Beberapa saat sebelumnya ….
"Apa aku perlu mengantarmu, Sayang?" tanya Angga setelah mengatar Amira ke mobilnya.
"Tidak perlu, Sayang. Aku bisa sendiri. Hanya saja, aku berharap kau bisa mengantar Kirana pulang," sahut Amira sedikit lirih.
"Hey, Sayang, kenapa kau terlihat murung? Kau merasa bersalah tidak bisa pulang bersama kami, tenang saja, itu—"
"Tidak Angga, bukan hal itu yang membuatku merasa sedih. Aku hanya sedih melihat sikap Kirana yang sepertinya semakin terang-terangan memperlihatkan ketidaksukaannya padamu. Aku harap kau memakluminya, ya?"
Angga terdiam sejenak, sebelum akhirnyaa mengulas senyum lebar. "Tak apa, aku mengerti akan hal itu, Sayang. Aku yakin dia butuh waktu untuk bisa menerimaku menjadi pendatang baru di hidup kalian."
"Terima kasih, Sayang. Kau memang begiu pengertian. Dan jika saja Kirana mengatakan hal-hal yang tidak-tidak kepadamu, aku harap kau tabah. Aku sendiri saat ini masih berusaha untuk menutup telinga sebelum mendengar semuanya langsung darimu."
Kening Angga berkerut, bingung dengan apa yang dikatakan oleh Amira. "Maksudmu?"
Menghela napas panjang, Amira menatap sendu Angga. "Amira sempat mendesakku untuk segera mebatalkan pernikaha ini."
Angga menghela napas lega. Ia kira ada sesuatu yang lebih serius telah dikatakan oleh Kirana. "Tak apa, aku paham. Lagipula keputusan ada di tanganmu, bukan?"
"Kau tak ingin tahu apa yang membuat Kirana begitu ingin aku membatalkan pernikahan ini?" tanya Amira cepat.
"Dia tidak menerima kehadiranku, aku tahu itu, Sayang," sahut Angga cepat.
Amira menggelang. "Tidak, kau salah. Apa yang kau katakan mungkin memang benar adanya, tapi bukan hal itulah yang menjadi alasan utama Kirana memintaku untuk membatalkan pernikahan kita."
Angga semakin dibuat binging oleh Amira. "Bisakah kau mengatakannya secara langsung, Sayang? Agaknya aku sedikit tidak mengerti."
Amira kembali menghela napas panjang. "Maaf sekali, Sayang. Aku tidak sedang ingin menuduhmu atau sebagainya, tapi semua ini aku dapatkan dari Kirana."
"Apa?" tanya Angga to the point.
"Apa benar kau pernah menjalin hubungan terlarang dengan Ibu Kandungmu sendiri? Bahkan aku ingat dengan jelas bahwa kau memaksa Ibu kandungmu sendiri untuk melayanimu setiap malam hingga akhirnya karena Ibumu berusaha untuk memberontak dan memarahimu, kau malah memukulnya hingga ibumu meninggal."
Amira diam sejenak, seolah-olah sedang mengingat-ngingat. "Ia juga mengatakan jika kau memaksa adikmu untuk berpura-pura tak mengenalimu karena kau tak sudi memilii adik sepertinya. Hal itulah yang membuatmu menyembunyikan identitas adikmu dariku. Apa kau benar-benar sebejat itu, Sayang?"
***
Seorang pria bertubuh yang dipenuhi oleh otot-otot kekar apalagi di bagian perutnya yang terlihat begitu menggoda itu nampak membiarkan dinginnya air shower mengguyur kepalanya yang terasa begitu panas
Entah efek dari air hujan yang mngguyurnya beberapa menit lalu, atau karena masih terbayang dengan apa yang dikatakan oleh Amira, Angga tak tahu.
Yang ia tahu hanyalah satu, ia tak menyangka jika Kirana bisa mengatakan hal itu pada Amira. Ia tak menyangka jika Kirananya yang ia kenal sebagai sosok yang jujur kini telah berubah menjadi seorang pesilat lidah.
"AKH! SIAL! KENAPA AKU RASANYA INGIN—AKHH!" Angga berteriak kesal. Hawa dingin di kamar mandi berdinding kaca itu tak membuat tubuhnya mendingin.
Sensasi panas yang mejalar di tubuhnya masih tetap ada, sekakan-akan semua itu tak akan pernah lenyap sebelum ia berhasil mendapatkan jawaban dibalik alasan Kirana memfitnahnya dengan begitu kejam.
Ia tahu jika Kirana mungkin saja begitu membencinya karena ia kembali ke kehidupannya menjad seorang calon ayah angkatnya setelah 2 tahun lamanya pergi tanpa kabar, tapi rasanya itu bukanlah alasan yang cukup pas hingga menuntun Kirana untuk mengatakan semua kebohongan besar ini.
Ini bukanlah permasalahan siapa yang Kirana beritahukan, tapi mengenai siapa yang perempuan itu seret dala fitnahnya. Angga begitu menyayangi keluarganya, tak peduli jika ibunya dulu sempat bersikap tak baik pada—
Tunggu!
Mata Angga yang tadinya tertutup rapat lantas terbuka dengan cepat. Sekelibat ingatan di mana ia melihat Kirana datang di pesta pertunangannya dengan Mirah 2 tahun lalu tiba-tiba lantas memenuhi pikirannya.
Mungkinkah Kirana melakukan semua ini sebagai benuk sebuah balas dendam akan kejadian di masa lalu? Mungkinkah Kirana begitu membenci Mamanya yang notabene-nya begitu melarang keras kepergian Angga untuk mengejarnya kala itu?
Apa Kirana sependendam itu hingga mengambil tindakan keji seperti itu?
Muak dengan semua prasangka yang tak kunjung ada habisnya memenuhi pikirannya, Angga dengan segera menyugar rambutnya yang basah ke belakang kemudia mengambil handuk yang menggelantung di sana. Setelahnya, pria itu pun lantas memakainya dan segera keluar dari kamar mandi.
Setiap langkah yang Angga ambil menuju walk in closet yang ada di kamar itu, begitu banyak keraguan yang ada di benak Angga. Bahkan, saat pria itu telah selesai berganti pakaian kemudian keluae untuk mengecek keadaan di Rumah Amira, ia masih dipenuhi oleh banyak kebimbangan.
DUG!
"Shh …." Pikirannya yang entah telah melayang ke mana membuat Angga tak sadar bahwa ia baru saja menabrak Kirana yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Kau, dasar—"
Belum sempat Kirana menyelesaikan ucapannya, Angga telah terlebih dahulu pergi dari hadapan Kirana. Mendengar suara itu, aroma tubuh itu, tatapan itu, Angga tak bisa tinggal diam saja di sana karena semua itu hanya akan mengingatkannya pada apa yang dikatakan oleh Amira.
Angga tak ingin lepas kendali hingga akhirnya tanpa sadar malah menyakiti bahkan melukai Kirana. Ia tak ingin tangannya berlaku brengsek lagi pada perempuan itu.
"Ck! Dasar tidak tahu diri! Dia sudah menumpang di sini, bahkan berniat menghancurkan hidupku dengan Mommy, tapi dengan santainya dia malah berlagak seakan-akan dia adalah Tuan Rumah di sini. Lucu sekali."
Angga yang mendengar itu lantas mengurungkan niatnya untuk menuruni anak tangga menuju dapur. Awalnya ia berusaha untuk mengabaikan prasangak buruknya dan beralih memasakkan makanan untuk Kirana dan Amira, tapi setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Kirana emosinya lantas tersulut begitu saja.
"Kau bilang apa?!" Angga memekik kencang kemudian membalikkan badannya dengan cepat.
Kirana yang terkejut dibuat mundur beberapa langkah, terlebih kini Angga menataonya dengan begitu nyalang seolah-olah ingin mengulitinya hidup-hidup.
Kirana menatap bingung Angga. Terlihat dengan jelas bahwa Kirana kebigungan dengan sikap Angga yang terkesan sangat berbeda. Pria itu memang masih terlihat seperti biasanya, hanya saja. Angga yang baisanya akan mencari masalah dengannya lewat ungkapan-ungkapan yang begitu membuat Kiranacemas jika Amira sampai mendengarnya kini malah berbanding terbalik.
Bukan ungkapannya, melainkan aura Angga yang terkesan begitu mendominasi. Di mata Kirana, pria itu seperti sedang menahan semua emosi yang berkumpul di dalam benaknya, dan ingin melampiaskannya kepada Kirana.
"Jaga ucapanmu, Kirana! Di sini aku adalah calon ayah angkatmu, aku juga lebih tua darimu! Jadi, tolling, jaga sopan santunmu sebelum aku berlagak seperti seorang pria yang begitu sadis kepada perempuan sepertimu!"
"Kau kenapa?" Kirana bertanya pelan, ia bnear-benar kebingungan menghadapi sosok Angga yang begiut berbeda di depannya saat ini.
"Tidak ada yang salah denganku, tapi kau! Kaulah yang salah! Berlagak sok suci padahal kau tidak lebih dari sampah!"