Beberapa menit berlalu, dokter keluar lagi dan langsung dihampiri Edgar dan keluarganya.
"Dok, bagaimana keadaan Hanna?" tanya Edgar dengan raut wajah yang terlihat sangat berantakan saat ini.
"Operasinya berjalan lancar. Kita tinggal menunggu dia untuk sadar," jawab James.
"Apakah ada efek setelah operasi ini?" tanya Oscar.
"Nona Hanna bisa mengalami pusing dan juga bisa terjadi hilang ingatan. Kita lihat setelah dia sadar," jawab James.
"Oke. Terima kasih, James," balas Oscar.
"Sama-sama. Nona Hanna setelah ini akan dipindahkan ke kamar," kata James.
"Oke. Kamu sudah mengurus kamar?" tanya Oscar.
"Sudah," jawab Edgar.
Tidak lama Gustav berjalan mendekat ke arah Edgar.
"Tuan, semua administrasi sudah selesai. Kamar juga sudah kita booking satu lantai," kata Gustav.
"Oke, Gustav. Sekarang kita mau pindahkan Hanna ke kamar terlebih dahulu," balas Edgar.
"Baik, Tuan," kata Gustav.
Para perawat bersama dokter yang menemani mengeluarkan ranjang yang ada Hanna terbaring dengan alat-alat bantu pernapasan terpasang di tubuhnya. Kepala Hanna juga diperban.
Agatha menatap perempuan yang terbaring adalah anak dari pelayannya merasa sangat bersalah.
"Elsa, anak kamu ada bersama kami. Maafkan aku yang tidak bisa memberitahu kamu. Aku tidak bisa menentang suamiku," gumam Agatha.
Tidak lama mereka sampai di kamar VIP untuk Hanna. Oscar menyuruh Gustav memanggil beberapa pengawal berjaga di lantai kamar rawat Hanna sebelum masuk ke dalam.
"Gustav, pastikan semua aman dan jauh dari jangkauan wartawan atau siapa pun. Tidak ada yang boleh melihat perempuan ini. Kalau sampai terbongkar, kamu dan keluargamu yang akan jadi taruhan," kata Oscar dengan tatapan tajam.
"Baik, Tuan," balas Gustav.
Gustav keluar dari kamar untuk memberikan instruksi kepada para pengawal, penjaga di rumah sakit dan semua orang yang merawat Hanna.
***
Agatha di dalam kamar duduk di samping Hanna sambil memperhatikan wajah Hanna yang pucat dan rambutnya sudah dicukur karena operasi yang dilalui Hanna.
"Sayang, cepat sadar," kata Agatha sambil memegang lembut tangan Hanna.
Edgar yang duduk di sofa mengusap wajahnya dengan kasar. Dia masih tidak menyangka dengan kejadian ini.
"Kak, sementara semua pekerjaan Kakak aku bawa ke rumah sakit. Kakak nanti pasti akan berjaga di sini," kata Max.
"Iya aku berjaga di sini dan nanti akan memikirkan rencana selanjutnya," balas Edgar.
"Kalian mau makan belum?" tanya Oscar.
"Pa, aku masih kenyang," jawab Agatha.
Sayang, paling tidak kamu makan camilan. Aku tidak mau kamu sakit," kata Oscar.
"Ya sudah beli saja, nanti aku juga makan," balas Agatha dengan raut wajah datar pada suaminya.
"Oke. Kalian juga sama mau makan camilan atau makan berat saja?" tanya Oscar.
"Sama aja, Pa," jawab Max.
Edgar tidak menjawab. Dia masih menatap ke arah Hanna yang belum sadarkan diri.
"Edgar," panggil Oscar.
Oscar mendengus melihat Edgar seperti orang stres yang takut kehilangan pujaan hatinya.
"Kalian tunggu di sini. Aku mau keluar sebentar utntuk infokan asistenku yang di luar buat membeli makanan untuk kalian," kata Oscar langsung keluar dari kamar.
Agatha menatap kedua putranya dengan tatapan kecewa.
"Kalian berdua apakah sudah puas menyakiti perempuan? Mama kecewa sama kalian, kenapa kalian seperti ini? Lihat perempuan ini, dia salah apa sama keluarga kita? Keluarganya masih mencari dia di luar sana, tapi kita di sini membuat putri mereka menderita," kata Agatha sambil meneteskan air matanya. Dia merasa gagal menjadi seorang ibu bagi kedua putranya.
"Ma, tolong jangan begini," kata Max.
Max menghampiri Agatha lalu memeluk mamanya.
"Mama percaya sama kalian bahwa kalian bisa menjadi pria yang baik dan tidak menyakiti perempuan seperti ini. Mama sekarang mau tanya sama kamu Edgar. Kalau Hanna sadar dan bertanya dia di mana, apa yang terjadi? Mama pusing sama kalian, terutama sama papa kalian. Mama seperti tidak dihargai," kata Agatha.
"Jangan menangis. Max minta maaf karena belum bisa menjadi anak laki-laki yang dapat membuat Mama bangga," balas Max lembut. Dia sangat menyayangi mamanya.
"Max, apakah kamu juga saat ini berdekatan dengan seorang perempuan dan kamu menyakitinya juga? Kalau iya, lebih baik kamu menjauh dari perempuan yang kamu sakiti," kata Agatha.
"Iya, Ma. Jangan menangis begini. Mama bisa tidak diizinkan ke sini lagi kalau ada orang lain yang melihat Mama menangis," bujuk Max.
Agatha mengambil tisu di meja lalu mengelap air matanya yang di pipi.
***
Beberapa menit berlalu, Oscar kembali sambil membawakan camilan dan minuman. Mereka menikmati camilan dalam diam.
"Mama, Max, kita pulang sekarang," kata Oscar.
"Aku akan menjaga Hanna," balas Edgar.
"Kamu harus hati-hati mengambil langkah agar tidak merusak citra keluarga dan perusahaan kita," kata Oscar.
Edgar mengiyakan saja. Dia melihat keluarganya sudah pergi duduk di samping Hanna sambil menatap Hanna dengan perasaan gundah hingga dia tertidur.
***
Di tempat hiburan, Frank berdecak sebal. Dia kehilangan jejak ke mana Edgar membawa Hanna.
"Iyan, sampai sekarang kamu belum tahu Edgar membawa Hanna ke mana?" tanya Frank.
"Belum tahu. Tuan Edgar beserta keluarganya seperti menutupi semua yang terjadi. Mereka tentu takut kalau ini semua ketahuan para wartawan dan dapat membuat citra keluarga mereka hancur," jawab Iyan.
"Sial!" umpat Frank.
Tidak lama terdengar suara pintu diketuk dari luar. Frank berdecak kesal saat melihat siapa yang datang.
"Sayang, kamu kenapa cemberut begitu?" tanya Gisel.
"Kenapa kamu datang ke sini? Aku lagi sibuk," jawab Frank.
"Kamu ini sibuk apa? Ruangan kamu berantakan, boleh aku rapikan?" tanya Gisel.
"Gisel, kamu tahu aku paling tidak suka melihat kamu yang tiba-tiba datang tanpa memberitahukan. Sekarang aku lagi pusing karena banyak kerjaan," jawab Frank.
"Banyak kerjaan apa? Frank, aku muak melihat kamu terus berubah semenjak Edgar membawa perempuan yang bernama Hanna ke dalam lingkungan pertemanan kita," kata Gisel.
"Gisel, ini semua tidak ada sangkut pautnya dengan Edgar atau Hanna. Kamu tahu sendiri pekerjaanku di perusahaan banyak, belum lagi tempat hiburan serta usaha lainnya. Kamu jangan egois, kamu cuma sekretarisku dan tidak membantu dalam mengurus usahaku!" teriak Frank.
"Apa maksud kamu kalau aku ini cuma sekretaris kamu? Aku ini kekasih kamu, apa kamu lupa?" tanya Gisel menggebrak meja kerja kekasihnya.
Frank berdiri dengan raut wajah kesal. Dia hendak keluar dari ruangan itu, tapi tangannya ditahan oleh Gisel.
"Kamu kenapa? Apa kamu bosan padaku?" tanya Gisel.
"Cukup, Gisel. Jangan bertingkah aneh," jawab Frank sambil menarik tangannya paksa.
"Frank jelaskan kepada aku apa salah aku?" tanya Gisel sambil mengejar Frank.
"Gisel, apa-apaan ini? Kamu jangan bikin malu," balas Frank melirik tajam ke arah Gisel yang mengejarnya.
Para pengawal yang ada di sana menunduk saat melihat Frank terlihat marah dan mendorong kekasihnya.