"Walau ada banyak hati yang berebut tempat di hatiku, namun hanya ada satu hati yang berhasil membuat hatiku berdebar."
_Nathaniel Gio Alfaro
***
Alunan melody dari tape recorder kamar seorang gadis menggema terdengar. Suara bass seseorang dari masa lalunya membuat gadis ini belum bisa melupakan dia. Detik demi detik, hingga tahun berlalu hanya bintangnya yang gadis ini pikirkan. Seperti sebuah surat darinya, bintang itu akan selalu hadir di ingatannya.
Suara rintikan hujan tidak mengalahkan suara lembut dari tape recorder tersebut. Seorang gadis berkerudung tidur sambil menyelimutinya dengan selimut. Tatapannya sangat teduh, malam ini membuat tubuhnya seketika dingin. Tanpa sadar, air mata jatuh menitik. Gadis itu meremas erat bantal gulingnya, manik matanya lurus menatap ke arah tape recorder tersebut.
Suara gitar yang menggema membuat hatinya seketika tertusuk belati, hatinya perih karena belum menerima keadaan yang sebenarnya. Sudah empat tahun berlalu, dan gadis ini belum juga melupakannya.
Dari arah pintu masuk, seorang gadis masuk membawa air hangat. Wajahnya tampak cemas menatap ke arah gadis yang terbaring lemah itu. Dia mendekat dan memegang kening gadis itu yang panas.
"Ya ampun, badan kamu panas banget Auberta. Kita ke rumah sakit aja ya," ujar Audrey. Kini, mereka tinggal bersama di sebuah apartemen. Auberta menggeleng pelan. "Audrey khawatir kamu kenapa-kenapa entar,"
"Auberta baik-baik aja kok. Audrey enggak perlu cemas,"
"Ya udah, bangun dulu minum air hangat,"
Auberta bangkit dan duduk menatap Audrey yang terlihat cemas. Audrey terus menggenggam tangan Auberta yang dingin, seluruh badannya terasa panas. Audrey beralih menatap ke arah tape recorder yang sedang mengalun seorang cowok yang bernyanyi.
"Lo belum bisa lupain dia?" tanya Audrey. Auberta hanya menunduk dan tanpa sadar air matanya jatuh lagi.
"Audrey, entah kenapa beberapa hari ke belakang. Auberta ngerasa kehadiran Gio di dekat Auberta. Auberta enggak tau ini perasaan apa. Tapi, hati Auberta terus mengatakan kalau Gio masih hidup,"
"Auberta, cukup! Aku tau kamu belum bisa melupakan Gio, tapi jangan sampai seperti ini. Lo menyakiti diri lo sendiri, lo enggak kasihan sama Gio yang udah tenang di sana?"
Justru, itu semua membuat Auberta terus menangis tersedu-sedu. Hati memang tidak bisa berbohong, hanya waktu yang akan menjawab.
"Audrey, Auberta mohon secepatnya cari tau keberadaan Om Franz sama Tante Filicia. Auberta mau dengar kabar itu langsung dari mereka,"
"Auberta, kamu kenapa sih enggak pernah nurut ucapan aku. Jangan lagi memikirkan Gio, dia udah enggak ada,"
"Audrey jahat! Audrey enggak tau gimana perasaan Auberta sekarang. Gio masih hidup! Gio kemarin malam muncul di langit, dia berkedip sangat indah. Itu artinya, Gio sedang memberi pesan kepada Auberta."
"Auberta sadar! Lo jangan jadi gila kayak begini, gue enggak mau ngelihat keadaan lo seperti ini,"
"Auberta cuma mau ketemu Gio, itu aja kok. Auberta rindu," ucap Auberta dengan nada lembut, dia tidak bisa menahan isaknya.
"Padahal selama ini lo udah bisa lupain Gio. Kenapa sekarang lo malah ingat dia lagi, sadar Auberta,"
"Auberta vuma mau ketemu Gio, Auberta mau ketemu Gio Audrey,"
Audrey pun langsung memeluk Auberta supaya tenang. Gadis ini benar-benar di luar jangkuan, tiba-tiba berubah secepat ini.
***
Di dalam kamar yang gelap, terlihat Gio sedang menatap benda pipihnya. Di sana Gio menatap foto seorang gadis. Ya, itu Auberta. Auberta yang polos, yang pernah Gio potret secara diam-diam di rooftop sekolah. Tatapannya teduh, kehilangan satu jiwa yang belum kembali.
Di sisi lain, Gio berbahagia. Tetapi, sisi gelapnya begitu kelam, jiwanya belum ditemukan sampai sekarang. Setiap kali mengingat Auberta, Gio menjadi tak berdaya. Hanya kesedihan yang mampu dia ratapi.
Setelah beberapa kali menatap foto Auberta, Gio bangkit dari tempat tidur dan berjalan berdiri menatap keluar jendela. Kepalanya mendongak ke langit, terdapat satu bintang yang sedang berkedip cepat. Gio menatap bintang tersebut dengan perasaan rapuh, mengingat kembali gadis bintang masa lalunya.
"Gue masih nunggu lo, Auberta. Sampai kapanpun, gue akan tetap menunggu kehadiran lo. Meski gue enggak tau itu kapan. Gue kangen, gue kangen kepolosan dan senyum di bibir cantik lo. Lo dimana sekarang?"
***
Pagi terasa sejuk, bau tanah akibat hujan tadi malam menusuk hidung. Baunya begitu dingin di hidung, membuat Gio menyembulkan kepalanya dari balik selimut karena merasa kedinginan. Manik matanya kini menatap ke arah jam dinding, pukul 07:00 WIB. Kelasnya akan dimulai satu jam dari sekarang. Gio bangkit dengan perasaan hampa, dan langsung membersihkan diri.
Gio merupakan tipikal yang sensitif, layaknya zodiak cancer. Gio tidak menyukai Film keras, orang yang meneriakinya, dan dikecewakan oleh orang yang dia sayangi. Itu hal yang paling membuat tipe zodiak cancer moody-an. Terkadang, sikap sensitif Gio cenderung membuat dirinya merasa lebih baik. Dia menjadi lebih sedikit terbuka.
Gio turun dari mobilnya, dan langsung berjalan memasuki gedung kampus. Tiba di sana, Gio bertemu dengan Alda yang sedang mengobrol bersama teman-temannya. Tiba-tiba, rasa tertarik kepada gadis ceria ini membuat langkah Gio mendekat ke arahnya.
Alda menatap Gio yang juga menatap dirinya. Tatapan mereka tubrukan untuk beberapa saat. Hingga, Gio tersadar dan langsung membuyarkan lamunannya. Saat Gio menatap bola mata Alda, dia kembali teringat akan gadis masa lalunya.
"Gimana keadaan sepeda lo?" tanya Gio santai.
"Lah, lo nanyak keadaan sepeda gue? Harusnya gue yang lo tanya,"
"Lo sekarang berdiri di hadapan gue, dan lo baik-baik aja. Ngapain gue harus nanyak keadaan lo kalau gue udah tau," timpal Gio, membuat Alda terdiam sesaat.
"Iya, deh,"
"Sekarang, tugas lo apa?"
"Maksud, lo?"
"Kenapa malah nanyak balik?" beo Gio berdiri sambil melipat tangan di dada.
"Iya, gue enggak ngerti maksud lo,"
"Peang!" ucap Gio sambil menimpuk kepala Alda, membuat gadis ini sedikit kesal. Rambut yang di kuncir kembali menjuntai di kepala Alda, membuat Gio tertawa kecil melihat penampilan gadis itu.
"Buruan ikut gue, asisten!" sambung Gio sambil berteriak dan berjalan pergi. Alda pun tersadar dan langsung mengejar Gio dari belakang.
Gio mengerjai Alda di ruang diskusi. Menyuruh gadis ini untuk menunggu Gio datang, tetapi sudah dua jam Alda menunggu Gio tidak kunjung hadir. Nyatanya, Gio sedang ikut kelas di fakultas astronomi. Saat berada di dalam kelas, Gio tertawa kecil dalam hati. Membayangkan ekspresi seperti apa yang akan Alda tampakkan jika ketahuan dikerjain. Gavino yang duduk di samping Gio, mengernyitkan dahinya. Gavino menyenggol tangan Eros yang juga duduk di samping Gio, memberi kode kepada Eros untuk menatap Gio yang sedang tersenyum sambil mengetuk-etuk balpointnya.
"Si Wadin gila, ya? Kenapa senyum-senyum sendiri segala. Kalau ketahuan Dosen malah kena siraman rohani dia," ucap Eros berbisik ke arah Gavino dan sesekali menatap ke depan, melihat seorang guru sedang menulis di papan.
"Kesambet setan di jalan kali," sambung Gavino, membuat keduanya tertawa kecil.