Setelah selesai olahraga yang sangat menguras tenaga itu, Hanna dan Edgar saling berpelukan.
"Kamu tidak perlu meminum itu lagi," kata Edgar menghentikan tangan Hanna yang hendak mengambil sesuatu dari laci.
"Kenapa?" tanya Hanna.
***
Hanna memeluk tubuh Hanna, mengusap lembut perut perempuan itu.
"Aku ingin memiliki anak bersama kamu, Sayang. Rumah ini pasti akan terasa ramai jika kita memiliki anak," tutur Edgar tersenyum.
"Aku belum siap memiliki anak, Edgar. Aku masih ingin lulus kuliah dulu, nanti setelah lulus kita bisa punya anak," balas Hanna.
Raut wajah Edgar yang tadinya bahagia membayangkan akan segera punya anak dari Hanna seketika berubah menjadi kesal. Diri pria itu dipenuhi oleh amarah karena penolakan dari Hanna.
"Kamu mau hamil anakku sambil kuliah atau aku tidak akan mengizinkan kamu pergi ke mana pun dan terkurung di rumah ini selamanya?" tanya Edgar.
Prang
Edgar membanting semua barang yang ada di atas meja samping ranjang saat melihat Hanna tidak menjawab.
"Edgar, aku tidak bermaksud begitu," tutur Hanna dengan raut wajah ketakutan. Dia baru melihat sisi lain Edgar.
Kepala Hanna tiba-tiba terasa pusing. Memori buruk seperti datang silih berganti. Dirinya merasa pernah diculik, tapi wajah orang-orang itu tidak kelihatan. Otaknya tidak mampu berpikir jauh hingga kesadarannya perlahan menghilang.
"Hanna!" teriak Edgar menyadari Hanna pingsan.
Edgar langsung membenarkan posisi Hanna lalu menghubungi dokter. Tidak lama dokter datang ke rumah mereka dan langsung mengecek kondisi perempuan itu.
"Tuan harus sabar menghadapi kekasih Tuan. Kalau tidak sabar dan terus bersikap memaksa, saya khawatir nona akan segera mengingat semua kenangan lama," tutur Tika.
Edgar menganggukkan kepala. Dia meminta sang dokter meresepkan obat dan vitamin agar Hanna segera hamil.
"Hanna, maaf sudah memaksa kamu. Aku ingin kamu segera hamil anakku agar kamu tidak pernah berpikir untuk pergi dariku," kata Edgar sambil menggenggam tangan Hanna setelah sang dokter pergi meninggalkan mereka berdua.
***
Di tempat lain, Darko tengah berada di rumah bersama seseorang. Pria itu menyerahkan map berisi informasi mengenai Hanna yang ternyata dulu adalah Hanna Silvan, bukan Hanna Cherry Freud, nama yang digunakan perempuan itu saat ini.
"Astaga, ternyata Hanna sudah dibohongi keluarga Odilio. Bahkan keluarga itu tega sekali membuat semua orang di sekitar perempuan itu percaya bahwa Hanna sudah meninggal," kata Darko.
Darko hendak menghubungi Hanna setelah orang kepercayaannya pergi, tapi tidak jadi. Dia baru ingat saat ini Hanna pasti sedang bersama Edgar dan dia juga baru menyadari selama ini juga berteman dengan adik pria itu.
"Kenapa aku dan keluarga pria itu saling berhubungan?" gumam Darko.
***
Beberapa hari kemudian, Darko duduk di belakang Hanna yang baru saja masuk kuliah lagi setelah waktu itu Hanna mengatakan bahwa dirinya tengah sakit. Dia tidak lupa membawa bukti mengenai Hanna, tapi tentu saja dia harus berhati-hati agar dia dan keluarganya tetap aman.
"Aku sudah mendapatkan informasi tentang Cherry," kata Darko berbisik-bisik pada Hanna, Devi dan Via.
Hanna menjadi gusar. Dia takut mengenai fakta sebenarnya dari dirinya sendiri.
"Cherry, kamu harus tenang. Nanti kita ketemu di gudang saja saat makan siang," tutur Darko berusaha menenangkan Hanna.
***
Jam makan siang pun tiba, Hanna bersama teman-temannya mengendap-ngendap menuju gudang belakang kampus karena Hanna baru menyadari bahwa selama ini dirinya selalu dipantau oleh pengawal Edgar setelah diberitahu Darko.
"Cherry, kamu harus tenang saat melihat apa yang aku bawa," tutur Darko.
Darko mengeluarkan sebuah map coklat berisi dokumen penting. Dia mendorongnya ke hadapan Hanna. Tangan perempuan itu mulai membuka map tersebut lalu melihat satu per satu lembar demi lembar bukti mengenai dirinya.
"Darko, Edgar tidak mungkin membohongi aku," tutur Hanna.
"Cherry, kamu harus tenang. Kekasihmu itu orang aneh dan bisa saja bertindak buruk padamu demi mencapai keinginannya," bala Devi.
"Iya kamu harus lebih berhati-hati dengan dia," timpal Via.
Air mata menetes begitu melihat lebih teliti detail mengenai keluarganya. Sang ibu menjadi stres dan seperti orang bingung karena kehilangan dirinya.
"Cherry, aku harap kamu jangan gegabah dan bertanya langsung pada Edgar. Dia pria yang berbahaya," saran Darko.
Setelah selesai membaca semua isi map yang diberikan Darko, Hanna menyerakan map tersebut pada Devi, perempuan itu merupakan temannya yang selama ini bisa dipercaya.
***
Jam pulang kuliah akhirnya tiba, Hanna memilih langsung pulang ke rumah. Dia berusaha bersikap biasa sambil menunggu Edgar. Dia ingin menanyakan sesuatu pada pria itu.
"Edgar, aku dari tadi sudah menunggu kamu. Aku sangat merindukan kamu," kata Hanna yang sedang menyiapkan makan di ruang makan.
"Aku juga merindukan kamu," balas Edgar duduk di kursi ruang makan.
"Ayo kita makan bersama. Aku ingin kamu mencicipi masakan buatan aku," kata Hanna.
Mereka makan bersama sambil menceritakan keseharian mereka dan Hanna juga menceritakan tentang ujian yang akan dia hadapi minggu depan.
"Hanna, aku minta kamu tidak boleh kecapekan," tutur Edgar.
Hanna menganggukkan kepala. Dia menatap Edgar yang sedang menikmati masakan buatan dirinya. Dia masih tidak percaya bahwa pria sebaik Edgar merupakan orang jahat.
***
Setelah selesai makan, Edgar mengajak Hanna ke kamar mereka. Di sana Hanna meletakkan kepalanya di tangan pria itu.
"Bagaimana hari kamu di perusahaan hari ini? Apa kamu mengalami kesulitan?" tanya Hanna.
"Tidak, Sayang. Semua masalah di perusahaan pasti aku bisa menyelesaikannya dengan mudah dan hariku sangat baik, apalagi malam ini aku bersama kamu," jawab Edgar.
Hanna menatap balik mata Edgar yang menatapnya.
"Edgar, apakah ada orang yang mirip dengan aku?" tanya Hanna.
Edgar mengernyitkan dahi. Dia bingung maksud dari pertanyaan Hanna.
"Di dunia ini ada tujuh kembaran yang berada di tiap negara berbeda, Sayang. Jadi kemungkinan akan ada orang yang mirip dengan kamu walaupun berada di beda negara," jawab Edgar.
"Edgar, apa benar aku sudah tidak memiliki keluarga?" tanya Hanna.
Edgar menyipitkan mata. Pria itu semakin merasa aneh dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Hanna. Dia berusaha menjawab seperti biasa, dia tidak mau Hanna tahu tentang identitas aslinya.
"Edgar, bagaimana kalau ingatan aku nanti kembali, apa kita akan tetap seperti ini?" tanya Hanna.
Edgar terkekeh geli lalu mengecup puncak kepala Hanna.
"Justru bagus kalau ingatan kamu kembali. Kalau kamu ingat kenangan lama kita, nanti aku akan mempercepat pernikahan kita," jawab Edgar. Tangannya mengusap lembut perut Hanna. "Satu lagi, aku harap kamu akan segera mengandung anakku juga, Hanna," lanjut Edgar.
Edgar tersenyum pada Hanna yang menatap fokus ke hanya dirinya saja saat ini. Tangannya mengusap lembut rambut Hanna membuat perempuan itu reflek menutup matanya, usapan Edgar membuat matanya perlahan terasa berat.
Edgar menatap Hanna yang sudah tidur. "Aku harap apa pun yang terjadi nanti kamu tidak akan pergi menjauh dariku. Kamu hanya milikku, Hanna. Tidak ada pria lain yang boleh merebut kamu dariku," gumam Edgar.