Pritt!!!
Wasit meniup peluit kencang, memberhentikan pertandingan bola sejenak ketika bola keluar dari lapangan. Perlahan wasit mendekat Arya yang tergeletak di lapangan sambil menutupi kedua matanya.
"Hei, Nak. Apa kau tak apa?" tanya wasit itu, posisinya jongkok dengan kaki kanan di depan. Ketika wasit berusaha menyingkirkan tangan Arya dari wajahnya agar tak membuang banyak waktu, secepat mungkinArya menepis lalu menghela napas berat.
"Sialan. Kenapa harus seperti ini setiap terjun ke jenjang yang lebih tinggi?" Arya bertanya-tanya pada dirinya sendiri, namun sang wasit di dekatnya justru kebingungan dengan ucapannya.
"Kalau kau sudah selesai bicara, cepat bangun dari situ, Nak. Atau aku akan memberimu technical foul," ucap sang wasit sambil perlahan memegang peluit yang berada di tangan kanannya.
Seketika Arya langsung terbangun dari tempatnya dan itu terlalu cepat. Arya bisa merasakan kepalanya masih berdenyut dan sengaja meyembunyikan rasa sakit itu atau ia akan dipaksa wasit untuk meninggalkan lapangan. Tak ingin kehilangan fokus lagi, Arya berusaha membuang hal-hal yang tak sekiranya diperlukan pada pertandingan dan mulai mencoba menghargai kerja sama yang telah ia bentuk bersama rekan-rekannya selama berbulan-bulan.
Dari tengah lapangan, Arya bisa melihat beberapa rekannya sendiri sampai tak habis pikir melihat kejadian konyol yang baru saja terjadi. Denny yang tadinya terus menerus marah, kini bisa tertawa keras sampai memegang perutnya. Indra perlahan mendekati Arya dan bertanya.
"Hei, apa kau sedang sakit? Kau banyak melamun hari ini."
"Ah, maaf. Aku hanya… sedang berusaha fokus saja karena sangat sulit membayangkan menjadi pemain inti di pertandingan pertamaku."
"Kalau begitu seharusnya kau minta pada Coach Greg agar tak dimainkan," tiba-tiba saja satu per satu temannya datang mengerumuni Arya.
"Maunya memang begitu, tapi seniorku yang satu ini selalu mencoba memahami keputusan Coach Greg tanpa memikirkankum," ujar Arya pada mereka semua sambil menunjuk Indra terang-terangan.
Ketiga pemain lainnya menatap Indra sangat tajam, seakan bertingkah seenaknya sendiri tanpa memikirkan adiknya yang belum bisa bergerak leluasa. Di lain sisi Indra hanya terkekeh sembari menggaruk kepala belakang, tatapan mereka semua benar-benar menakutkan dan tak bisa dipungkiri mereka berada di posisi yang mana sangat membutuhkan postur tubuh yang besar dan tinggi.
"Kau punya gangguan persiapan mental, ya? Kelihatannya kau sama sekali belum siap menjadi pemain inti."
"Hahaha, bisa dibilang begitu. Tapi lupakan saja apa yang terjadi. Aku akan bermain sebaik mungkin, setidaknya sampai aku mulai terbiasa dengan atmosfir turnamen besar ini," jawab Arya mencoba meyakinkan rekan-rekannya kalau dirinya bisa berguna pada pertandingan kali ini.
Lalu mereka semua kembali ke tempat masing-masing, di mana kali ini mereka harus bertahan. Bola yang sebelumnya keluar terlebih dulu mengenai kepala Arya sehingga musuh mendapatkan kesempatan menyerang di awal babak ini.
Salah satu pemain musuh mulai melempar bola ke dalam lapangan dan berhasil diterima baik oleh rekannya. Kini Arya berhadapan dengan pemain yang sempat ia gumamkan tadi, sekilas ketika mereka berhadapan Arya sama sekali tak menyangka jika point guard musuh kidal sedangkan ia tak terbiasa melawan musuh yang titik fokusnya selalu terpusat pada tubuh bagian kirinya.
Orang itu mulai menggiring bola, mencoba melewati Arya. Namun ketika hendak dikejar Arya menabrak tubuh pemain musuh di sampingnya dengan posisi kaki terbuka lebar, berusaha menutupi ruang pertahanannya. Arya sempat mendecak lalu mencari celah lain demi menahan orang itu dan mengabaikan orang yang menghalau gerakannya.
Namun kefokusannya terpecah ketika mengetahui ternyata orang incarannya sudah dijaga oleh salah satu temannya, alhasil musuh yang tadinya sempat ditabrak Arya mendapatkan ruang kosong tanpa ada penjagaan satu pun. Tanpa ada banyak pertimbangan pemain musuh yang membawa bola langsung mengumpan pada temannya secara lambung. Pemain lainnya melompat tinggi, mencapai bola tersebut dan langsung mencetak poin dengan dunk yang begitu satisfying.
Poin pertama pada pertandingan berhasil dibuka oleh Jakarta Thunder melalui dunk super mengerikan. Para supporter langsung bersorak, tepuk tangan, bahkan sampai berdiri dari tempat duduk mereka. Memberi sorakan semacam itu benar-benar mempengaruhi mental Arya yang belum terbentuk sama sekali.
"Tak apa jangan dipikirkan! Kembali ke posisi masing-masing. Giliran kita menyerang!" ucap center Karesso merasa bersalah membiarkan pemain musuh setinggi itu mencetak poin.
Bagaimana pun juga Arya dan rekan-rekannya tak mungkin bisa menggapai tinggi badan orang itu, melihat tingginya lebih dari 190 cm. Center menerima bola dari tangan wasit lalu mengumpan pada Arya yang sebagai point guard. Namun karena ketidakwaspadaannya terhadap pemain musuh, bola tersebut dicuri oleh musuh. Tanpa pikir lama ia langsung memberikan bola pada temannya yang berada di luar garis tiga angka tanpa ada penjagaan sekalipun.
"Three!" teriak para supporter Jakarta Thunder begitu melihat posisi paling memuaskan dalam mencetak poin. Kedua kakinya memijak dengan sempurna lalu melompat tinggi, menembak bola dari luar garis pertahanan. Detik berikutnya bola masuk ke dalam ring begitu sempurna, tanpa menyentuh ring sedikit pun.
Sorakan meriah kembali terdengar menggema di stadion, membuat para supporter Karesso yang sangat minoritas sampai terbungkam. Di lain sisi pemain cadangan juga nampak begitu tenang, masih banyak kesempatan membalikkan keadaan melihat mereka hanya ketinggalan 5 poin saja. Coach Greg dipinggir lapangan melipat kedua tangannya sambil mengamati permainan musuh dan timnya sendiri.
Kali ini Arya menerima bola tanpa ada pencurian atau sesuatu yang menghalangi. Tertinggal 5 poin dalam basket bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan, akan tetapi Arya tak suka pada awal babak tim musuh mendapatkan momentum lebih besar dari timnya. Perasaan campur aduk antara gugup dan ingin membalas poin berlipat ganda, meyakinkan jika Arya hanya perlu menuggu momentum yang pas ketika dirinya ingin mengeluarkan tembakan tiga angkanya.
Karesso mendapatkan kesempatan menyerang dan mereka semua tak mau membiarkan peluang kali ini gagal mencetak poin berujung serangan balik dari Jakarta Thunder yang berpotensi semakin memperlebar ketertinggalan. Arya sudah berada menginjak garis pertahanan musuh, di mana ia berhadapan dengan orang itu kembali.
Selain tembakan tiga angka, penguasaan bola Arya juga tak bisa diremehkan. Sebagian pemain memang memiliki keunggulan masing-masing dan punya tujuan yang sama ketika sudah berhadapan dengan musuh, adalah tak ingin melakukan kesalahan ketika mereka sedang memegang bola.
Dengan postur tubuhnya Arya tak mungkin membenturkan tubuhnya pada lawan di hadapannya. Kemampuannya dalam mengamati setiap pergerakan kawan dan lawan bekerja sangat baik, hingga keputusan tepat baginya memberi umpan langsung ke dalam pertahanan musuh, melewati beberapa pemain yang tak fokus dengan bola. Center Karesso berhasil menerima umpan itu dengan baik dan saling adu kekuatan dengan center lawan. Dengan kekuatannya jauh lebih unggul, Center Karesso atau biasa dikenal Loga berhasil mencetak poin pertama bagi Karesso.