Chapter 2 - Dua

***

"Enak ya, jadi Kazura," celetuk Arata "Pulang pergi di antar jemput mobil bagus, kakaknya cakep banget, baik lagi.. makanya Kazura bisa jadi idola sekolah!"

Kazura hanya tertawa mendengarnya. Ia berjalan dengan raket-raket di tangan, mengikuti kerumunan anggota tim yang lain. Di jajaran terdepan ada pak guru Takeda dari Midorigaoka yang membawa murid-murid dari sekolah Kazura, Umegaoka ke lapangan.

"Idola apanya, lihat aku sedang apa? Aku membawakan raket-raket kalian, kan? Idola mana yang begini?"

Arata balas tertawa. Di tangannya juga tertumpuk beberapa raket tenis. Jalanya sepelan Kazura. Ada serekah perasaan hangat yang muncul di hati Kazura ketika menyadari Haruka memang sengaja menyamai kecepatan langkahnya.

"Suasananya sepi ya..." Kazura berkata, berhenti sejenak memperhatikan teman-temannya dari kejauhan. Mereka tim tenis Midorigaoka.

"Tentu saja. Ini kan pinggiran. Kau kira ini di mana, Akihabara?" Arata tertawa. "Eh, ngomong-ngomong, kau akan ikutan kumpul-kumpul dengan anak Midorigaoka setelah pertandingan?"

"kumpul-kumpul?" Kazura menatap Arata bingung.

"Pasti seru, kau harus ikut! Eh, lihat yang lain sudah memanggil. Ayo!"

Punggung Arata menjauh seiring langkah kakinya yang di percepat. Kazura tersenyum. Ia sudah melewati banyak hal sejak menjadi manajer klub tenis saat ia kelas satu. Ada banyak pertandingan persahabatan yang sudah mereka lalui, tetapi ini yang pertama dengan Midorigaoka. Ia mungkin hanya manajer tetapi duduk di samping lapangan melihat teman-temannya bekerja keras memenangi pertandingan, memberikannya kepuasan tersendiri.

Kazura mendapat banyak teman sejak ia menjadi manajer. Arata salah satunya. Hubungan anggota tim sangat dekat, mereka sering bermain ke luar hingga larut. Seberapa pun Kazura ingin ikut serta pada setiap acara kumpul-kumpulnya, ia tetap tidak tahan jika harus mendapatkan sederetan panggilan tidak terjawab dari Kenzo.

"Tidak, kali ini Azura harus ikut!" protes Miho seusai pertandingan ketika Kazura menolak untuk ikut. "Ayolah, Kazura.. Nanti, aku dan Arata yang mengantarmu ke rumah. Kita main dulu di daerah sini. Cuma jalan-jalan dan karaoke dengan kenalan-kenalan baru dari Midorigaoka. Pasti menyenangkan!"

"Aaah." Kazura nyengir, menenteng tasnya. Anggota-anggota tim lain sudah mulai berjalan ke arah gerbang, membuat lapangan perlahan-lahan bertambah sepi. "Aku tidak bisa, Miho... aku akan pulang dengan para kakak kelas, mereka juga tidak ikut kan?"

"tentu saja, mereka kan harus ikut persiapan ujian masuk universitas. Kau kan tidak perlu!"

Miho, Arata dan Haru berebut bicara, membuat telinga Kazura sakit. Kazura tertawa melihat mereka. Dan akhirnya memutuskan untuk mengeluarkan ponsel dari sakunya. Sebelum sempat mengetik pesan untuk Kenzo, ia baru sadar ponselnya habis baterai.

Kazura tersenyum tipis. Kali ini, pulang malam, tidak apa-apa kan, ya?

Ia meregangkan oto tubuhnya yang kaku karena seharian mencatat skor dan mempelajari gerakan anggota tim Midorigaoka. Miho, Arata dan Haru telah berjalan agak jauh di depan, kini membaur dengan anggota tim lain, tawa menggema di antara cahaya sore.

***

"Arata, ayo keluar sebentar denganku!"

Kazura keluar dari ruangan karaoke yang gaduh sambil menarik Arata. Arata memasang wajah tidak beralah, dengan santai membetulkan ikatan rambutnya. Di dalam ruang karaoke, sederetan anak laki-laki yang duduk berbaur di bawah lampu-lampu yang berkilat-kilat. di koridor tempatnya berdiri sekarang, sakura bisa sayup-sayup mendengar nyanyian dari ruangan lainnya.

"Kau tidak bilang kalau ini... ini.. kencang grup!" Kazura menggeram gemas pada sahabatnya itu.

Arata terkiki melihat Kazura, "Tentu saja, apa yang kau pikirkan waktu kita bilang 'kumpul-kumpul'? ada Miho dan Haru juga, sudah jelas akan jadi seperti ini."

Kazura mendesah. Ia melirik jamnya, lalu berkata kepada Arata. "Aku keluar sebentar."

"Keluar? Nanti jumlah orangnya tidak genap." Arata menahan Kazura. "Ayolah, Kazura. Kau juga tahu hampir setengah dari laki-laki di dalam tertarik kepadamu. Kalau kau pergi, apa yang akan terjadi?"

"Aku Cuma telepon Kenzo sebentar. Tampaknya kita akan pulang agak malam, kan?"

"Oooo, ya sudah. Cepat kembali, oke?"

Kazura merasa bisa menarik napas lega ketika memanjat tangga naik untuk keluar dari tempat karaoke itu. Panel iklan di atas kepalanya berkedip-kedip warna warni, kontras dengan keseluruhan daerah yang sepi itu. Kazura berjalan perlahan mengambil belokan, mencari boks telepon yang ia lihat sebelumnya.

Ia hampir masuk ke dalam boks telepon, tetapi langkahnya tiba-tiba terhenti. Melihat ke sekelilingnya ia merasakan ada sesuatu yang ganjil. Atau ada sesuatu yang ia lupakan, yang terlewatkan. Beberapa saat melewati, hanya suara sapu seorang nenek yang memenuhi jalan kecil itu. Seketika setelah nenek itu bertukar pandang dengan Kazura, nenek itu menghentikan gerakan menyapunya.

Kazura hanya tersenyum tipis, lalu berbalik, masuk ke boks telepon. Dengan hati-hati ia memasukkan kartu telepon, menekan tombol-tombolnya. Ia mengangkat gagangnya, tetapi tidak ada nada sambung.

"Nak," sapaan itu membuat Kazura terperanjat dan melihat ke belakang. Si nenek membuka pintu boks telepon itu, memperhatikan Kazura saksama. "Boks telepon ini sedang rusak, jika ingin pakai telepon, kau bisa pakai di dalam rumah nenek."

Kazura tertegun mendengar tawaran ramah dari nenek itu. Namun, entah apa yang membuat dirinya setuju, berjalan dan masuk ke dalam rumah nenek itu. Jemari si nenek yang keriput menunjukkan letak teleponnya ke pada Kazura, membiarkan Kazura memakainya sementara nenek duduk di sampingnya mengamatinya.

Sewaktu nada sambung ke telepon Kenzo masih berlanjut, Kazura memperhatikan rumah nenek itu. Rumah yang bagus.. dan agak terlalu besar untuk hanya di tinggali seorang nenek. Tidak ada tanda-tanda kehadiran anggota keluarga lain di dalam rumah itu. Di pintu depan, hanya ada tiga pasang alas kaki, sepertinya semua milik si nenek. Nada sambung di telepon Kazura terputus, di iringi ceklikan pelan.

"Halo.?"

Kazura masih melihat sekelilingnya. Interiornya sudah tua, tetapi masih terawat. Di beberapa sisi, terlihat bekas lemari yang di pindahkan. Mungkin dulunya tempat ini adalah semacam toko. Tetapi sudah lama di tutup.

"Halo? Siapa ini?"

Kazura sadar, tersentak mendengar suara Kenzo yang menunggu di ujung telepon sana. "Kenzo, ini aku."

"Kazura? Ada apa? Mengapa telepon mu mati? Aku berusaha menghubungi mu dari tadi..."

"Baterainya habis. Kenzo, tampaknya aku akan pulang telat. Arata dan Miho akan mengantarku ke rumah nanti malam, jadi kau tidak usah khawatir."

Suara Kenzo terdengar tidak senang "Pulang telat? Mengapa?"

"Ehm... karaoke dulu dengan yang lain. Iya, masih dekat dari SMU Midorigaoka. Tentu saja, aku tidak akan minum. Ehm.. iya. Iya, aku tutup dulu.."

Si nenek masih menghujani Kazura dengan tatapan yang sama. Tatapan yang membuat Kazura tidak nyaman, tetapi ada sedikit kelembutan di balik tatapan itu. Kazura berpaling kepadanya dan berterima kasih. "Terima kasih karena telah meminjamkan telepon."

"Anak muda, apa kau suka dango?" Nenek itu bertanya, senyumnya membuat keriput di sekitar matanya bertambah kentara "Aku baru membuat beberapa kue dango manis. Apa kau suka?"

"Kue dango?"

****