"Pertama buka bajunya!" perintah Linda lalu membantu Alan membuka semua baju yang sedang dikenakan oleh wanita cantik itu.
"Lalu apa lagi?" tanya Alan dengan senyuman penuh kebencian.
"Buka bajumu dan biarkan aku mengambil gambar kalian yang indah untuk aku persembahkan pada Owen yang menyebalkan itu!"
Hahahahahaa...
Alan tertawa puas, rasanya baru kali ini ide mamanya begitu membuatnya senang.
Tanpa aba-aba lagi, Alan segera membuka baju yang dia kenakan, satu persatu hingga tak ada lagi selembar kainpun di tubuhnya.
"Sekarang peluk dia dengan erat!" perintah Linda lagi dengan kamera ponselnya yang siap memotret.
"Begini?" tanya Alan lalu menuruti perintah Linda.
"Lebih dekat!" ujar Linda yang terus mengambil enggel yang tepat untuk kemenangna putranya.
"Cukup!" pinta Linda yang kali ini meminta Alan beradegan semakin panas dengan istri Owen Grey itu.
Cekreekkk... Cekreek.... Cekreeek...
Beberapa foto berhasil mereka ambil dengan posisi yang luar biasa panas, tentu Alan melakukannya dengan sepenuh hati agar rivalnya itu tak percaya lagi dengan istrinya yang cantik ini.
"Cukup! Aku akan meninggalkanmu dulu dan kita lihat bagaimana reaksi anak manja dari keluarga Grey itu menerima foto-foto panasmu, Sayang!" Linda lalu melangkah keluar dari kamar Alan dan bersiap mengirimkan semua foto itu kepada Tony-ayah Owen.
**
Rumah Owen Grey.
"Kalian yakin tak melihat Tante Sisi?" tanya Owen pada kedua keponakannya yang sejak tadi bermain di halaman rumahnya.
"Aku tak melihatnya, Paman! Harus berapa kali kami mengatakannya!" tegas kedua keponakan Owen itu meyakinkan pamannya.
"Hah, kemana dia?" geram Owen yang merasa putus asa untuk menemukan Sisi setelah mencarinya kesekeliling.
"Owen!" Terdengar Tony Grey berteriak sambil berlari mendekati putranya.
"Apa lagi, Ayah! Aku sudah tak bisa lagi berpikir!" jawab Owen yang memang terkenal sangat manja diantara keluarga mafianya.
"Lihat ini!" Tony menunjukkan foto-foto kiriman Linda yang segera membelalalkan mata putranya.
"Bagaimana mungkin dia malah berada di pelukan Alan!" marah Owen sambil meremas jemarinya.
"Jadi dia pergi ke rumah Alan? Apa ini tak seperti jebakan, Nak!" tutur Tony sebelum putranya berpikir buruk pada istrinya itu.
"Ayah benar! Bisa saja mereka menjebak kami hingga kami akhirnya berpisah seperti apa yang Alan mau!" bisik Owen kemudian menyipitkan matanya untuk berpikir lebih tenang.
"Aku yakin ini jebakan, jadi kau jangan buru-buru marah pada istrimu!"
"Benar, mereka harus mendapatkan balasan dariku. Aku harus ke sana!"
Owen lalu bergegas meminta Diona mempersiapkan mantel dan mobilnya, dia harus segera menyusul istrinya dari keluarga licik yang selalu saja membayangi Owen.
Kekesalan nampak jelas di wajah pemuda itu sehingga Tony tak mengijinkannya pergi sendirian. "Biar Ayah ikut, Nak!" ujar Tony lalu mengambil mantelnya sebelum keluar dari rumah.
"Iya, pegangi tanganku jika ternyata sampai di rumah itu aku mendapat bisikan gaib dari setan untuk membunuh semua orang di rumah itu!"
Tony mengangguk sembari memegani bahu Owen yang begitu tegang dengan kejadian ini.
Supir segera membukakan pintu mobil untuk Owen dan Tony sebelum akhirnya melaju kencang menuju rumah Alan di pusat Kota London.
Setelah perjalanan selama setengah jam, keduanya akhirnya tiba di rumah mewah milih Alan dengan sambutan dari Linda yang sudah sangat yakin akan kedatangan mereka.
"Selamat datang!" sambut Linda sambil tersenyum ramah pada keduanya.
"Mana istriku?" tanya Alan yang tubuhnya langsung dipegangi Tony dengan erat sebelum mencengkram tubuh Linda.
"Tenang anak manja, tau kau sangat marah, tapi mari lihat seperti apa liarnya istrimu di kamar putraku!"
"Jangan memancing emosiku, Nyonya! Istriku tak seperti itu!"
Linda tersenyum kecut lalu membuka pintu rumahnya lebar agar Owen bisa masuk dan mendengar teriakan Sisi yang mengalun begitu keras.
"Kau apakan istriku?!" teriak Owen lalu berlari menuju arah suara itu datang.
"Aaah!" teriak Sisi dengan setengah menangis.
Brak...
Owen membuka paksa pintu kamar Alan dan dengan jelas melihat istrinya terbaring di atas lantai tanpa sehelaipun kain di tubuhnya.
"Sisi!" panggil Owen lalu mengambil selembar kain selimut untuk menutupi tubuh Sisi yang polos. "Ayo kita pergi, Sayang!" tutur Owen sambil menarik tubuh istrinya pergi.
"Tidak, Owen. Maafkan aku, aku tak bisa pergi!" Sisi menangis sambil menatap nanar wajah suaminya, dia terus menangis seperti terjadi sesuatu di kamar itu beberapa saat sebelum Owen datang.
"Ada apa?" tanya Owen yang kemudian jongkok di depan tubuh Sisi yang masih terus menangis.
"Maafkan aku, tapi aku tak bisa pergi saat ini!" lanjut Sisi tanpa sedikitpun gerakan.
"Kau dengar, wanita ini milikku. Jadi biarkan dia tinggal bersamaku!" tegas Alan dengan senyuman ketus yang begitu khas darinya.
"Kenapa?" tanya Owen lagi.
"Owen, aku harus tetap di sini, maafkan aku!" ulang Sisi membuat amara Owen yang tadi memuncak karena penculikan atas Sisi kini berubah menjadi rasa sedih karena penolakan istrinya sendiri.
"Iya, tapi katakan alasannya?" tanya Owen yang tau istrinya ini tak mungkin berubah secepat itu.
"Pergilah!" Sisi berdiri dari lantai dan mendorong tubuh Owen yang semakin sedih karena penolakan itu.
"Kenapa? Katakan padaku, aku tak terima jika kau memintaku pergi tanpa alasan yang jelas!"
"Tak kau dengar perkataanku, aku tak bisa pergi. Dia suamiku yang lebih awal aku nikahi, jadi jangan banyak tanya lagi!" lanjut Sisi lalu mendorong tubuh Owen yang mencoba mendekat kearahnya.
"Benar-benar menyebalkan!" geram Owen yang mulai merasa dipermainkan oleh wanita berwajah sendu ini. "Harusnya kau tak kabur denganku jika akhirnya kau memintaku untuk mengembalikanmu pada pria ini!" tutur Owen dengan kesal.
"Pergi!" ulang Sisi dengan setengah berteriak, dia tak tau lagi harus berkata apa. Hatinya kini hanya bisa kesal pada takdir yang harus dia terima saat ini. Bisnis papanya akan dihancurkan Alan jika dia tak kembali pada pria kasar ini dan tentu tak mudah baginya menjelaskan keadaan ini pada Owen.
"Baiklah, aku tau kau punya alasan untuk pengusiranku ini, tapi percayalah, Sisi. Aku akan tetap menunggumu hingga kau kembali!"
Owen membalikkan badannya dan membiarkan Alan tertawa sepuasnya, dia tau dia harus pulang dengan kalah. Tapi Owen tetap yakin jika istrinya itu tak akan bertahan lama tinggal di rumah yang penuh dengan kenangan kelam baginya itu.
"Kau lihat! Owen pergi!" ejek Alan dengan senyum sinis. "Ternyata hanya sebesar itu keberanian suami sahmu untuk mempertahankanmu, Sisi!"
"Kau senang?" tanya Sisi dengan sinis. "Itukan yang kau mau?"
"Iya, berlagalah seakan kau mencintaiku, jika tidak aku akan membakar papa dan mamamu hidup-hidup!"
"Jangan!" teriak Sisi dengan lantang membuat Owen yang belum jauh dari kamar Alan kembali membalikkan badannya dan mendekat kemudian berdiri di pintu kamar tanpa terlihat oleh keduanya.
"Aku akan tetap di sini untukmu, tapi jangan lakukan apapun pada kedua orang tuaku!" teriak Sisi histeris.
"Sudah aku duga!" bisik Owen sambil tersenyum.