Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Love at The End of Spring

🇮🇩Ahra_August
--
chs / week
--
NOT RATINGS
23.2k
Views
Synopsis
Bagi Ryuichi Kenzo kau adalah hangat. Padamu aku temukan dunia yang ramai dan selalu bahagia. Kau adalah rumah. Tempat aku menitipkan tawa kanak-kanakku, juga menyimpan mimpi tentang sebuah masa depan. Suatu hari, mungkin rumah ku tidak lagi kau. Tidak bisa dan tidak mungkin. Kau hanya lah rumah tempat aku menyimpan berpuluh-puluh frame yang tidak akan lapuk karena waktu. Tempat aku selalu kembali meski mungkin kau tidak lagi berada di sana. Hari itu Kenzo mengingat hari kelulusannya. Penampilan fisik Kenzo saat itu tidak jauh berbeda dari berandalan pinggir jalan, dan tidak banyak orang yang mau bergaul dengannya. Namun pada hari kelulusannya itu, seorang adik kelas perempuan mendekatinya dengan takut-takut, matanya berair, mukanya setengah tertutup rambut, merah karena malu, suaranya bergetar tidak terkontrol ketika ia meminta kancing kedua Kenzo. “Kancing yang terdekat dengan hatimu,” kata gadis itu terbata-bata. “Karena sudah lama aku menyukaimu.” Rasanya, Kenzo setengah sadar ketika ia memberikan kancingnya pada gadis yang ia bahkan tidak tahu namanya itu. Gadis itu berlari pergi segera setelah mendapatkan kancing Kenzo. Seolah ia akan meledak jika berdiri di depan Kenzo lebih lama lagi. Kenzo berdecak tidak peduli setelahnya, dalam hati menertawakan dirinya sendiri untuk ikut dalam tradisi bodoh itu. Ia tidak peduli dengan kelulusan, apa lagi dengan pernyataan cinta yang tidak jelas seorang gadis. Ia hanya ingin cepat pulang dan menemui Kazura lagi. Namun Kazura yang menunggu di rumah tampaknya tidak secuek itu tentang kancing Kenzo. Ia tidak langsung menangis saat melihat kancing kedua Kenzo telah di berikan pada orang lain. Ia mencengkeram lengan seragam Kenzo begitu erat, ujung hidungnya memerah dan matanya berair, ia masih terlalu kecil, tetapi Kenzo melihat kilatan di mata Kazura saat itu. Kilatan Cinta. Kilatan yang sama seperti yang di pancarkan oleh gadis malu-malu yang mendapatkan kancing keduanya. Kilatan Kazura lebih polos dan kekanakan, tetapi itu adalah kilatan yang sama. Kazura segera menangis meraung setelahnya, memaksa Kenzo mengambilnya kembali dari gadis tadi. Namun nama gadis itu pun ia tidak tahu. Wajahnya pun ia tidak ingat. Kenzo tidak pernah mendapatkan kancing keduanya kembali untuk di berikan kepada Kazura. Bersamaan dari itu, kilatan itu perlahan-lahan hilang dari mata Kazura. Kenzo tidak tahu ke mana, atau sejak kapan. Tetapi, terkadang ia mengakui ingin melihatnya lagi. Ia hampir pada tahap saat ia merindukan kilatan itu. Namun, ia tak kan pernah mengakuinya, bahkan tidak kepada dirinya sendiri. Kazura adalah adiknya.
VIEW MORE

Chapter 1 - Satu

Sup miso yang di siapkan Ryuichi Kenzo untuk makan malam kini telah dingin, ia terduduk di sofa ruang tamu, kedua lengan bajunya di gulung hingga atas, memperlihatkan ujung tatonya, satu tangannya menggenggam ponsel mencari nama Uzuki Kazura di layarnya. Malam sudah larut dan adiknya belum pulang.

Akhir-akhir ini Kazura berlaku seenaknya. Gejolak remaja? Atau cinta di sekolah" sudah satu minggu Kazura sering pulang larut tanpa kabar. Namun, kali ini Kenzo bertekad menegurnya tegas.

Menegur Kazura... itulah tantangan Kenzo yang sebenarnya. Kata-kata macam apa pun yang ia rancang di dalam otaknya, yang keluar dari bibirnya selalu berbeda. Kenzo menarik napas panjang. Ia harus bisa. Ketidakmampuannya menegur Kazura adalah bukti terbesar bahwa Kazura adalah kelemahannya.

... Berapa kali aku menelepon mu? Mengapa tidak pernah di angkat? Sengaja? Apa yang sedang kau lakukan sampai teleponku pun tidak bisa kau angkat? Pulang malam begini, perempuan, sendirian, tanpa kabar... untuk ke berapa kali minggu ini? Kazura, ini sudah keterlaluan.

Kenzo memejamkan matanya. Hanya suara detak jam yang memenuhi rumah sunyi itu. Ceklikan pelan menyisip masuk, cukup untuk membuat Kenzo berdiri waspada. Ia memperhatikan pintu depan rumahnya yang terayun terbuka.

Gadis yang keluar dari balik pintu itu mendongak wajahnya seakan berkata bahwa ia terkejut dengan sambutan siaga Kenzo. "Aku pulang."

Kenzo mendesah panjang campuran antara kesal dan lega. Ia duduk di meja makan, membalas setengah hati, "Selamat datang. Ke mana saja hingga malam begini?"

"Kenzo... maafkan aku. Aku tidak mendengar semua telepon mu. Aku mengaktifkan getaran saja saat di kelas, tapi tampaknya aku lupa mengembalikannya lagi ke mode normal sepulang sekolah, dan kelamaan main dengan teman-teman klub tenis," kata Kazura duduk di samping Kenzo di meja makan. Suaranya kecil ketika ia berkata takut-takut, di iringi senyum tanpa dosa "Maafkan aku, ya. Jangan khawatir jika aku pulang telat lain kali, aku pasti menghubungi mu lewat ponsel."

Kenzo mati-matian memaksa dirinya untuk marah dan menegur Kazura. Namun, ketika tangannya mengangkat piring berisi ikan bakar dan mangkuk sup miso, membawanya ke arah microwave. Kenzo berkata "... Kau lapar? Sudah makan malam? Aku panaskan dulu."

Kazura merengut. Kenzo bisa tahu akan hal itu walau pun ia sedang membuka microwave, memunggungi Kazura.

"Kenzo marah, ya?"

Tegur dia sekarang, bodoh!

"Tidak..." Kenzo berkata, menekan tombol microwave. "Cuma capek."

Kazura berdiri dari tempat duduknya, dengan ceria meraih pundak Kenzo. Memberikan tenaga ketika menekan otot-ototnya, merenggangkannya "Sini, aku pijat. Kerjaan di kantor pasti bikin capek, ya? Duduk di sofa, nanti aku cerita soal sekolah dan rencana pertandingan persahabatan ke Midorigaoka. Aku akan menceritakan mengapa pulang sampai malam begini. Jangan ngambek lagi... gimana?"

Kenzo mendesah, dan akhirnya mengalah pada tarikan di lengannya yang mengiring ia ke sofa. Ia harus mengakui pijatan Kazura memang menenangkan meski hatinya tidak tenang. Namun ketika Kazura mulai menceritakan harinya dengan nada ceria yang selalu di gunakannya, Kenzo mau tidak mau harus menelan kata-kata tegurannya.

Karena tampaknya, kali ini pun Kazura menang lagi.

****

Kazura tertegun menatap langit. Ia duduk meringkuk di pojokan, di sampingnya jendela yang tinggi memperlihatkan langit malam. Dari kesunyian rumahnya ia tahu Kenzo telah terlelap.

Dari tempatnya duduk, ia bisa melihat bingkai berisi foto dirinya dan kenzo, di terangi remang lampu mejanya. Entah sudah berapa lama sejak foto itu di ambil. Ketika mereka pindah ke rumah ini, mungkin itu sekitar sepuluh tahun yang lalu... atau lebih. Di dalam foto Kazura kecil tampak tersenyum bahagia. Kenzo berkali-kali berkata padanya agar jangan pernah kehilangan senyum seperti itu.

Bukan tidak pernah Kazura bertanya-tanya di mana mereka tinggal sebelumnya. Kazura sendiri terlalu kecil untuk mengingatnya, maka ia bertanya kepada Kenzo. Kenzo memberikan jawaban yang tidak jelas "Di rumah Ayah."

"Ayah Kenzo?" Kazura saat itu bertanya "Atau ayah Kazura?"

"Di rumah ayah. Saat itu pun, rumah ini adalah milik ayah." Kenzo membalas tanpa menjawab pertanyaan Kazura, dan ia pun berlalu.

Banyak sekali rahasia yang Kenzo simpan mungkin hampir sebanyak jumlah pertanyaan Kazura yang tidak pernah terungkap kan. Di antara semua itu, ada satu tanda tanya yang paling besar. Mengapa Kazura dan Kenzo tidak memiliki hubungan darah, bertaut umur sepuluh tahun, bisa hidup bersama sejak mereka kecil? Ke mana orang tua mereka?

Kazura pun sering bertanya tentang itu kepada Kenzo. Ada saat-saat ketika Kazura begitu frustasi menangis sejadi-jadinya, memohon kepada Kenzo untuk memberi tahu keberadaan atau identitas orang tuanya. Setiap kali, Kenzo hanya akan mendekapnya erat. Kakaknya itu hanya diam, atau berbisik pelan menenangkan. Azura tidak pernah mendapatkan jawaban, tetapi suatu kali, Kenzo memberinya secarik foto.

Foto Kazura dan Kenzo saat baru pindah memang telah tua, tetapi tidak setua foto ini. Permukaannya telah menguning karena di ambil puluhan tahun lalu. Warnanya telah memudar, menyamarkan detail yang termakan waktu. Foto itu adalah harta karun Kazura paling berharga.

Malam ini di bawah bintang-bintang, foto itu di genggam Kazura dengan hati-hati. Ia memperhatikannya lagi untuk ke seribu kalinya. Jari-jarinya menyusuri garis wajah jelita yang amat mirip dengan milik Kazura. Figur kurus, tetapi tidak tinggi di turunkannya kepada Kazura. Matanya yang mungil dan sipit tidak terbingkai poni seperti milik Kazura, tetapi sinar kerlingannya sama. Jika rambut Kazura bergelombang ia dan ibunya tak kan bisa di bedakan.

Kazura tersenyum melihat bagaimana ibunya begitu gembira di foto itu. Senyumnya yang lebar dan sosoknya yang berbalut gaun biru muda membuatnya terlihat muda dan cerah. Jemarinya menggenggam setusuk kue dango dengan tiga warna, yang biasa di makan ketika berpiknik melihat bunga sakura ketika musim semi.

Ada pohon sakura. Jalanan di belakangnya lengang hanya rumah-rumah yang berjejer dan sebuah toko kue dango yang sepi pengunjung.

Kazura memanjat ke tempat tidurnya, menyelipkan foto ibunya ke bawah bantal. Sisi belakang foto menghadap ke atas. Nama ibunya tertulis dalam satu huruf kanji yang kecil dan rapi, entah tulisan siapa.

..Misaki..

***

"Enak ya, jadi Kazura," celetuk Arata "Pulang pergi di antar jemput mobil bagus, kakaknya cakep banget, baik lagi.. makanya Kazura bisa jadi idola sekolah!"

Kazura hanya tertawa mendengarnya. Ia berjalan dengan raket-raket di tangan, mengikuti kerumunan anggota tim yang lain. Di jajaran terdepan ada pak guru Takeda dari Midorigaoka yang membawa murid-murid dari sekolah Kazura, Umegaoka ke lapangan.

"Idola apanya, lihat aku sedang apa? Aku membawakan raket-raket kalian, kan? Idola mana yang begini?"

Arata balas tertawa. Di tangannya juga tertumpuk beberapa raket tenis. Jalanya sepelan Kazura. Ada serekah perasaan hangat yang muncul di hati Kazura ketika menyadari Haruka memang sengaja menyamai kecepatan langkahnya.

****