Malam itu langit tampak gelap. Bulan seperti bersembunyi di balik bayangan awan gelap. Suasana istana terlihat begitu sunyi dan gong yang menandakan tengah malam baru saja berbunyi beberapa saat yang lalu. Di tengah suasana sunyi tersebut, terdengar suara langkah tergesa dari salah satu sudut istana.
Seorang wanita dengan dangui giok tua tengah melangkah menuju salah satu paviliun istana belakang. Wanita berdangui giok itu tak sendirian, di belakangnya seseorang yang mengenakan jubah mengikutinya. Kedua orang tersebut melangkah waspada. Ketika mereka tiba di paviliun yang menjadi tujuan mereka, wanita berdangui giok itu memberi tanda pada dua orang dayang muda yang berjaga di depan pintu untuk pergi.
Wanita itu memimpin di depan melangkah masuk ke dalam paviliun yang diterangi cahaya temaram. Meskipun kelihatannya sang pemilik paviliun sudah beristirahat, nyatanya tidak. Sang Pemilik paviliun tengah duduk di singgasananya dan menanti dengan jantung yang berdebar.
"Mama, ini hamba Dayang Shim. Hamba telah melakukan perintah Anda."
Suara yang terdengar di depan pintu masuk, membuat sang pemilik paviliun tersentak dari lamunannya. Sambil membenahi posisi duduknya, sang pemilik paviliun mempersilakan Dayang Shim dan seseorang yang dibawanya untuk masuk ke dalam ruangan.
Pintu terbuka dan siluet Dayang Shim beserta seseorang yang mengenakan jubah itu terlihat. Keduanya melangkah masuk ke dalam ruangan dan membungkuk memberi hormat pada sang pemilik paviliun.
"Buka jubah dan tudungmu. Keberadaanmu aman disini," perintah Dayang Shim pada seseorang tersebut.
Seseorang itu mengangguk patuh dan membukanya, yang kemudian kembali membungkuk memberi salam hormat pada wanita tua di depannya.
"Daebi Mama, dia adalah Yang Eunyang, dia adalah kepala sangsucheon saat ini. hamba membawanya kemari sesuai perintah Anda, Mama," jelas Dayang Shim memperkenalkan seseorang tersebut.
"Hamba Yang Eunyang memberi salam pada daebi Mama. Hamba adalah dukun kepala di Sangsucheon. Kedatangan hamba kemari untuk membalas kebaikan Daebi Mama yang begitu peduli pada keberadaan kami di Sangsucheon, Mama."
Duduk di singgasananya, Ibu Suri Min memberikan pandangan penuh penilaian pada Dukun Yang yang masih menundukkan kepalanya. Sorot tajam dari mata tuanya terlihat begitu waspada dan angkuh. Ini adalah kali pertama ia bertemu dengan Dukun Yang, karena sebelumnya, Ibu Suri Min tahu jika Dukun Im sudah meninggal dan digantikan oleh Dukun Yang.
"Ini pertama kalinya aku bertatap muka denganmu, Dukun Yang. Aku sangat sedih mendengar kematian dari Dukun Im. Ia adalah dukun yang sangat berbakat. Aku tak tahu jika ia telah menyerahkan tampuk kepemimpinan Sangsucheon pada dukun muda sepertimu."
"Suatu kehormatan bagi hamba menerima tanggung jawab yang besar ini, Daebi Mama. Dukun Im selalu berpesan untuk melindungi keluarga kerajaan dari pengaruh buruk. Karena itu, ketika hamba mendengar Anda memanggil, hamba secepat mungkin datang untuk memberi salam pada Anda, Mama."
Ibu Suri Min mengganggukkan kepalanya. meskipun Sang Ibu Suri tahu jika bukan haknya untuk memilih kepala dukun Sangsucheon selanjutnya, wanita tua itu belum mengetahui seberapa hebat kemampuan yang dimiliki Dukun Yang ini. Ibu Suri Min tak ingin ada kesalahan dalam rencananya kali ini. karena itu,Ibu Suri Min memilih menilainya lebih dulu sebelum meyakinkan jika Dukun Yang adalah dukun yang tepat untuk mendukung rencananya.
"Sejujurnya, aku merasa ragu untuk meminta bantuanmu, Dukun Yang. Hal ini karena aku belum mengetahui seberapa hebat kemampuanmu itu jika dibandingkan Dukun Im. Jadi, apa kau keberatan jika aku memberikan tes lebih dulu?"
"Hamba tak akan berani menolak keinginan Anda, Daebi Mama. Silakan Anda menguji kemampuan hamba terlebih dahulu untuk memastikan semuanya."
Senyuman mulai tersungging di wajah Ibu Suri Min. "Kalau begitu, bisakah kau memberitahuku, pada malam penyempurnaan Jusang dan Jungjeon, yang akan dilaksanakan besok, apa kau melihat ada tanda lahirnya seorang pangeran?"
Dukun Yang terdiam sejenak mendengar pertanyaan yang diajukan Ibu Suri Min padanya. Kedua matanya kini tertutup dan bibirnya berkomat – kamit seperti membaca sebuah mantra.
Sementara itu, Ibu Suri Min duduk memperhatikan apa yang tengah diperbuat Dukun Yang dengan tenang. Wanita istana itu menunggu dengan jantung berdebar kencang, berharap jika pada penyempurnaan kali ini ia akan mendapatkan seorang pangeran yang terlahir dari rahim seorang ratu. Ibu Suri Min tak akan pernah sudi mendapatkan pangeran yang lahir dari rahim wanita sombong milik Ibu Suri Agung Park itu.
Dukun Yang berhenti berkomat – kamit, kelopak mata perempuan itu terbuka kembali. Sebuah senyuman kini tersungging di wajah Dukun Yang. "Daebi Mama, segala keinginan Anda sebentar lagi akan terpenuhi. Seorang pangeran kelak akan lahir dari istana tengah. Pangeran yang akan menghidupkan kembali istana timur yang terlihat sepi tanpa pemiliknya. Sebentar lagi, istana tersebut akan mendapatkan tuannya."
Mendengar jawaban yang diberikan Dukun Yang, Ibu Suri Min tak bisa menutupi rasa senangnya. Wanita tua itu begitu bahagia mendengar penglihatan yang diberikan Dukun Yang.
"Benarkah? Tak sabar rasanya menunggu saat itu tiba. Katakan padaku, kapan saat itu akan tiba?"
"Anda akan mendapatkan kabar baik itu sebentar lagi, Mama. hanya saja, aura hitam berusaha menguasai istana tengah—istana kediaman ratu— setelah semua itu terjadi. Hamba..."
"Aku tak peduli. bagiku, mendengar akan lahir seorang pangeran dari Jungjeon adalah hal yang paling membahagiakan. Sekarang, aku akan memberikanmu perintah. Aku harap kau melakukannya dengan baik, karena aku tak menerima kegagalan," potong Ibu Suri Min tegas.
~TQS~
Ibu Suri Agung Park terlihat begitu gelisah pagi ini. Sejak beberapa menit yang lalu, wanita itu tampak berulang kali mengangkat kemudian meletakkan kembali cawan tehnya. Bahkan hingga, teh kesukaannya telah dingin, wanita tua itu tak sedikitpun meminumnya. Hatinya terlalu gelisah untuk bisa bersantai.
Hong Gwi In menyadari perilaku aneh yang diperlihatkan Ibu Suri Agung Park, mengangkat sebelah alisnya. Matanya bergerak untuk memperhatikan lebih lekat ekspresi yang tergambar diwajah tua Ibu Suri Agung Park. Dan, Hong Kyu Bok menemukan kecemasan terpeta begitu nyata di roman tua wanita tersebut.
"Daewang Daebi Mama, apa ada sesuatu yang mengganggu Anda? Saya perhatikan Anda terlihat gelisah dan tak menyesap sedikitpun teh kesukaan Anda."
Ibu Suri Agung Park tersentak mendengar teguran Hong Gwi In padanya. wanita tua itu tak menyangka jika kegelisahannya bisa terbaca oleh perempuan di depannya. Helaan napas kini terdengar dari Ibu Suri Agung Park.
"Apa kau tak merasa gelisah karena Jungjeon kembali mendapatkan malam penyempurnaan seminggu yang lalu ?"
"Kenapa saya perlu cemas akan hal itu, Daewang Daebi Mama ? Meski pun Jungjeon Mama mendapatkan malam penyempurnaan, belum tentu ia akan mengandung seorang putra," balas Hong Gwi In dengan nada tenang. Wanita itu kembali menyesap tehnya, sama sekali tak terlihat kecemasan di wajah cantiknya.
~TQS~