"Kau Gila?!"
Kirana melihatkan matanya sempurna setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Angga.
"Di luar tengah hujan deras, apa yang ingin Anda lakukan adalah keinginan saya dengan menyuruhku turun dari mobil?!"
Suara Kirana terdengar begitu sarkas, tapi malah membuat Angga meremehkan.
"Apa kau benar-benar tuli? Sudah kukatakan bukan bahwa tak hanya turun dari mobil aku juga menyuruhmu untuk segera pergi dari pandanganku."
Kirana tertawa dengan ekspresi, ia tidak mengerti kemana arah cara berpikir seorang Angga yang ada di sana berada di sini.
"Kau mengatakan kan ini untuk membuatku tidak meningkatkan raga yang bernama Angga, bukan? Namun sadarlah, Kak! Dengan menyuruhku turun di cuaca buruk seperti ini hanya akan meningkatkan pujianmu!"
Angga tak menjawab, matanya menelisik setiap inci garis wajah Kirana dengan begitu lekat.
"Lagi pula, apa hakmu menyuruhku untuk turun, huh? Jangan katakan karena kau adalah calon suami Mommy-ku! Kau baru saja calon bahkan jika kau menikah dengan Mommyku nanti, itu tidak akan membuat kau memiliki hak sepenuhnya atas diriku sendiri!"
Kirana tertawa sarkas. Tangannya berusaha mendorong jauh dari bidang milik Angga untuk memberi jarak di antara mereka. Jujur saja, berada dekat seperti ini tidak hanya buruk bagi kesehatan jantungnya, tapi juga buruk untuk pernapasannya. Kadangkala di beberapa bagian Kirana memang sempat tanpa sadar menahan napasnya.
"Sudah kukatakan bukan bahwa kau itu adalah bocah ingusan."
Kini giliran Angga yang tertawa. Dari tawa yang terdengar begitu mengerikan ditelinga Kirana, perempuan itu sadar bahwa di dalam pikirannya itu pasti sedang berpikir sesuatu yang begitu begitu lucu dan patut dijalankan, tapi mematikan untuk Kirana.
"Kau kira karena apa aku mengatakan hal itu? Itu karena aku berusaha mengingatkanmu bahwa kau akan berada dalam bahaya jika ada didekatku untuk saat ini."
"Saat ini? sepertinya bahaya memang selalu mengintaiku jika berada di dekatmu?" sindir Kirana habis-habisan.
Merasa tak lagi bisa menahan diri, tangan itu perlahan terangkat dan bahkan sudah melayang menuju wajah Kirana.
"AKH!"
Hal itu sukses membuat Kirana memegang erat sambil memejamkan mata. Namun, setelah menunggu beberapa saat rasa sakit yang kira-kira akan segera ia dapatkan tak juga kunjung ia merasakan menyentuh pori-pori kulitnya.
Saat membuka mata secara perlahan untuk melihat apa yang terjadi, Kirana dibuat tak bisa untuk tidak membuatkan matanya sempurna lagi saat telapak tangan Angga yang besar dan kekar berada tepat di depan wajah. Nafas pria itu terdengar terengah-engah bahkan sebagiannya terasa menerpa wajah Kirana.
"Pergi!" tekan angka kuat dengan mata yang kian berubah dan dipenuhi oleh keinginan untuk menghancurkan Kirana saat itu juga.
Kirana yang merasa tidak memiliki pilihan lain lagi selain memiliki apa yang aku katakan daripada mendapatkan bahaya membuat perempuan itu mau tidak segera mendorong tubuh pria itu dengan kuat hingga tubuh Angga sekitar 70 cm darinya.
Sesaat Kirana mematung saat mendapati aura Angga yang terkesan mendominasi dan terasa lebih mencekam dari biasanya. Tentu hal itu membuat Kirana lalu berniat melangkahkan kaki untuk turun dari mobil.
JEDER!!
Sayangnya, belum sempat kaki Kirana pik jalanan aspal yang telah basah oleh air hujan di bawahnya, suara petir yang menggelegar itu membuat Kirana terlonjak kaget hingga kembali duduk di kursi pengunjung sambil menutup telinganya menggunakan kedua tangan itu telah bergetar hebat--perpaduan rasa takut dan dinginnya air hujan serta tiupan angin malam itu.
"Keluar!"
Bentakan dari Angga kembali terdengar. Di saat-saat seperti itu harga diri Kirana seperti baru saja di injak-injak tanpa harganya membuat perempuan itu merasa begitu direndahkan.
"Keluar atau aku akan memperkosamu di sini!"
Mendengar itu, ada sekelebat niat untuk memberontak, tapi menyadari situasi tidak mendukung dan hanya akan menghancurkan dirinya, Kirana memilih untuk mengalah.
Angga sedang dikendalikan oleh emosinya yang begitu kuat hingga membuat pria itu tanpa sadar memberi Kirana begitu banyak tekanan dari segala arah. Jika Kirana berusaha pada akhirnya, sudah dapat dipastikan bahwa penderitaan, kehancuran dan sakitlah yang akan terjadi.
Melawan rasa takut yang hinggap semakin kuat saat kaki baru saja memulai perjalanan aspal di bawahnya, Kirana memejamkan mata erat sebelum akhirnya menghembuskan nafas panjang dan segera tetesan demi tetesan air hujan yang begitu deras.
Beberapa detik saja berdiri di tempat yang tidak jauh dari mobil, tubuh Kirana yang semula kering dibuat dengan semangat baru disertai dengan semangat yang luar biasa, bahkan karena kedinginan.
"Tuhan, mengapa kau harus menghadapkanku pada situasi seperti ini?"
Kirana berdiri pelan disela-sela jaringannya. Perempuan itu memilih tetap diam di sana, berharap nantinya Angga akan merasa iba pada Kirana dan membiarkan perempuan itu kembali masuk ke dalam mobil.
Namun Tuhan, hanya ada sinislah yang Kirana dapati.
Merutuki dirinya yang terlalu berharap, Kirana kemudian segera bangkit dan pergi menjauh dari area tersebut saat berbekal sakit dan kecewa yang kembali menggerogoti relung hati.
"Kau brengsek, Kak!" gumam Kirana di sela-sela lari tanpa tahu arahnya. Di tempat yang setiap sisi hanya dipenuhi oleh pohon-pohon yang membuat jalanan ibukota terasa lebih sejuk di siang hari, apa yang bisa Kirana dapatkan dan harapkan dari hal itu di malam hari?
Tak ada tempat untuk berteduh....
Tak ada yang menemani....
Ia Seorang Diri, seolah-akan memang terlahir untuk sendiri ....
bisa Kirana berharap Tuhan baik hati Anda?
Kirana sadar jika ia memang sudah keterlaluan selama ini di Angga, tapi mau bagaimana lagi? Ketika ego dan rasa kecewa serta amarah yang masih hinggap pada diri Kirana tiba-tiba bersatu tak ada yang bisa Kirana lakukan, baru tiba tiba dirinya sendiri.
Kini, Kirana memilih untuk bersandar di pohon besar yang tetesan air hujan masih bisa mengenai tubuhnya.
Pikirannya telah melayang ke mana-mana, bahkan hingga Kirana bisa merasakan jika dirinya berada di sana lebih dari 15 menit, pikirannya tak juga berhenti membuat kepala Kirana berdenyut.
Memejamkan mata erat sambil menarik napas panjang, Kirana harap di depan mata terbuka ia bisa melihat seorang malaikat dalam wujud manusia yang mau membantunya.
Namun, yang ia temukan adalah .....
"K-Kak Angga...."
Napas Kirana tercekat, kehadiran Angga yang begitu tiba-tiba di sertai cara pria itu melihat dengan sendu tapi sebaliknya pancaran aura yang seperti ingin melakukan hal buruk membuat Kirana bergerak mundur dan menjauh.
Sayangnya, Angga telah terlebih dahulu menarik pinggangnya kemudian membelai pipi Kirana dengan lembut.
"Maaf."
Kirana membulatkan matanya sempurna. Dia yang tadinya sempat bertanya-tanya akan apa yang terjadi di buat mematung saat merasakan kegunaan itu berakhir di lehernya.
Jantung Kirana berdegup kencang, ia hendak memberontak, tapi Angga telah terlebih dahulu mendekatkahn wajahnya yang membuat Kirana niatnya untuk mengurungkan niatnya dan mengalihkan napas.
"Aku menginginkanmu malam ini. Akan kubayar berapapun harganya."
"Ti-tidak ...." gumam Kirana ketakutan. Terlebih atmosfer yang dipenuhi oleh hawa mencekam itu membuat Kirana sadar bahwa Angga tengah tak bermain-main dengan nafsu yang baru saja ia puas.
"Tidurlah denganku, Kirana!"
CHUP!