Ini merupakan sebuah tragedi besar bagi Anna walau Nam Taemin nampak biasa saja. Ia hanya tercekat kaget tatkala Anna menepis lengannya padahal Nam Taemin hanya ingin mengenyakan sarang laba-laba di rambut hitam itu. Berbeda lagi pemikiran Anna serta Veri. "Hu—"
"Kita bicara nanti, istirahat kedua... Luangkan waktumu," jelasnya. Anna lekas berlalu dengan rahangnya yang mengeras. Apalagi Anna langsung mengusap rambutnya frustasi, berjongkok lemas sedangkan Nam Taemin sebagai pria polos tidak mengerti apa yang tengah terjadi. "Anna—"
"Ya... Nam Taemin, michyeosseo!" bentak Anna. Dua hari ini kenapa pula ia mengalami hari yang berat hanya karena berurusan dengan Nam Taemin. "Wae hwaga nasseo?" tanya Nam Taemin.
*Michyeosseo artinya gila. Biasanya selalu dipakai ketika orang sedang marah atau emosinya naik*
*Wae hwaga nasseo 'Kenapa kamu marah?' *
"Ada sarang laba-laba di rambutmu," jelas Nam Taemin. Ia hanya spontan saja tatkala akan mengambil sesuatu yang hinggap di kepala Anna. Walau wanita tersebut memutar bola mata jengah hingga menggelengkan kepala lelah.
Anastasia berlalu tanpa memperdulikan Nam Taemin yang mengikutinya. Mengetuk pintu setelah berada di depan ruang bimbingan konseling dengan Ibu guru Dinda yang sudah duduk di sofa seraya menyiapkan teh dan camilan lainnya. "Duduklah," ucapnya.
Anna dan Nam Taemin mengikuti tuturan dari Ibu Dinda. Walau guru tersebut bisa paham kenapa anak cantik serta tangguh itu menekuk bibirnya ke bawah. "Bagaimana hari ke dua bersekolah di sini Nam Taemin?" tanya Ibu Dinda.
"Aku kesulitan memahami denah sekolah, banyak koridor serta ruangan tidak terpakai dengan pintu yang mirip semua. Sulit juga mengejar pelajaran yang tertinggal, sisanya... Biasa saja," jelas Nam Taemin. Ibu Dinda mengangguk mencoba untuk mengerti.
Memang membutuhkan waktu untuk bisa memahami denah yang seperti labirin ini. Beralih pandangan pada Anna yang sudah gatal sekali sembirnya. "Nam Taemin susah sekali diatur, dia ditawarin Nana buat pulang bareng tapi malah menolaknya dengan angkuh."
"Nam Taemin juga selalu bilang terserah pas aku ngatur jadwal piket dan yang lainnya sampai aku bingung sendiri cari yang cocok buat dia. Tiap pelajaran yang aku jelasin juga dia cuma mengangguk tapi enggak nanya, aku jadi pusing hanya untuk berpikir apa dia paham atau tidak," ungkap Anna cepat.
Ini memang bukan hal canggung lagi ia berbicara santai pada Ibu guru Dinda tanpa mengurangi rasa hormat padanya. Di mana kedua mulut Ibu guru Dinda itu naik ke atas sebab biasanya Anna selalu anggun tatkala menjelaskan mengenai tingkah seseorang.
"Dia gak bisa di ajak ngobrol! Aku tanya cuma iya atau mengangguk, pelit banget kalau ngomong. Seadanya dan seperlunya!" tambah Anna. Ia menunjuk-nunjuk Nam Taemin yang hanya bisa menggosok hidung kala ketua kelas yang sebentar lagi turun jabatan memberikan laporan terakhir.
Bahkan selama bermenit-menit di mana Anna menjelaskan secara terperinci mengenai Nam Taemin yang berdiam diri di perpustakaan sampai malam itu sungguh membuat Anna sebal. Ia belum makan sedari pagi, dan malam pun harus berlari ke sekolah.
"Baiklah, Ibu paham. Kau sepertinya membuat ketua kelas kita menjadi emosional Nam Taemin," ledek Ibu guru Dinda. Nam Taemin hanya tersenyum samar. Ia meraih gelas teh yang telah di sediakan guru cantik tersebut.
Mengecap rasa lemon serta mint manis dengan teh hitam yang sangat cocok di lidah blasterannya. "Jadi, untuk urusan Nam Taemin selesai. Ibu masih memerlukanmu di sini Anna, Nam Kau boleh beristirahat."
"Kutunggu saja Anna, takut tersesat," ungkapnya. Nam Taemin dengan santai mengambil beberapa biskuit coklat seraya mengunyahnya cepat. Menyandarkan punggung sembari terus memandang Ibu guru Dinda beserta Anna secara bergantian.
"Anggap saja aku tidak ada. Lagipula aku bukan tipikal manusia yang tertarik urusan orang asing," ucapnya. Nam Taemin bahkan memainkan ponsel hanya agar mereka bisa berbicara santai saat ia menunggu Anna.
Untung saja sikapnya ini berhasil membuat Ibu guru Dinda berfokus pada Anna yang mengusap telapak lengan berkeringat. "Bagaimana sekarang?" tanyanya.
"Veri salah paham tadi, mungkin saja ia akan memukulku nanti," adu Anna. Ibu Guru Dinda menghela napas dengan anak yang selalu hanya bisa menangis di hadapannya dari saat ia memasuki sekolah menengah atas.
Ibu guru Dinda juga berteman baik dengan pak Steven Ayah Anna ini walau beliau berada di gendung jurusan IPA. "Kamu mau menindak lanjuti ini, aku b—"
"Tidak perlu... Aku tidak ingin menambah masalah untuk Ayah, namun... Terima kasih karena sudah melindungiku di istirahat pertama ini," ucapnya. Anna menarik dua lembar tissue lantas mengusap sudut matanya.
Ia kemudian membawa satu roti coklat lantas mengacungkannya seraya tersenyum sendu pada ibu guru Dinda yang masih berwajah datar. Anna hanya harus menghadapinya sampai ia lulus sekolah kemudian bisa terbebas dari kandang kekuasaan Veri.
Lagipula butuh biaya lagi untuk bisa pindah sekolah apagi dari swasta. Lagipula kelas dua belas begini mungkin sebentar lagi tidak akan bisa pindah, Nam Taehyung merupakan warga yang datang dengan uang besar, tentu saja keluar masuk pun perihal mudah.
Hingga suara ketukan dari luar membuat atensi mereka terarah. "Oh pak Jepri, masuk pak," ucap ibu guru Dinda. Pria yang sering berjaga di belakang sekolah ini masuk dengan sungkan seraya menbawa satu dus kecil berisi sebuah surat lengkap dengan amplop. "Sumbangan lagi?" tanyanya.
Pak Jepri hanya mencuatkan senyum tidak enak pada Ibu guru Dinda yang membelalak, minggu kemarin memang ada bencana di daerah Padang, kemudian sekolah menggalang dana dengan mematok harga lima ribu rupiah untuk setiap murid.
Kemudian untuk para guru yang dipatok dengan harga lima puluh ribu rupiah, memang Ibu guru Dinda sendiri yang mengurusnya hingga berhasil menggalang sampai dua puluh dua juta, kemudian langsung memberikannya pada korban bencana.
Ia lantas membuka sumbangan kali ini akan mereka galang untuk membantu korban gunung meletus di kalimatan. Meminta Ibu Guru Dinda untuk mengaturnya lagi sampai guru itu mengurut kening, "Kita baru menggalang dana minggu kemarin, tidak mungkin sekarang minta lagi," ucapnya.
Namun apalah daya dari pak Jepri yang hanya sebagai pengantar surat saja. Komite sekolah pun selalu keluar untuk bisa mengurus beberapa barang yang diperlukan sekolah. "Anna aja bagaimana Guru?" tanyanya.
Ini kesempatan untuk ia kabur lagi dari Veri. Begitupun dengan Guru Dinda yang langsung paham tatkala melihat manik berapi dari anak tersebut. "Baiklah, Nam Taemin kamu temani dia," ungkapnya. Nam Taemin spontan menunjuk diri sendiri.
Ia menggulirkan pandangan pada Anna yang nampak antusias saat menerima kotak surat untuk ia bagikan ke seluruh kelas. Memang pasti akan memerlukan banyak waktu. "Tapi—"
"Kau sudah merepotkan padahal di hari pertama," ungkit guru Dinda. Terlihat jelas bahwa guru cantik ini tidak profesional sekali sebab menyinggung kesalahannya. "Oh iya, satu lagi Anna... Ibu tidak punya banyak waktu untuk memberikan les tambahan pada Nam Taemin. Kamu mau meng—"
"Tidak!" potong Anna. Ia menolak Nam Taemin yang akan mengejar pelajaran tertinggal dengan dirinya. Lagipula ada Bayu, dia akan menggantikan Anna.
Memilih bersenandung kecil seraya menghitung amplop yang akan ia bagikan tanpa melihat Nam Taemin yang juga terkejut dengan Anna memotong pembicaraan gurunya. "Namun ini ada bayarannya lho..."
"Iyah?" tanya Anna. melebar hingga bergetar tatkala memandang Guru Dinda yang menahan sembirnya. "Dapet lima juta dua minggu, Ibunya yang bayar." Anna terperangah mendengar kabar hanya untuk Ibu Nam Taemin menghamburkan uang lima juta hanya agar anaknya mengejar pelajaran tertinggal.
Anna lekas berdiri hingga mengepalkan lengan dan menepuk dadanya bersemangat. "Saya siap mendengar titah anda ratu," ungkapnya. Anna membungkuk pada guru dinda yang langsung tertawa kecil melihat tingkah lucu Anna.
Bisa-bisanya ia akrab dengan murid malang satu ini. "Aku tidak mau," bantah Nam Taemin. Anna membelalak untuk penolakan pria tersebut. Buru-buru mendudukkan raganya kembali hingga menatap Nam Taemin ganar. "Kenapa? Aku pintar, aku cantik, lucu dan juga bisa semuanya. Wae? Wae?"
*Wae artinya kenapa?*
"Takut berubah jadi Hugom," ucapnya. Anna yang masih belajar dasar-dasar korea itu begernyit dengan kosa kata baru yang ia dengar. "Heuggom," ucap Nam Taemin membenarkan.
*Heuggom artinya beruang hitam*
Namun Taemin mempersingkatnya menjadi Hugom agar mudah di lontarkan orang lokal seperti Anastasia. "Aku baik Kok, kamu jangan menilai orang yang baru kamu kenal," jelas Anna.
Nam Taemin nampak berpikir keras untuk mengingat reka ulang beberapa amukan Anna padanya walau baru dua hari bertemu. "Baiklah, tapi setiap kamu berubah jadi beruang hitam kupotong uangnya seratus ribu, Deal?"
Anna kemudian menggulirkan pandangan pada guru Dinda. Wali kelasnya itu mengangguk sebab Anna memang pandai menjelaskan kembali apa yang sudah ia pelajari. Di mana Anna menarik kedua sembirnya sebab ia akan mulai menabung dengan kartu debit yang Ayahnya berikan.
"Deal! Kuajari kamu sampai bisa semuanya... Nam Taemin."
To Be Continued