"Hey, kalian tak boleh seperti itu pada tantemu?" tariak Owen pada keponakannya yang malah tertawa terpingkal-pingakal melihat Sisi kesakitan.
"Tak apa, biasa kan anak kecil itu memang seperti itu!" ujar Sisi lalu melangkah masuk menuju ruang dalam rumah mewah itu.
"Jangan ganggu tantemu!" teriak Owen yang tau Sisi sangat kesal dengan acara penyambutan yang dibuat kedua keponakannya itu lalu meminta pelayan di kastilnya untuk menyiapkan sarapan bagi istrinya yang nampak begitu cantik dengan gaun yang sedang dia kenakan.
"Kau cantik sekali, Sayang!" puji Owen lalu meminta pelayan bergegas menuangkan teh untuk istrinya. "Cepat sedikit, tuangkan tehnya!"
"Owen..., Owen...," panggil Diona yang bergegas mendekati pria tampan itu.
"Ada apa? Kenapa kau nampak begitu terburu-buru?" tanya Owen lalu menarik lengan wanita yang telah lama menjadi asistennya itu.
"Aku rasa kau dalam bahaya! Cepatlah!"
"Iya, Tapi kenapa kau menarik tanganku!" seru Owen kesal.
"Aku baru dengar jika Alan sedang mengejarmu kemari..." Diona memutar bola matanya pada Sisi yang masih saja duduk dengan tenang.
"Iya! Aku tau!" bisik Owen lalu menarik tubuh pelayan setianya itu menuju sebuah ruangan dekat perapian di rumah besar itu.
"Lalu bagaimana?"
"Tenang sedikit! Aku sudah mengusut pernikahan Alan dan Sisi, itu hanya pernikahan palsu dan tak tercatat oleh negara!" tegas Owen membuat Diona kembali tersenyum.
"Syukurlah, berarti kalian bisa hidup lebih tenang sekarang!"
"Benar, jadi kau tak usah takut!" lanjut Owen kemudian memutar badanya kembali ke ruang makan.
"Eh, tunggu, belum selesai!" Diona menarik tangan Owen menghentikan langkah tegap tuan mudanya.
"Apa lagi?" Owen kembali membalikkan badannya kearah Diona yang nampak kembali cemas untuk apa yang akan dia katakan.
"Lalu bagaimana dengan Tuan Tony!"
Owen langsung tertunduk mendengar nama itu di sebut, dia lalu menggelengkan kepalanya berusaha tak memikirkan lagi masalah keluarganya yang pelik.
"Owen!"
"Lupakan!" potong Owen lalu membolakan matanya pada Diona. "Aku tak mau tau soal itu, yang aku tau sekarang aku dan Sisi telah menikah!" tegas Owen lalu membalikkan badannya dan kembali ke ruang makan.
"Huuft!" Owen menghela nafasnya setiba di ruang makan, dia lalu menghampiri Sisi. "Ayo kita ke kamar saja!" bisik Owen di daun telinga istrinya.
Sisi segera menggeser kursinya lalu berdiri dari kursi, matanya terus menatap kearah Owen yang terlihat bingung dengan apa yang kini harus mereka lakukan.
"Kau kenapa?" tanya Sisi saat dia mulai melangkah menuju anak tangga.
"Aku lelah!" jawab Owen singkat kemudian melangkah menaiki anak tangga dan menuju sebuah ruangan yang sudah disiapkan Diona untuk mereka berdua.
"Sayang!" bisik Owen sambil menutup perlahan pintu kamarnya.
"Apa?" Sisi tersenyum begitu manis lalu memeluk Owen dengan perlahan. "Kau tak merindukan pelukan dan ciumanku, Sayang?"
Owen tertawa, dia lalu meraih ujung resleting baju Sisi lalu menariknya perlahan. Sisi hanya tersenyum sambil membalikkan badannya kearah tempat tidur lalu membaringkan tubuhnya dengan perlahan.
"Mari kita buat hari ini menyenangkan!" bisik Owen lalu meraih sebotol bir yang disiapkan Diona untuk mereka berdua.
"Kau mau minum?" tanya Sisi lirih sambil menggosok-gosokkan ujung jari kakinya kebagian bawah perut Owen.
"Jangan bikin aku gila, Sayang!" desis Owen lalu membuka kancing kemejanya dengan cepat.
"Ah! Owen!" teriak Sisi yang tubuhnya kini telah ditindih tubuh kekar Owen.
"Berbaliklah!" Owen segera membalikkan tubuh Sisi dan memeluknya dari belakang, Sisi segera tau jika Owen sudah sangat bersiap untuk hari indah mereka.
"Tunggu, aku minum dulu!"
Owen meraih botol bir yang telah dia buka lalu meneguknya hingga puas. "Ahh!"
"Aku juga mau!" bisik Sisi lalu meraih juga botol bir itu kemudian merekapun minum hingga mabuk.
"Mari, Sayang!" Owen membuka paha Sisi dengan cepat dan segera meraih ujung pangkal paha Sisi agar istrinya bisa berada tepat di ujung tempat tidur.
"Mari kita bercinta!" ucap Sisi seperti menantang.
Tentu ucapan itu semakin membuat Owen tak sabar untuk memuaskan hasrat laki-lakinya yang telah lama dia pendam.
"Ah!" teriak Sisi saat Owen berhasil menembus daerahnya dengan cepat.
"Enak, Sayang?" tanya Owen sambil memejamkan matanya menikmati gerakan bagian bawah tubuhnya perlahan.
"Owen, pelan-pelan. Ini sakit!" rintih Sisi yang belum terbiasa dengan gerakan Owen yang menusuk dengan kasar.
"Ah!" Owen semakin mempercepat gerakannya dan membuat Sisi hanya bisa meremas ujung sprei tempat tidur suaminya.
"Cepat!" bisik Sisi memberi aba-aba pada suaminya.
"Begini?" tanya Owen lalu mempercepat gerakannya.
"Oh, Yes!" Sisi membalikan posisi, kini Owen berada di bawah dan Sisi yang berada di atas. Dengan cepat Sisi menyesuaikan posisinya kemudian bergerak dengan cepat membuat Owen yang kali ini merintih.
"Kau suka?" tanya Sisi sambil meremas dada suaminya yang mulai memerah.
"Lagi, AH!" Owen meraih pinggul Sisi dan mengerakkannya ke atas dan ke bawah menyesuaikan alunan Sisi yang semakin menggila.
"Cepat, ini enak!" perintah Sisi yang membiarkan Owen mempercepat gerakannya agar mereka bisa tiba bersama di puncak kenikmata.
"Ini enak, Sayang!" ucap Owen lalu meremas dada istrinya yang memerah dan mulai menegang.
"AH! Yes, Beby!" teriak Sisi yang bergerak semakin liar hingga Owen tak lagi bisa menahan gairah di ujung pedangnya.
"Yes!"
Tiba di puncak kenikmatan keduanya menjadi lemas, Sisi menjatuhkan tubuhnya yang polos di atas dada Owen yang kekar dan penuh dengan peluh.
"Aku suka ini!" bisik Owen lalu memeluk tubuh Sisi dengan erat.
Brakk... brak... brak...
Pintu digebrak seseoarang dan Owen bergegas bangun dari pelukan Sisi.
"Sebentar, Sayang!" ujar Owen lalu meraih kimono hitamnya untuk menutupi tubuhnya.
"Iya!" sapa Owen lalu membuka pintu setengah hanya agar dia tau siapa orang yang menggebrak pintu kamarnya saat dia sedang berduaan dengan Sisi.
"Mana putriku?!" teriak Laura Blue-Mama Sisi yang berdiri di balik pintu.
Sisi yang mendengar kedatangan mamanya langsung bangkit dari tempat tidurnya dan bergegas meraih kimono handuk untuk menemui wanita yang melahirkannya itu.
"Mana putriku?!" teriak Laura namun tetap tak mendapatkan jawaban dari Owen.
"Dia...." Owen seperti tak tega mengatakan semua yang telah terjadi kepada mertuanya ini, namun malah terdiam membuat Laura semakin marah.
"Kau ini...." Laura menanggkat tangannya bersiap untuk menampar Owen yang masih terpaku.
"Mama!" teriak Sisi menghentikan mamanya. "Jangan lakukan!"
"Kau ada di sini?" panggil Laura yang kaget melihat putrinya berada satu kamar dengan musuh menantunya Alan.
"Iya, aku telah menikah dengannya, Ma!"
"Apa?" Laura membolakan matanya tak menyangka dengan apa yang dikatakan oleh putrinya. "Jadi kabar aku kabur dengan pria tak berguna ini benar adanya?" tanya Laura kesal.
"Jangan katakan itu, Ma! Aku mencintainya dan aku telah resmi menikah dengannya!" terang Sisi membuat Laura semakin murka.
"Tidak, perniakah kalian tidak sah! Kau ini istri Alan, bukan Owen!" Laura lalu menarik tangan putrinya keluar dari kamar Owen, namun Sisi terus meronta hingga genggaman tangan mamanya terlepas.
"Kau bisa membunuhku dengan lari dengannya, Sisi!" tegas Laura ketakutan.