"Anna emang gitu, so suci," celetuk May. Keduanya lantas menggulirkan pandangan pada pria yang berada di depan mereka.
"Ekhhem!" Mereka semua tercekat tatkala tenggelam dalam pembicaraan yang membuat mereka lupa akan kehadiran pak Rully. Saling berdeham kemudian membenarkan posisi. Kali ini, Anna membuka bab mengenai sejarah penjajahan Jepang.
Anna nampak antusias sampai lupa harus berbagi buku dengan Nam Taemin yang bahkan tidak memiringkan badan hanya agar bisa terbaca lebih jelas. "Suka Jepang?" lirih Nam Taemin. Ia menurunkan volume suara agar pak Rully tidak mendengarnya.
"Yap, aku juga suka Korea dan Amerika. Namun, Indonesia tetap urutan ke satu" sahut Anna. Ia membolak balikan halaman dengan beberapa gambar pria yang memegang pistol, membaca dengan seksama mengenai negara tersebut. "Kau juga sepertinya handal menggunakan bahasa korea."
"Eih, aku tuh yah cita-cita menjadi penerjemah bahasa Korea, Jepang dan Inggris, keren tahu," sahut Anna. Nam Taemin malah memandang lurus menuju papan tulis tatkala Anna terlihat sangat antusias. "Kebayang banget nanti aku rebahan, nonton sambil kerja, woah cit—"
"Anna!," tekan pak Rully. Anna lantas meluruskan badannya seraya merunduk menatap rok. "Kamu yah! Bapak suruh bantuin murid baru, bukan mengajaknya mengobrol!" ucap pak Rully..
"Maaf pak," sahut Anna. Bisa-bisanya ia keasyikan bila menyingung tiga negara itu. Apalagi kekehan tertahan dari Nam Taemin benar-benar terasa seperti sebuah ledekan. Mari mengusap dada untuk yang satu itu.
Pelajaran pun berjalan khidmat setelah sesaat nama Annastasia tercoreng sebab pertama kalinya gagal fokus gegara satu meja dan satu buku bersama murid baru campuran Indo Korea. Kelengahan kecilnya itu bahkan menjadi perbincangan di beberapa kelas.
"Kita jadi kan keliling sekolah? Biar aku bisa memberi laporan pada wali kelas kita," desak Anna. Jangan sampai perihal ini di tunda-tunda kemudian akan ada insiden di mana Nam Taemin tersesat di sekolah nanti. Kemudian menyalahkan dirinya sebab sebagai ketua kelas belum juga mengajak dia melihat-lihat.
"Iya," sahutnya. Nam Taemin kemudian membereskan semua peralatan miliknya masuk ke dalam tas. Mengikuti Anna yang akan melakukan tour singkat. "Kakak!" pekik Sirena. Anna membalas lambaian tangan adiknya dari kejauhan.
Sirena bahkan dengan ceria mengacungkan kotak makanan bewarna hijau muda. "Makan?" ajaknya.
"Nanti Dek, kamu duluan sama temen kamu aja," ucap Anna. Sirena mengangguk paham setelah sejemang menatap pria yang ada di sampingnya. Lekas berlalu mengundurkan diri, kemudian Anna melanjutkan perjalanan mereka. "Eumm, kemana dulu yah... Ke—"
"Perpustakaan di mana?" potong Nam Taemin. Anna berkedip stagnan sampai spontan berjalan mendahului Nam Taemin yang mencari perpustakaan. Memang sih, dalam beberapa film yang ia tonton pun, pria dingin selalu lebih banyak menghabiskan waktu untuk menyepi sembari membaca buku.
"Sekolahnya besar, kamu mungkin tidak akan hafal dalam belasan menit, besok kit—"
"Sekarang saja, tunjukan semuanya agar kau segera menyelesaikan tugasmu," potong Nam Taemin. Anna mengangguk walau dalam hati terus saja menggerutu sebab pria ini sangatlah menyebalkan. Ia menunjukan berbagai lokasi sesuai permintaan Nam Taemin.
Melihat lapang basket, kamar mandi pria kemudian UKS dan halaman belakang sekolah. "Lalu kit—"
"Sudah," potongnya kembali. Nam Taemin hanya memerlukan ruangan yang baru saja Anna tunjukan untuk menunjang aktivitasnya selama bersekolah. Walau Anna terperangah namun tidak bisa mengatakan apapun pada pria yang berbalik dan berjalan lurus.
"Kanan woy!" teriak Anna. Nam Taemin yang tidak melihatnya itu kemudian spontan membanting setir menuju arah kanan. Apalagi Anna langsung berhitung agar emosinya tidak meluap, Nam Taemin bahkan belum melihat ruang guru dan ruangan lainnya yang wajib siswa ketahui.
Menyusul cepat Nam Taemin dengan langkah besarnya sampai terengah tatkala mereka kembali ke kelas. "Ngapain lari?"
"Nyusul kamu," sahut Anna. Ia menyeka keringat yang meluncur dari pelipisnya. Menarik secuil seragam di bagian lengan Nam Taemin kemudian menuntunnya berjalan menuju beberapa agenda yang tertulis oleh spidol permanen pada papan clipboard belakang kelas.
"Ini jadwal pelajaran yang akan kamu pelajari setiap hari." Anna secara cepat menarik Nam Taemin pada clipboard di sampingnya lagi walau pria itu baru saja akan memperhatikan jadwal pelajaran. Jelas sekali bahwa Annastasia tengah menahan amarahnya.
"Yang ini iuran wajib setiap minggu, sengaja di pangpang biar yang gak iuran malu," ucapnya.
"Kemudian yang ini jadwal piket kebersihan kelas, kamu mau di hari apa?" tanya Anna. Ia celingukan hingga dengan cepat berlari menuju meja Crystal. Mengambil spidol permanen yang hanya diperkenankan untuk Crystal saja sebagai bendahara kelas.
Anna baru menyalahgunakan kekuasaanya saking meresa gemas dengan bongkahan es batu yang memperhatikan kerusuhan dari wanita yang tengah mengocok cepat spidol bertinta hitam. "Yang paling sedikit saja anggotanya," sahut Nam Taemin.
Anna spontan stagnan tatkala telunjuk Nam Taehyung merujuk pada clipboard jadwal piket di hari sabtu. Hanya ada dirinya dan Bayu di bagian itu sebab sisanya berkelompok menjadi empat orang. "Kenapa di sana?"
"Aku tidak suka keramaian, bersih-bersih dengan sedikit orang lebih menenangkan," jelasnya. Nam Taemin mengambil spidol dari wanita yang terpaku diam. Hingga beberapa detik setelah Anna mengumpulkan nyawanya. "Ja– jangan di sana, di—"
Anna terkejut dengan Nam Taemin yang sudah membubuhkan namanya dengan cekatan. Di mana ia lantas mengepalkan lengan kemudian mencoba untuk menggosok permukaan clipboard tersebut. "Duh, kenapa gak bisa di hapus ish!"
"Kan permanen," sahut Nam Taemin. Akhir-akhir ini Anna menjadi tidak fokus. Kenapa pula ia heboh sebab kini akan ada kehadiran manusia es saat mereka bersih-bersih nanti. Di mana Anna lantas menekuk bibirnya kemudian menerima malas spidol yang Nam Taemin julurkan.
Bertepatan dengan anak-anak serta Ibu Laura guru Ekonomi memasuki kelas. "Katanya... Di sini ada murid baru yah?" tanyanya. Seperti biasa, kehebohan yang membuat kepala Anna pening adalah tatkala guru menanyakan murid baru kemudian anak-anak menjadi heboh. Dan tugas yang lagi-lagi tertimpa padanya adalah...
Menemani Nam Taemin untuk mengikuti pelajaran.
Malas sekali Anna dengan orang dingin satu ini. Bahkan ia secara terang-terangan mendekati Nam Taemin sembari melempar pelan buku ke arahnya. 'Sabar Resa... Anak sholeh harus sabar,' rapalnya.
Kemudian, untuk sepanjang pelajaran Ibu Laura yang terus bercakap mengenai perekonomian, Nam Taemin memperhatikan bagaimana wanita di sebelahnya ini terlalu berisik, atau mungkin lebih tepat adalah perutnya. Anna terus menepuk pelan bagian tubuh yang belum mendapat asupan makan sedari tadi.
Lupa sarapan dan juga ini sudah memasuki jam makan siang. Roti yang ia beli pun belum kunjung di makan. Nam Taemin yang mulai merasa bersalah sebab ia yang memintanya untuk mengantar ke kelas tadi, kemudian merogoh tas yang ia gantung di belakang sandaran kursi.
Nam Taemin meletak susu kemasan di depan buku Ekonomi yang tengah Anna teliti dengan cermat. Membelalak kaget sampai spontan meraih benda tersebut dan menyembunyikannya di bawah meja. "Wae?" tanya Nam Taemin.
*Wae artinya Kenapa?*
"Gak boleh ih, kamu gimana si!" bisik Anna. Ia menggulirkan pandangan pada Bu Dian yang masih sibuk menulis beberapa soal pada papan tulis. Walau Nam Taemin membuat semua pergerakan mereka berpusat padanya tatkala ia mengacungkan lengan.
"Aku... Harus menememui wali kelas katanya," ucap Nam Taemin. Ibu Laura mengangguk dengan kekakuan murid baru tersebut. Meminta Anna menemani Nam Taemin bertemu Ibu Dinda. Mereka akhirnya keluar dari ruangan. "Emang kapan Ibu Dinda minta untuk bertemu?"
"Bohong, udah sana... Makan dulu, aku tidak enak karena sedari tadi menahanmu bersamaku sampai kamu lupa makan," ucap Nam Taemin. Ia merasa tidak nyaman membuat anak orang jadi kelaparan hanya untuk menemaninya mencari beberapa tempat.
Anna spontan tersenyum samar, ia dengan cekatan mengeluarkan roti coklat, walau tiba-tiba langkahnya terhentikan oleh tiga manusia yang tengah berjalan di koridor sekolah. Murid ini bahkan berlaku seenak hati, di mana Anna dengan cepat mengedarkan pandangan.
Ia menyembunyikan tubuhnya di balik bawah tangga kemudian berjongkok dan menutup wajah. Sebagai Nam Taemin yang tidak mengerti apapun. Ia baru saja akan melangkah untuk menghampiri Anna. "Woi Bro," ucapnya.
"Anak baru bos, sekelas sama Anna," ucap teman di sampingnya. Veri yang merupakan anak satu-satunya dari kepala sekolah swasta ini menyambut Nam Taemin dengan langsung merangkul bahunya.
"Kamu tersesat yah?" tanyanya. Nam Taemin tidak menanggapi apa yang ditanyakan Veri. Sebagai tindakan so akrab apalagi sampai tiba-tiba menepuk bahu hingga mengusap kepala kasar, kemudian merangkul bahu pada orang yang pertama kali bertemu.
Sudah jelas ini merupakan tindakan yang sangat tidak sopan bila di tanah kelahiran Ayahnya— Korea. Nam Taemin memang beberapa tahun sering berada di Indonesia. Namun baru kali ini ia menempuh pendidikan di sini. "Kamu yang setengah anak Korea itu ya?"
Nam Taemin hanya mengangguk serta tidak terlalu ingin menanggapi mereka. "Kenapa pindah dari sekolah koreamu Bro? Bagusan di sana deh kalau pas gue liat di drama-drama yang Anna tonton," lontarnya.
"Dipindahkan, bukan pindah kemauan sendiri," sahut Nam Taemin. Ia mengedikan bahu untuk menyingkirkan lengan Veri yang sudah menambah beban pada tubuhnya. Memasukan lengan ke dalam kedua sisi saku celana seragam. Ia menghadap Veri yang tengah menyeringgai. "Kenapa dikeluarin?" tanyanya.
"Bullying... Aku ketahuan menginjak kepala anak orang," sahutnya lagi.
To Be Continued...