Anna menghela napas tatkala menatap gerbang sekolah di pagi hari yang ceria bagi kebanyakan orang. Mengedarkan pandangan waswas takut bertemu Veri padahal belum masuk ke sekolah. "Kak, nanti Irma mau ngerjain tugas di rumah teman. Boleh yah?"
"Asal pulang sebelum malam," sahut Anna. Sirena mengangguk senang tatkala mendapat izin dari Kakaknya. Melambaikan tangan untuk berlalu masuk ke dalam kelas. Mereka sengaja berangkat agak siang biar pas sampai langsung masuk dan belajar.
Begitupun dengan yang lainnya sudah berjejer rapi tatkala ia masuk. "Pagi Kapten..." ucap mereka serempak. Anna selalu salah tingkah bila disambut seperti itu setiap pagi. Walau memang, mereka hanya mencoba untuk mengapresiasi apa yang sudah ia lakukan sampai kelasnya keren begini.
Annastasia juga memilih untuk memberikan blazer yang akhirnya ia cuci semalaman kemudian mengeringkannya hingga jam tiga dini hari agar cepat bisa dikembalikan. Ia bahkan tidak pernah meminjam barang-barang Jodi ataupun Nana.
"Woy, bayar kas kelas woy!" teriak Crystal. Semua orang berkeluh dengan Crystal yang mengetuk papan tulis di belakang sana. Memang biasanya diadakan hari senin, namun berhubung kemarin terlalu heboh untuk kedatangan murid Korea. Akhirnya Crystal baru bisa sekarang menagih mereka semua.
Bersamaan dengan Ibu Dinda yang masuk. Crystal mengandalkan peluang ini bagi mereka yang terlalu sulit untuk mengeluarkan uang membayar iuran. "Nam Taemin, kamu juga masuk list yah," ucap Crystal centil. Nam Taemin mengangguk tatkala memperhatikan teman Anna itu menulis namanya di urutan paling bawah.
Merogoh saku belakang celananya kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang. Nam Taemin mengisi tiga deret kotak. "Woahh... Tajir nih orang," celetuk yang lain. Nam Taemin tidak terlalu menanggapi apa yang mereka katakan.
"Yang aku satu..." ucap Nam Taemin. Crystal menaikan satu alisnya tatkala Nam Taemin menghela napas. Apalagi ia menatap Anna yang baru saja akan membayar iuran kelas. "Sisanya untuk Anna..." spontan pemilik nama terperangah tatkala namanya disebut Nam Taemin.
"Cieeeeee." Seisi kelas menjadi heboh walau teman terdekat Anna juga tahu, tindakan Nam Taemin ini akan membahayakan temannya. "Ini sudah kucentang di kotakmu," jelas Crystal.
"Tinggal hapus," sahut Nam Taemin. Lagipula spidol yang Crystal pakai pun bukanlah spidol permanen yang Anna pernah pakai untuk menulis jadwal piket. "Tidak perlu, Anna aku yang bayarin," timpal Mey. Ia memberikan beberapa lembar kertas bewarna ungu.
Di mana Crystal mencentang milik Anna yang masih tertegun. "Bentar... Ini kok tumben—" omongan Anna tiba-tiba saja terpotong tatkala melihat Veri yang melintas ke kelasnya. Melambaikan tangan hingga mengedipkan mata padahal ada Ibu Dinda di dalam.
Guru tersebut pun tahu jelas mengenai Toxic Relationship yang tengah dialami Anna. Namun ia tidak bisa mempertaruhkan pekerjaannya yang hanya guru biasa serta wali kelas itu untuk membela anak yang belum tentu mau ditolong.
Lagipula Ibu Dinda juga beberapa kali menawarkan diri agar Anna dapat bercerita mengenai masalah yang menimpa pada orang tuanya. Namun wanita tersebut terlalu tertutup untuk membeberkan semua hal yang ia tengah alami. "Beres Crystal?" tanya Ibu Dinda. "Nana belum bayar Bu," adunya.
"Iya, iya ini mau, sabar dong ah," ucap Nana cepat. Tadinya ia sudah berpesan pada Crystal bahwa dirinya tidak akan membayar iuran minggu ini sebab kelupaan bawa dompet. Namun berhubung Ibu Dinda yang baru saja menarik napas tatkala akan berbicara padanya.
Nana terpaksa merogoh kocek hanya untuk sebuah centang saja. Memutar bola mata sebal pada Crystal yang terkekeh. Harus Nana jahili anak itu nanti. "Baiklah, semua kembali duduk," ucap Ibu Dinda. Anna sejemang menatap Nam Taemin yang masih memperhatikan deretan data kas kelas.
Kenapa pula ia mau mengisi data iuran wajib miliknya. Anna bisa saja keenakan nanti, pelajaran pertama yang ibu Dinda mulai dengan kemajuan kelas yang ia pimpin. Setelah bercakap ringan dengan Ibu Laura yang mengatakan bahwa Anna juga sangat aktif saat menjabat jadi ketua kelas sewaktu kelas sebelas.
Ia menghela napas tatkala akan mengatur kelasnya kembali. "Sebaiknya... Anna mengundurkan diri jadi ketua kelas," ucap Ibu Dinda. Tentu saja hal tersebut mendapat kericuhan dari berbagai kalangan murid yang maunya diatur saja.
Anna juga sebenarnya tidak melewati voting tatkala ia menjadi ketua kelas. Semua menunjuk dirinya sebab performa kinerja Anna sangat bagus walau tiba-tiba saja manik Anna berkaca-kaca tatkala menatap wali kelasnnya. "Kita dengar pendapat Anna terlebih dahulu," ucap Ibu Dinda.
"Aku... Ingin mengundurkan diri..." lirihnya. Kesempatan Anna untuk lari dari tanggung jawab itu membuat semua orang terperangah tidak percaya. Lagipula, beban seperti itu harusnya ditanggung orang lain, apalagi sekolah yang menanggungkan semua beban pada setiap ketua murid.
Anna punya urusan mendesak untuk menyelesaikan permasalahan keuangan yang terus menipis. Sekolah yang makin tidak terkendali, kemudian Joshua yang tengah menunggu kelasnya bubar di depan sana. "Terus siapa yang gantiin? Bagiku tiada yang bisa sesempurna Anna," ungkap yang lain melebih-lebihkan.
Selama ada Anna, mereka tidak pernah pusing mengenai urusan kelas. Walau memang ini sangat membebani Anna yang tidak pernah mengeluh serta selalu menebarkan senyuman ramah sampai mereka tidak tahu diri semua.
Jodi dengan cergas mengangkat lengannya. "Tidak perlu voting, aku yang akan jadi ketua kelas namun syaratnya Anna menjadi wakil bagaimana?" tanya Bayu. Ia menoleh ke arah Anna yang berkedip bingung. Selama ini hanya ada ketua, tanpa ada wakil ataupun asisten.
Hanya ada bendahara dan itupun adalah Crystal. "I–iya... Aku turun posisi saja," ucap Anna. Ia menyeka sudut matanya kemudian menatap Ibu Dinda yakin bahwa bebannya hanya perlu diperingan saja, bukan dihilangkan.
Begitupun dengan semua murid yang akhirnya setuju, kelas kali ini pada akhirnya habis hanya untuk menyusun ulang struktur organisasi dengan Bayu yang memimpin.
Ia bahkan langsung mengguarkan sikap tegasnya dengan meminta semua orang ikut bepartisipasi, termasuk Mey yang ambil bagian menjadi sekertaris, Crystal tetap menjadi bendahara dan Nana menjadi tentara kelas atau tepatnya keamanan.
"Semua beres baiklah... Waktunya beristirahat walaupun tanpa asupan materi," ucap Ibu Dinda. Ia kemudian mengundurkan diri ke luar kelas. Sejemang menangkap atensi Veri yang menunggu kekasihnya. Ia memang bisa berlaku sesuka hati.
Namun Veri telah mendapat peringatan dari setiap guru bahwa ia tidak bisa menganggu pengajaran atau dia akan dapat merugikan banyak pihak. Termasuk murid-murid tidak bersangkutan yang nantinya kehilangan fokus. "Oh iya Anna, berikan laporan mengenai Nam Taemin ke kantor sekarang," jelasnya.
"Lho, ini kan waktu istirahat," protes Veri. Bisa-bisanya guru yang memiliki kerja sampingan sebagai bimbingan konseling ini tidak memberikan waktu istirahat untuk otak murid-muridnya. "Anna tidak memberiku laporan kemarin, dia akan turun jabatan jadi aku harus mendengarnya hari ini," jelasnya.
Veri nampak bingung dengan Anna yang telah menjadi ketua murid sejak dia kelas sepuluh, kenapa pula sekarang memilih mengundurkan diri, apalagi dia pun mendengar bahwa kekasihnya itu selalu menjabat sedari SD. "Kenapa?" tanya Veri.
Ibu Dinda mengedikan bahu, di mana Anna bersama dengan Nam Taemin yang mengikuti dari belakang itu menghampiri mereka. "Iya Bu, kemarin gak sempet. Bentar yah Hu," ucap Anna. Ibu Dinda berjalan meninggalkan mereka yang akan menyusul.
"Lah, aku nungguin lho dari tadi Es, kita gak ketemu satu tahun, aku kangen tahu... Tapi kamu ditinggalin malah makin cantik aja," rengeknya. Anna mengulas senyum pada Veri yang mencoba untuk bersikap manja. "Bentar doang okey?" ucap Anna.
"Tapi Es... Es!" panggil Veri. Anna malah melambaikan tangan tanpa melihat ke arah belakang, di mana saat koridor yang belok ke arah kanan telah menenggelamkan raga Anna beserta Nam Taemin. Wanita tersebut tiba-tiba saja terpaku di pijakan.
Menempelkan kening pada tembok— lemas, hingga membenturkannya pelan beberapa kali, gerakan Anna malah terhenti tatkala telapak lengan tiba-tiba saja menghalangi keningnya yang tidak salah apapun itu. "Aktingmu bagus kok," ledek Nam Taemin.
"Pergilah, Ibu Dinda menunggumu," sahut Anna. Nam Taemin menghela napas sebab ia sungguh tidak ingin berurusan dengan wanita yang punya banyak masalah. Lagi.
'Menurutmu kenapa aku menunggu di sini?" tanyanya. Anna spontan menekuk bibir sebab baru sadar bahwa pria yang semalam tidak tahu arah jalan pulang ini ternyata tidak tahu juga arah menuju ruangan bimbingan konseling.
Di mana Anna memundurkan langkah tatkala Nam Taemin mendekat sampai punggungnya merapat pada tembok, kenapa Anna memejam kala Nam Taemin mengacungkan lengan hingga menyapa rambutnya.
"Lho... Kok masih pada di sini?" tanya Veri.
To Be Continued...