Berada di suatu tempat yang penuh dengan desain gaun mewah dan berkelas bukanlah suatu hal yang Kirana inginkan. Hal itu membuat Kirana terlihat tidak memancarkan ekspresi bahagia yang seharusnya memang terpancar di wajahnya kala itu.
Di saat Amira dan Angga terlihat sibuk untuk memilih desain gaun juga baju pengantin yang akan mereka kenakan di hari pernikahan mereka nanti, Kirana malah terus-terusan berdoa agar waktu cepat berjalan.
Kirana akui jika ia memang sedikit cemburu, bahkan tak hanya itu, Kirana juga tak bisa menahan diri untuk tetap berada di situasi seperti ini di mana Angga terus terlihat menghindarinya sembari melemparkan tatapan dingin yang selama ini begitu Kirana benci.
'Dia mengatakan aku sampah dan sok suci, kan? Sepertinya dia tidak punya kaca sehingga menjadikan diriku sebagai kaca untuk dirinya sendiri!' dengus Kirana saat matanya tak sengaja bersitatap dengan Angga.
Ingatan dimana Angga yang tiba-tiba meneriakinya kemudian mengatakan sesuatu yang membuat hati Kirana terluka, hingga sampai saat ini sebenarnya masih terekam dengan jelas di ingatan Kirana.
Tentunya ini membuat Kirana semakin tak ingin berada di dekat calon ayah angkatnya itu. Bahkan jika pun bisa, ia ingin pergi jauh dari pria dewasa tersebut untuk beberapa saat.
"Kirana, menurutmu dari model ini dan ini manakah yang lebih bagus dan cocok untuk Mommy kenakan nanti?"
Lamunan Kirana lantas buyar saat mendengar pertanyaan dari Amira. Ia melihat ke sumber suara dan mendapati Amira tengah memegang dua buah desain gaun yang terlihat begitu menawan dengan ciri khas yang berbeda--walau hanya sekali pandang.
Gaun model Sabrina tanpa lengan dengan kakinya yang menjuntai lurus ke bawah, sementara gaun satunya lagi merupakan contoh model dari gaun serupa dengan sebelumnya, hanya saja kaki gaun itu menjuntai dan mengembang. Namun walaupun demikian, di bagian pinggangnya tetap mempertahankan lekuk tubuh di pengguna.
"Yang ... model sabrina itu bukan, Mom?" Hanya itu yang Kirana katakan setelahnya. Demi apapun Kirana tidak memiliki keinginan untuk memberikan jawaban maksimal kepada Amira.
"Baiklah, Mommy akan mencobanya. Kau jangan lupa untuk memilih-milih gaun yang ada di sini, bahkan jika kau menyukai setengah modelnya dan berniat menggantinya dengan model yang ada di keinginanmu, jangan sungkan untuk mengatakannya. Pemilik butik akan siap menerima request darimu."
"Baik, Mom," sahut Kirana sekenanya.
Tepat saat Amira pergi meninggalkannya berdua di ruangan itu bersama dengan Angga, suasana ruangan yang memang dingin tak tersentuh dan begitu sunyi dibuat bertambah hening layaknya tak ada kehidupan.
"Cepatlah, kami tidak punya banyak waktu hanya untuk menunggumu mengumpulkan niat untuk memilih gaun."
Akhirnya setelah beberapa detik dipenuhi oleh kesunyian, Angga berinisiatif untuk membuka suara. Namun sayangnya, suara yang keluar dari bibir pria itu cukup membuat Kirana merasa kesal setengah mati.
"Memangnya siapa yang menyuruhmu untuk menungguku, huh?! Di sini aku bukanlah orang yang penting untuk membeli gaun tersebut! melainkan Mommy-ku, dia yang begitu penting dalam hal ini karena acara yang akan diselenggarakan nanti berfokuskan padanya! Aku bisa saja memesannya lain waktu tanpa harus bersama dengan kalian. Jadi, tak usah risaukan itu. Dan yah, kuingatkan sekali lagi bahwa kau tak memiliki hak untuk ikut campur dalam urusan dan kehidupanku!"
Sama halnya dengan Kirana yang kesal setengah mati, Angga pun dibuat begitu muak dengan semua pemberontakan yang tak kunjung hilang dari dalam diri Kirana.
Hal itu membuat Angga lantas menghampiri Kirana dengan langkah yang tergesa-gesa. Derap langkah yang mencerminkan begitu banyak emosi yang tertahan di dalam diri Angga membuat Kirana sedikit tertegun.
"Kau bilang apa tadi?!"
Suara Angga terdengar begitu berat badan rendah, membuat Kirana diharuskan untuk berusaha mengatur nafasnya dan meneguk salivanya dengan sedikit susah payah.
"Kenapa kau diam saja saat ini?!" Pertanyaan itu seakan-akan menjelaskan betapa terlihat kekanak-kanakannya Kirana yang hanya berani menantang Angga di saat ada jarak yang membentang di antara mereka.
Sementara di saat mereka sudah berdiri berhadap-hadapan seperti ini, Kirana mendadak kaku seperti patung.
"Sudah kuduga, cara berbicara dan tingkah lakumu mungkin terlihat seperti orang yang telah dewasa, tapi sayangnya pemikiranmu tidak jauh berbeda dengan Kirana yang kukenal 2 tahun lalu!"
Tanpa bisa Kirana tahan, matanya memanas. Kejadian itu lagi ... Angga kembali mengingatkan Kirana pada kejadian yang selama ini benar-benar tak ingin pernah ia singgung.
SRET!
Langkah Kirana sedikit mundur beberapa langkah tatkala Angga baru saja mengambil 2 buah gaun kemudian memberikannya pada Kirana dengan gerakan kasar. Kedua gaun itu memiliki model serupa, tapi dengan warna yang berbeda dan terlihat menarik di matanya.
"Turunkan egomu, dan segera cobalah gaun itu! Aku tidak ingin menerima penolakan dalam bentuk apapun saat ini!"
Kirana berdesis tajam, harga dirinya seperti sedang diinjak-injak oleh Angga untuk saat ini. Kenyataan bahwa ia sedikit kehilangan akal untuk membalas semua perlakuan Angga--hanya karena dirinya yang dibuat sedikit tak memiliki keberanian untuk membalas Angga setelah melihat tatapan tak bersahabat pria itu, membuat Kirana kesal pada dirinya sendiri.
Terlebih lagi Angga terus berjalan mendekat ke arahnya yang membuat Kirana refleks mundur ke belakang dan berakhir tak bisa bergerak lagi saat punggungnya menyentuh tembok.
"Kau mengerti, kan?" desis Angga kemudian tersenyum miring.
"Coba gaun itu sebelum aku sendiri yang memilih untuk mencobakan gaun tersebut di tubuhmu."