Chereads / The Scenic Acatalepsy / Chapter 9 - Tanda Tangan, Take Down

Chapter 9 - Tanda Tangan, Take Down

Lintang tak berhenti memeriksa ponselnya, memeriksa media sosial yang ramai meliput kediamannya dan Nairs saat ini. Berkali-kali pria itu memastikan namanya sungguh tak disebut, pun wajahnya tak terungkap. Lintang sebenarnya tidak takut kalau Ia harus berhadapan dengan jurnalis, namun Ia khawatir salah langkah.

Tama, sahabatnya itu sudah mewanti-wanti untuk lebih berhati-hati. Dokter bedah itu mengomel panjang usai memberikan laporan operasi Chetna. Tak tanggung-tanggung, Tama membantu meredam berita itu dengan menggunakan banyak akun anonim, memblokir dan mereport berita-berita yang beredar. Mengharukan, bahkan Aashita yang paling sibuk diantara mereka hari ini pun mengikuti langkah Tama.

Kini waktu sudah menunjukkan hampir jam dua belas malam, berita itu telah mereda. Namun Lintang, Sandy, dan Naira masih punya urusan, masih sibuk alih-alih beristirahat. Alasannya tidak lain dan tidak bukan karena belasan jurnalis yang tadi mengepung rumah mereka itu baru saja bubar menjelang jam delapan malam, bahkan sisanya masih ada yang berjaga sampai sekitar jam sepuluh. Sangat merepotkan, karena Sandy yang seharusnya langsung turun tangan usai berita itu tersebar jadi tidak bisa mengakses rumah itu. Jika dipaksakan, tentu saja akan semakin mengundang keributan, lantaran Sandy sudah sering muncul di layar kaca mewakili Juan.

Sandy menaruh berkas-berkas fisik di meja ruang tamu, "Ini berkas pengalihan jabatan yang perlu Anda tanda tangani, Mas," ujarnya.

Lintang pun segera memeriksanya teliti, pun Naira yang membaca berkas lain bergantian. Sejak kedatangannya kemarin, Lintang belum tahu perihal bagaimana wujud kontrak dan ketentuan peralihan jabatan Presiden Direktur itu, karena Ia sibuk menyusun strategi hukum untuk meringankan beban Juan terlebih dahulu.

"Baik, Saya paham apa tanggung jawab Saya. Tapi sebelumnya ... menurut Anda, apa konsekuensi terbesar jika identitas Saya terbuka ke publik lebih jauh dari hari ini?"

"Tidak akan baik untuk keamanan bisnis perusahaan, Mas. Lawan bisnis dan politik Pak Juan mungkin saat ini tengah mencari tahu siapa Anda, dan merencanakan banyak hal. Meskipun Kartasena Energi adalah perusahaan keluarga, tidak menutup kemungkinan ..."

"Akan ada yang berusaha mengambil alih atau bahkan mencabut izinnya, apalagi kasus ini sudah melibatkan instansi pemerintah. Terungkapnya Anda ke publik akan lebih berbahaya, apapun bisa terjadi."

"Contohnya?"

"Banyak. Mulai dari Anda yang turut diseret ke penjara, atau ... penghilangan nyawa. Terdengar ekstrem, tapi begitulah yang terjadi dengan beberpa klien Saya beberapa tahun lalu ..."

"Sebaiknya Anda jaga diri, dan kembali ke Sierra Leone secepatnya."

Lintang tampak semakin berpikir, "Tapi begini, kalaupun Saya meninggalkan Jakarta, nama Saya tetap tertulis di akta pengalihan jabatan, sebagai Presiden Direktur. Bukankah itu sama saja? Lebih baik dari sekarang Saya muncul di media," bantahnya.

"Jangan, Mas. Selain apa yang Saya katakan tadi, ini juga pesan Pak Juan."

"Lintang diminta Bapak kembali ke Sierra Leone, Pak Sandy?" tanya Naira heran.

Sandy mengangguk, "Betul, Bu Naira. Mas Lintang sebetulnya tidak berniat diberitahu, namun pada akhirnya ... Pak Juan ingin Mas Lintang mengetahui kondisi perusahaan saat ini, dan menggantikan beliau sementara waktu, atau ... selamanya sebagai Presdir Kartasena."

Lintang mengusap wajahnya kasar, "Kembali lagi ke pertanyaan Saya, identitas Saya sama-sama akan terbuka jika menandatangani akta ini, Pak. Apa bedanya?"

"Dokumen ini menjadi konfidential perusahaan, Mas Lintang. Tidak sembarangan orang bisa mengaksesnya, karena Kartasena bukan perusahaan terbuka atau sudah IPO. Hanya internal perusahaan ..."

"Siapa internal perusahaan yang akan mengetahui? Apa bisa dipercaya?" potong Lintang, "Kalaupun ada, Kita tidak bisa percaya sepenuhnya pada orang lain, Pak."

"Jika Anda tidak bisa percaya pada banyak orang, cukup Saya dan Bu Naira yang akan menjadi saksi penandatanganan pengalihan jabatan ini, Mas. Orang-orang di perusahaan, media, atau siapapun di luar sana cukup tahu bahwa Presdir Kartasena adalah masih Pak Juan yang tengah diproses hukum. Bagaimana?" Sandy memberikan alternatif. "Itu juga strategi, jika suatu saat ada yang ingin mengguncang Kartasena karena kekosongan kekuasaan, dimana masih ada Anda yang identitasnya tidak ketahui dan menjadi pemegang saham kumulatif."

Lintang mengangguk, paham akan maksud Sandy akhirnya, namun Ia masih terus berpikir, tangannya tak kunjung menandatangani dokumen penting dihadapannya, hingga Naira mengelus tangannya pelan, "Tandatangani saja, Lintang. Benar kata Pak Sandy, ini untuk kebaikan Kita semua. Kalau ini dipermasalahkan, Mama yang akan jadi saksi ..."

"Ma, jangan melibatkan diri."

Naira menggeleng, "Kita harus terlibat, jangan biarkan Papa sendirian. Papa butuh dukungan Kita semua, Lintang."

Lintang menghela nafas panjang, "Setelah Saya kembali ke Sierra Leone, Mama bagaimana? Saya tidak mau Mama sampai diketahui media juga," tanyanya lagi.

"Bu Naira akan menjalankan aktivitasnya seperti biasa, karena tidak ada yang tahu identitas suami beliau. Benar begitu, Bu?"

Naira mengangguk, "Ya, betul. Justru akan mencurigakan kalau Mama mendadak cuti atau gak datang ke kampus," ujarnya meyakinkan Lintang.

"Baik. Tapi tolong pindah ya, Ma. Nanti Aku carikan tempat tinggal yang aman," pesan Lintang kemudian menandatangani dokumen itu cepat. Tiga sampai lima tanda tangan basah Ia bubuhkan disana, meresmikan dirinya secara hukum sebagai Presiden Direktur Kartasena sementara.

****

PRAKK!

Gayatri menghempaskan tangannya ke atas meja kaca, membuatnya hampir retak karena kunci mobil yang masih di tangannya. Gadis itu semakin dilanda emosi usai percakapan tidak solutif nyaris menyebalkan diantaranya, Bagaskara, dan Ivander.

"Kalian ini paham atau tidak? Ini bukan berita berbasis fakta, tapi desas-desus! Click bait! Kenapa berani mengeluarkan berita dengan tajuk 'berikut sosoknya' dan sejenisnya padahal kalian tidak punya dokumentasi tentang orang yang dimaksud!" amuk Gayatri pada dua orang yang telah mencuri bahan berita konfidential miliknya.

"Saya gak mau tahu, take down semua berita yang tersisa dan masih beredar sekarang!"

"Untuk apa di take down?" tanya Ivander menantang, "Publik sudah tau alamatnya, dan seperti apa gambaran kehidupan keluarganya. Kenapa Kamu sewot gini, Tri?"

"Saya bilang take down! Karena Saya yang berhak menentukan kapan berita ini dirilis, dan kalian itu lancang sekali! Paham?"

"Terutama Kamu, Bagas!"

Bagaskara hanya terdiam menunduk, jujur Ia merasa bersalah telah mencuri bahan berita itu, "Maaf, Tri. Saya cuma heran kenapa Kamu gak mau langsung memberitakan, padahal identitasnya sudah jelas."

"Bukan urusan Kamu," jawab Gayatri ketus. "Take down sekarang! Hubungi media-media yang kalian ajak kerjasama!" tegasnya.

"Iyaaa dah iya, bawel." Ivander menyerah akhirnya, meraih ponsel untuk menghubungi beberapa orang. Namun menit-menit berikutnya, Ia tersadar sesuatu, "Tunggu deh ..." ujarnya tersenyum miring.

"Apa lagi?"

"Jangan-jangan ... Kamu ini bekerja untuk Kartasena ya?"

"Apa maksud Kamu?"

"Karena tadi ... beberapa rekan Saya bilang ... Sandy Triadi, pengacara utama Kartasena juga minta mereka untuk take down berita itu," ujarnya penuh selidik.

Gayatri mengerutkan dahi, "Lawyer Kartasena turun tangan?" tanyanya tak kalah curiga. Abaikan dulu tuduhan Ivander padanya.

"Ya, dia langsung menghubungi dua sampai tiga media yang besar, buat stop. Pastinya ada semacam ... uang tutup mulut," sambung Bagas.

Gayatri menggeleng, "Saya bahkan gak pernah berhubungan dengan lawyer Kartasena, sebatas tau namanya Sandy Triadi. Tapi ini ... semakin ... ah sudah! Take down dulu semua berita yang beredar!"

"Jangan sekali-kali lagi kalian berani mengulang kejadian ini, dan khusus untuk Kamu, Bagas ..." Gayatri menunjuk-nunjuk wajah Bagas tepat di depan matanya, "Kita pisah tim per hari ini, silakan Kamu urus berita lain ..."

"Loh kok ..."

"Pak Edwin sudah mengizinkan agar Saya sendiri yang akan menangani berita kasus korupsi ini sampai selesai. Paham?"

"Iya Sa ..."

DRRT!

DRRT!

Ponsel Gayatri bergetar, memotong ucapan Bagas.

[iMess]

(Yohana - Head Office)

Gayatri, Anda dimana? Segera ke kantor

Ini menyangkut berita yang beredar soal Kartasena

Kita perlu membahas beberapa hal penting