Setelah memasuki rumah, Rosie duduk di atas tangga terakhir terlebih dulu, sekedar untuk istirahat sejenak.
Gadis itu malas gerak, mungkin itu alasan mengapa dia merasa mudah lelah.
Bi Lia yang keluar dari ruangan laundry langsung bertanya,"Udah pulang Neng? Maaf bibi gak sempetin buka pintu."
"Gak papa lagipula Rosie gak pencet bel. Pintunya gak dikunci."
"Oalah iya ya, kirain telinga bibi yang bermasalah." Pandangannya tiba-tiba menemukan sesuatu di sana, goresan luka berwarna kemerahan bersama darah yang tidak terlalu mengalir menghiasi sebagian tubuh sang putri majikan.
"lututnya kenapa Neng?" Karena khawatir, dia pun langsung memeriksa lebam itu dan menaruh terlebih dahulu keranjang cucian yang sedari tadi dia angkat disekitar pinggang.
Rosie seraya tersenyum tipis, senang ada orang yang memperhatikannya. Dulu, Bi Inah lah yang selalu bertanya.
Ayahnya? Dia tidak bertanya karena tidak tahu. Atau karena tidak memperhatikan? Sudahlah. Itu akan hanya membuatnya berlarut dalam rasa kekesalan terhadap sang ayah.
"Gak pap bi. Cuma kena bentur mobil biasa." jawabnya.
"Kenapa bisa gitu? Non mau nyebrang?!" Dia nyengir kecil karena alasan itu tepat sekali.
"Kalau nyebrang harus liat kanan kiri Non," nasihat Lia karena merasa ekspresi tadi adalah jawaban dari sebuah kelalaian kecil yang berakibat fatal.
"Soalnya Rosie takut ketinggalan angkot." Dirinya memberikan sebuah alasan.
"Oalah, Mau naik angkot toh. Neng, kalau mau naik angkot, nanti juga angkot nya bakal nyamperin. Kalau angkot nya sebrang jalan, lambaikan tangan aj, supir angkot bakal nyamperin."
"Oh gitu ya." gumamnya merasa seperti gadis yang bodoh.
"Rosie gak liat mobil di garasi? Apa papa minta jemput ke mang Kirman?"
Dia beralih topik. Sekiranya hal mengenai 'angkot' cukup tidak harus dibahas lebih lanjut, misalnya nama sang supir. Hahaha bercanda.
"Udah dari siang sih non, tapi mang Kirman dan pak Al belum datang."
Pak Al itu adalah panggilan dari publik untuk sang ayah, baik di kantor maupun di kompleks perumahan dulu, dan mungkin akan berlanjut di tempat yang sekarang.
Perlu diketahui nama 'Al' sekarang sedang booming di kalangan ibu-ibu penikmat sinetron Ikatan Kayu, karena tokoh utamanya yang bernama Aldetakan, bukan Aldegupan. Apaan sih?! Krik Krik. Rosie pun terkadang nonton sinetron itu ketika gabut.
Kembali ke gadis bersurai hitam kecoklatan yang tengah mengerutkan bibirnya di sana seraya berpikir,"Tuh kan, jika besok minta jemput, mungkin mungkin mang Kirman akan terlambat datang," dia sedikit kesal, karena dirinya adalah tipe tidak suka menunggu di tempat yang masih asing.
Mulai besok nge-charge ponsel sebelum berangkat sekolah adalah hal yang wajib dilakukannya.
"Bibi kompres pakai air dingin ya neng." Tawaran itu sukses membuat pikirannya kembali ke dunia nyata.
"Gak papa bi, pinta air hangat dan air dingin aja. Biar Rosie yang mengompres."
Lia tidak ingin memaksakan, dia pun berkata bersama penawaran lain,"Sama kainnya juga mau bibi bawakan?"
"Gak perlu, di kamar ada handuk kecil kok."
Ada hal yang sepertinya terlupa oleh gadis itu,"Eh bi satu lagi. Sekalian makan sore dan lalapan kayak kemarin."
"Siap non!"
Rosie tidak ingin di antar atau pun di bantu oleh Bi Lia, karena laki-laki asing itu masih ada di kamarnya. Jadi, dia harus ekstra hati-hati ketika membuka pintu, takut barang-barang yang dibawanya jatuh ke bawah.
Ditumpuk olehnya benda-benda itu di atas nakas setelah masuknya, kemudian duduk di pinggir kasur lalu melakukan peregangan otot sebentar. Ketika sedang melakukan peregangan, tanpa sengaja iris matanya melihat ke arah kursi panjang yang ada di kamar.
Tampak iris hitam legam bersinar itu sedang memandangnya dengan pandangan kosong di sana. Sang pemilik mata indah itu tengah terduduk di atas sofa, tepat di sebrang tempat tidur miliknya.
Rosie sedikit kaget dengan hal itu karena semenjak memasuki kamar, dia melupakan keberadaan laki-laki tersebut di kamarnya.
Dia membalas tatapan dengan dingin, seperti menatap orang asing yang kurang ajar berani memasuki kamarnya tanpa permisi. Namum tatapan laki-laki itu yang seperti seorang bayi tanpa dosa, membuat dirinya tersihir, hingga membalas tatapan itu dengan hangat sehangat api unggun.
Ditatap pria ganteng kayak idol Korea, mana bisa gadis itu menolak untuk tidak menatap balik dengan setimpal.
Rosie pun beranjak dari kasur seraya membawa alat-alat mengompres, kemudian menghampiri laki-laki tersebut dan duduk di sana, di sofa panjang sebrang tempat tidurnya. Sementara tatapan laki-laki itu mengikuti gerakannya sedari tadi.
Rosie sedikit membuang muka karena takut baper. Dia akui ketampanan laki-laki disampingnya itu tidak pantas untuk di perdebatkan, benar-benar original visual.
Setelah degup jantung nya lebih tenang, dia mulai menyibakkan rambut itu, membuat bundaran biru yang sedari tertutup, kini dapat terpampang jelas dimatanya.