"Yahhhh! Kita nih yang perlu disumbang!" Kelas Sirena mendadak heboh tatkala kedatangan Anna bersama Nam Taemin. Pria yang saat ini sibuk menebalkan kulit wajah tersebuk nampak gugup sebab harus meminta-minta pada anak yang menggerutu.
Apalagi ia melihat patokan harga sepuluh ribu dari setiap anak-anak. Di korea juga ada, namun biasanya dilakukan organisasi ataupun guru. Bukan murid seperti Anna yang berpidato dengan bijaksana. "Kita ini menolong sesama, mereka membutuhkan sebagian uang jajan kita untuk bertahan hidup."
Anna bahkan membuat murid-murid tersebut menjadi bungkam serta tidak berbicara apa-apa lagi. Bahkan ada yang menangis sebab ia tidak punya uang lebih untuk bisa dibagikan pada anak-anak yang membutuhkan pertolongan. "Sebisanya saja..." putus Anna.
Baru setelah mengatakan hal tersebut. Yang lain gesit mengisi amplop tanpa memikirkan patokan harga berapa yang harus mereka beri. Di mana Anna terus memperhatikan adiknya. Ia mengulas senyum pada Sirena yang bangga mempunyai kakak seperti Anna.
Apalagi pandangan Anna beralih pada anak baru yang ada di pojokan. Ia tidak terlalu banyak bicara dan bergerak walau kata Sirena, saat anak baru itu datang ia bahkan langsung akrab dengan beberapa teman laki-laki. "Kamu kenal dia Nam Taemin?" bisik Anna.
"Entah..." sahut Nam Taemin. Ia malah bengeryit menatap pintu keluar agar mereka secepatnya pergi, walau Anna puluhan kali mengucapkan 'terima kasih' pada setiap murid yang menyerahkan kembali amplopnya.
Mereka bahkan tidak ada yang mengambil surat untuk menyerahkan pada orang tua mengenai keterangan penggalang dana yang sedang diadakan. "Terima kasih semuanya," ucap Anna. Ia ingin sekali berdakwa bahwa rezeki yang mereka sisihkan ini akan mendapat gantinya suatu saat nanti.
Lebih melimpah dan lebih berkah, namun apalah daya dengan kepercayaan yang beragam di sekolah ini, Anna harus menyesuaikan diri. "Udah a—" ucapan Anna terpotong tatkala Nam Taemin dengan cekatan keluar dari ruangan tersebut.
Anna lantas melambaikan tangan pada adiknya, kemudian berlalu untuk mengejar Nam Taemin. "Tahu gak? Kamu juga dapat amal baik walau hanya sebagai pengumpul," ucap Anna.
"Amal?" tanya Nam Taemin. Ia beberapa kali menoleh ke arah belakang, takut ada mata-mata Ibunya yang nanti akan melaporkan dia bahwa Nam Taemin mengemis seperti ini. "Berapa jumlah semua siswa?" tanya Nam Taemin.
Anna yang baru akan menjelaskan mengenai amal ini malah melipit kening sebab Nam Taemin terlihat waswas. "Kenapa emang?"
"Semuanya aku yang bayar... Kita gak usah gini okey?" ucap Nam Taemin. Anna menghela napas setelah tahu bahwa Nam Taemin bukan hanya menahan malu, namun dirinya benar-benar tidak ingin melakukan hal tersebut. Padahal Anna baru saja akan memujinya.
Di mana Anna lantas menjulurkan kotak surat yang sudah berisi uangnya. "Sini, kamu istirahat saja... Biar aku sendiri," ucap Anna. Ia meminta Nam Taemin untuk menumpuk kotak surat kosong itu pada kotak yang ia bawa. Walau sungguh Nam Taemin tidak tega. "Bukan begitu Anna a—"
"Tidak ada yang memaksamu Nam Taemin," potong Anna. Seharusnya ia tidak berharap lebih pada anak yang tidak punya kekurangan apapun. Tentu saja mana mau ia melakukan penggalangan dana untuk sesama manusia yang tengah mengalami kesulitan.
Di mana Nam Taemin menghela napas kasar hingga menggulirkan pandangan. "Lupakan saja, ayo teruskan," ucapnya. Ia hanya akan menjadi pecundang bila membiarkan Anna sendirian padahal ini hanya untuk mengganti rasa bersalahnya.
Ingat kembali mengenai Anna yang juga melewatkan makan malam hanya untuk berlari ke sekolah menjemput. Padahal Nam Taemin memang berencana akan pulang dini hari saat semua orang rumah terlelap. Setidaknya, Nam Taemin tahu betul... Arah menuju lapang basket hingga tinggal lurus saja untuk sampai ke gerbang.
"Lain kali... Jika Ibuku mencari lagi, kamu tidak perlu menyusul ke sekolah atau mencari akui," ucap Nam Taemin. Anna tertawa kecil sembari mereka memasuki kelas tetangga adiknya itu.
"Tentu saja... Aku bukan ketua kelas lagi, palingan Bayu yang bakal nyari," sahut Anna. Ia melakukan sapa salam persis seperti di kelas-kelas sebelumnya. Anna bahkan memiliki wewenang untuk menganggu pelajaran yang tengah berlangsung kemudian berpamitan lagi sampai istirahat kedua pun usai. "Tinggal gedung IPA," ungkapnya.
Nam Taemin menilik arloji dengan waktu yang sudah menunjukan pukul dua siang, jam istirahat kedua pun sudah usai, namun ia malah terus menggulirkan pandangan pada Annastasia yang nampak bersemangat padahal dirinya sudah sangat lapar. "Es..." panggil Veri.
Spontan Anna terpaku diam tatkala suara mengerikan itu memanggilnya dari arah belakang. Walau Nam Taemin langsung menoleh ke arah Veri tanpa antek-anteknya itu duduk bosan di antara gedung IPS dan IPA. "Aku menunggumu tadi Es..."
Anna lantas menghadap kaku Veri yang menghampiri. "A–aku diminta untuk mengumpulkan dana korban bencana gunung, aku lupa Hu," ucap Anna risau.
"Lalu kenapa tidak mengabariku terlebih dahulu hm?"
"Ponselku tertinggal di kelas..." sahut Anna. Ia memang sengaja menyimpan benda pipih itu untuk menghindari Veri yang merogoh sakunya kemudian memperlihatkan ponsel Anna. "Lalu kenapa kau tidak membawanya Es?"
Anna melangkah mundur perlahan tatkala Veri mendekat. Pria itu melempar pelan ponsel Anna pada kotak amplop. Ia mendekatkan wajah hingga berbisik pada Anna yang merunduk. "Jangan mengecewakanku..." lirihnya.
Anna mengangguk cepat. Di mana ia hanya bisa diam tatkala Veri mengusap puncuk kepalanya pelan. "Nanti pulang denganku... Tidak ada alasan lagi," ucapnya. Annastasia lagi-lagi hanya bisa mengangguk— takut.
Apalagi helaan napas kasar dari Veri. Setidaknya ia tidak bersikap sesuai praduga Anna yang berpikir bahwa Veri bisa saja menjambak atau melempar kotak amplop hingga merepotkan untuk dirinya mengumpilkan benda berserakan tersebut.
"Yo Bro! Kita juga harus bicara nanti," ucap Veri. Nam Taemin hanya menaikan satu alis tatkala Veri menyeringai hingga berlalu pergi, lagipula Nam Taemin tidak tahu harus bersikap seperti apa pada pria yang terlihat menakutkan bagi Anna.
Nam Taemin juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk bulir yang menetes pada kotak amplop yang Anna bawa. Wanita ini tertekan namun sungguh... Nam Taemin bukan tipikal orang yang suka ikut campur permasalahan rumit orang lain. Ia bukannya tidak bisa membantu Anna. Ia hanya tidak ingin saja.
Nam Taemin menarik kotak amplop yang Anna bawa. "Bisa basah nanti," ucapnya. Berjalan meninggalkan Anna yang dengan cepat menyeka pipi. Ia menyusul Nam Taemin yang telah melajukan salam pembukaan untuk kelas MIPA satu seperti yang Anna lakukan.
Kali ini tidak ada yang berkeluh sebab semuanya gengsi hanya untuk berkomentar pada anak yang tampannya bukan main. Bahkan para wanita mereka berdandan terlebih dahulu sebelum menyerahkan amplop pada Nam Taemin. "Sini biar aku ya—"
"Hajima!" tekan Nam Taemin. Ia dengan tatapan dinginnya itu menatap lengan Anna yang baru akan mengangkat kotak surat berisi uang. Melarang Anna untuk tidak membantunya. Nam Taemin bisa melanjutkan ini dengan membiarkan masing-masing murid membawa kotak surat kosong.
*Hajima artinya Jangan*
Tidak seperti Anna yang repotnya itu dia sendiri membagikan ke masing-masing meja kemudian memintanya lagi dengan menghampiri meja yang sudah berisi uang. Anna nampak serba salah sebab kali ini, ia yang mengekori Nam Taemin.
Apalagi Anna menghela napas, tatkala ia akan memasuki kelas Veri. "Argh sial!" umpat Nam Taemin. Kenapa ia harus repot-repot sampai membalikan badan hingga menatap Anna. Melempar kotak amplop kosong hingga Anna tercekat dan dengan gesit menangkapnya.
"Satu hal yang aku pelajari dari sekolahku dahulu... Kau tidak akan pernah jadi pemenang bila tidak menguasai rasa takut," ucapnya. Anna harus bisa melawan Joshua agar ia bisa merasakan masa-masa sekolah yang menyenangkan.
"Setidaknya jika tidak ingin terkena masalah... Berpura-pura saja. Jangan tunjukan kelemahan kamu," ucap Nam Taemin. Ia hanya tidak bisa. Melihat lagi-lagi wanita yang telah membantunya sewaktu masuk sekolah itu mengalami perundungan yang menyesakan napas.
Kim Minji dan juga Anna. Tidak seharusnya mengalami hal seperti ini, walau memang, Kim Minji lebih kuat dari wanita yang berada di hadapannya sampai bisa secara terang-terangan mengatakan suka pada Nam Taemin yang juga menyukainya.
Kekasihnya bahkan sekarang seperti merpati putih dengan sayap berlian sampai membuatnya terpesona setiap saat. Namun sudah! Nam Taemin tidak ingin ikut campur apapun lagi yang malah bisa memperburuk keadaanya.
Ia hanya ingin lulus sekolah kemudian kembali ke Korea dan segera menghampiri Kim Minji. Wanita manis itu bahkan semalaman mengirim spam Kakaotalk yang mengatakan bahwa ia rindu Nam Taemin. Jadi... Untuk menghindari berbagai perkara. "Mari jangan sampai kita seperti ini," ucapnya.
Anna menaikan satu alis tidak mengerti dengan apa yang Nam Taemin katakan. "Sebisa mungkin menjauh dariku..." ucap Nam Taemin.
To Be Continued...