Kara duduk juga mama Bara saat ini sedang berada di Mall terbesar di kota tersebut. Mereka baru saja selesai berbelanja.
Tadi papanya yang menyuruh Untuk Kara menemani mama mertuanya pergi jalan-jalan agar tidak suntuk.
Karena memang hidupnya tak memiliki kesibukan maka Kara setuju saja saat dimintai untuk pergi menemani mama mertuanya.
Lagian, hal seperti ini sangat langka terjadi, mereka hanya bertemu satu tahun sekali saja, jika pun banyak paling lima atau enam kali. Tidak pernah Sampai Sepuluh kali Dalam satu tahun, makanya tadi mamanya itu sempat menyindir Bara saat berada di meja makan.
"Udah belum Ma?" Tanya Kara, Kakinya sudah sakit sekali dari tadi mutar-mutar terus di mall yang begitu besar.
"Kalau belanja sih udah, bagaimana kalau kita lihat perhiasan?" Tanya mamaya.
Mendengar itu Anna langsung memutar bola matanya dengan sangat malas, tak anak, tak mama nya sama saja.
"Kalau mama mau Kara temenin tapi Kara nggak beli ya."
"Loh kok gitu sih?" Tanya sang mama.
"Iya, soalnya dirumah udah banyak banget Ma perhiasannya nggak kepake sama sekali."
"Nah, itu dia Kar yang harus buat kamu beli perhiasan." Jawab mama mertuanya itu.
Kara menjadi bingung dengan maksud ucapan mamanya itu.
"Maksudnya ma?" Tanya Kara.
"Tadi kan kamu bilang kalau dirumah kamu udah banyak banget perhiasan tapi nggak kepake, kamu tahu nggak sih itu maksudnya apa?"
Kara menggelengkan kepalanya dengan cepat, karena memang ia tak tahu.
"Karena kamu udah bosan dengan perhiasan yang itu-itu saja, kamu harus memiliki perhiasan yang baru dong. Kamu nggak malu apa nemenin Bara sana sini dengan perhiasan yang itu-itu aja? Kamu ingat dong sayang, kalau kamu itu adlah seorang nona muda jadi bersikaplah layaknya seorang nona muda pada dasarnya."
Kara menaikkan alisnya, "ini bukan masalah bosan atau bagaimana Ma, tapi untuk apa banyak-banyak perhiasan kalau tidak dipakai? Mubazir kan? Ngabisin uang doang, mana pada mahal-mahal lagi. Lebih baik uangnya ditabung aja, nanti juga berguna kok beberapa tahun yang akan datang Ma."
Mama mertuanya itu langsung memutar bola matanya dengan sangat malas.
"Sayang, memang suami kita itu Mencari uang untuk kita habiskan bukan untuk di tabung. Jadi gunakan saja semuanya itu.
Lagipula perusahaan kita itu mampu untuk membuat kita hidup enak Hingga kita tua nanti kok jadi jangan banyak berpikir, karena sesuatu yang terlalu di pikirkan itu juga tidak bagus."
Kara diam, ia juga tak tahu harus mengatakan apa lagi dengan Mama mertuanya itu. Ia tak pernah terbiasa dengan hidup yang serba mewah seperti ini.
Sejak kecil ia dididik dengan Ayahnya begitu keras. Meskipun ia besar di keluarga kaya raya tapi ia dididik menjadi orang yang rendah hati, baik dengan seksama dan juga bisa untuk membaca keliling nya itu.
Ia orang kaya tapi didik menjadi miskin agar bisa Bertahan hidup jika suatu saat nanti Bakalan bangkrut dan hidup miskin.
Terlalu banyak sudah ilmu yang diberikan oleh ayahnya.
"Ayo Kar, kalau nggak mau banyak-banyak pilih satu aja deh. Mama Yang bayar kok, tenang aja." Ucap mama mertua nya itu sambil menarik tangan kara untuk masuk ke dalam toko perhiasan itu.
Kara yang tak punya pilihan itu hanya bisa mengikuti saja apa yang mama mertuanya itu katakan.
"Iya ma, sebentar." Ucap Kara, ia menaruh ponselnya itu ke dalam tas Selempang nya.
Wanita yang ia panggil mama tadi itu kini sudah berada di Dalam toko perhiasan tersebut sendang asik memilih model mana yang harus ia pilih, semuanya itu terlihat begitu indah sekali dan tentunya harganya juga bukan barang murah.
"Selamat datang ibu, ada yang bisa kamu bantu?" Sapa penjualan nya sambil Mengembang kan senyum.
Kara tersenyum saja Dan kemudian ikutan larut dalam memilih perhiasan. Semuanya tampak begitu indah sekali, pastinya harganya juga bukan harga kaleng-kaleng.
"Kamu yang mana Kar? Mama pilih ini aja deh, gelang tangan sama kalung dan juga cincin satu set." Ucap mama mertuanya itu yang sontak membuat Kara terbelalak.
Tak perlu di kasih tahu berapa harga nya, ia sudah tahu berapa harganya yang pasti sampai berpuluh-puluh juta itu.
Kara melihat sebuah anting yang sangat cantik sekali, ia tersenyum sambil mengarahkan telunjuknya ke arah anting-anting tersebut.
"Coba ini deh Kaka satu." Ucap Kara.
Penjual nya itu langsung mengambil anting-anting yang ditunjukkan oleh Kara tadi.
"Wah, pintar sekali kakak mencari perhiasan dan ini, itu cocok banget untuk kakak." Ucap penjual perhiasan itu.
Kara menggaruk kan tengkuknya yang tidak gatal itu karena mendapatkan pujian seperti itu.
Mama nya yang mendengar langsung tersenyum, "Menantu saya ini memang nggak usah diragukan banget deh seleranya. Dia punya selera yang luar biasa bagus." Ucap mama mertuanya itu memuji menantunya.
Mendengar itu kara menjadi semakin tidak enak sendiri. "Ah, mama bisa aja sih." Jawab Kara.
"Apakah ini limited edition mba?" Tanya mama mertuanya.
Penjual itu nampak berpikir sebentar sebelum menjawab pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.
"Kalau nggak salah kemarin itu ada seorang laki-laki deh yang milih ini anting-anting juga, katanya untuk calon istrinya yang sedang ia perjuangkan dari takdir." Ucap penjual itu sambil mengembangkan senyumnya.
Mereka berdua mengangguk kan Kepalanya sebagai jawaban, "Pasti wanita yang di pilih kan anting-anting itu menjadi wanita yang paling beruntung ya Kar." Ucap mama mertua nya itu.
"Kenapa begitu ma?" Tanya Kara.
"Entahlah, mama mendengar apa yang mba ini Katakan tadi Rasanya udah begitu senang. Zaman sekarang ada juga laki-laki yang seperti itu, mau tetap berjuang meskipun sebenarnya ia tak akan pernah bisa untuk melawan takdir."
"Namanya juga sedang usaha Bu, jadi ya wajar lah." Celetuk Penjual perhiasan itu.
Kara dan juga mamanya itu terkekeh mendengar jawaban yang dilontarkan oleh penjual tersebut.
"Jadi berapa semuanya kak?" Tanya Kara meminta total pembelian saja daripada menceritakan hal yang sama saja setiap harinya. Entah kenapa orang begitu suka ghibah.
Penjual tersebut memberikan nota pembayaran nya, Kara mengeluarkan dompetnya intim mengambil kartu debit nya itu.
Meskipun mamanya mengatakan akan membayar belanja ini tapi tetap saja rasanya tidak enak jika dibayarkan oleh Amna mertua.
"Udah nggak usah, biar mama yang bayar Kar."
"Nggak usah Ma, biarin Kara aja. Kalau Bara tahu ini nanti dia bakalan marah loh sama Kara karena membiarkan mama yang belanja."
"Nggak apa-apa Kara, urusan tentang Bara itu gampang, aman kok itu anak kalau sama mama."
Kara sama sekali tak mendengar kan itu, ia langsung menyerahkan kartu debit nya ke penjual tersebut.