesuai yang di tentukan, lalu masing-masing dari mereka melaju ke arah yang berlawanan di persimpangan. Mobil yang Ali kemudikan berbelok ke arah kanan sedangkan mobil yang Aziz kemudikan berbelok ke arah kiri, mereka pun terpisah.

Mobil Aziz melaju dengan santai mengikuti arahan dari Putri, setelah 15 menit mobil itu berhenti di depan sebuah rumah mewah. Putri pun mengucapkan terima kasih pada Aziz, lalu ia turun dari mobil itu.

"Alhamdulillah akhirnya sampai rumah, terima kasih ya kak sudah mengantar. Maaf aku tidak bisa mengajak mampir, ya kakak pasti paham kan?" ucap Putri panjang lebar.

"iya tidak apa, aku mengerti kok. Ya sudah aku juga langsung pamit saja ya, Assalamualaikum." Balas Aziz dengan senyum tipisnya.

"Waalaikum sallam." Jawab Putri lalu ia keluar dari mobil.

Setelah pintu mobil kembali tertutup, Aziz langsung melajukan mobilnya meninggalkan bagian depan rumah Putri. Sedangkan Putri hanya memperhatikan kepergian mobil itu dengan senyum tipis, setelah tidak terlihat lagi barulah Putri melangkah masuk ke dalam rumahnya.

Di sisi lain, Ali dan Fatimah saling mengunci rapat bibir mereka. Bukan karna sedang marahan atau bertengkar, tapi karna rasa canggung yang tiba-tiba muncul di antara mereka hingga membuat mereka ragu untuk sekedar membuka suara.

"aku boleh tanya sesuatu?" pinta Ali sambil melirik Fatimah.

Fatimah menatap Ali sesaat, setelah itu ia mengangguk dan menjawab permintaan Ali itu.

"boleh, mau bertanya apa?" jawab Fatimah santai.

"kenapa kamu di panggil Ima?" tanya Ali langsung ke intinya.

Fatimah kembali menatap Ali sesaat, tapi setelahnya ia menatap ke jalan dan tersenyum tipis.

"aku juga tidak tau, sejak kecil aku di panggil Ima oleh orang-orang terdekat aku. Mungkin karna namaku Fatimah, dan biasanya orang-orang lebih suka memanggil ujung nama saja kan?" jawab Fatimah seadanya.

"masuk akal." Balas Ali.