Sesampainya di sekolah, Haykal meminta Nia untuk masuk ke kelas lebih dulu. Sementara Amanda di minta untuk mengikutinya ke kantor guru untuk mengurus kekurangan pendaftaran. Setelah Pak Maliki meninggal, Haykal memang ditunjuk sebagai wali dari Amanda dan Nia sampai lulus nanti.
"Akte kelahiran kamu lahir di Magelang. Tapi kenapa kamu menjadi warga negara asing?" tanya kepala sekolah.
"Kamu akan repot nanti mengurusnya. Apalagi kalau kamu mau menikah," imbuhnya.
"Saya diadopsi sejak bayi merah. Nia bersama Ayah, dan saya bersama Ibu angkat saya yang sudah berkewarganegaraan Belanda," jawab Amanda.
"Nia sangat hidup serba sederhana. Mujur sekali hidupmu, Nak?" ucapan dari kepala sekolah membuat Amanda tidak senang.
Orang lain mengira jika Pak Maliki dan Nia hidup kesusahan. Tapi, mereka hidup sederhana karena uang yang selama ini diberi oleh Tamara selalu disimpan untuk masa depan Nia dan Amanda nanti ketika dirinya pulang.
"Bapak kepala sekolah bukan petugas sensus. Hidup kaya atau miskin buka sebagai persyaratan sekolah di madrasah ini, 'kan?"
"Jadi, kenapa mesti di permasalahkan tentang hidup mewah saya dan hidup sederhana Nia? Toh kami tetap rukun-rukun saja, kok."
Kepala sekolah langsung terdiam. Ia tidak menyangka jika Amanda pandai berbicara. Setelah selesai, Haykal yang sudah menunggunya di depan kantor kepala sekolah dibuat heran kenapa istri kecilnya itu cemberut.
"Semuanya … Apa baik-baik saja?" tanya Haykal.
"Aku benci dengan kepala sekolah!" ketus Amanda.
"Kenapa begitu? Ayo, masuk ke kelas, jam pertama adalah jam saya mengajar," ucap Haykal menyentil kening Amanda.
Dengan bibir manyunnya Amanda mengikuti Haykal ke kelas. Haykal terus tertawa melihat istri kecilnya yang sedang merajuk tersebut. Haykal berjanji akan mengajaknya makan siang nanti di tempat yang enak, karena Amanda suka makan. Jadi, Haykal berhasil membujuk Amanda untuk bisa tersenyum.
"Baik, Amanda Zoetmulder. Sekarang mau adalah murid saya, jadi ….."
"Harus bersikap seperti murid, aku paham! Go, masuk!" sahut Amanda memberi hormat kepada Haykal.
Haykal membukakan pintu untuk istri kecilnya. Menyapa semua murid dan mulai memperkenalkan Amanda. Semua murid sekelasnya menatap Amanda dalam-dalam, lalu memandang Nia. Terus begitu sampai mereka bingung sendiri.
"Weh, kok podo banget, sih?" ucap Dedi, ketua kelas.(Kok mirip)
"Iyo, yoo … persis banget, plek ketiplek," sahut yang lainnya. (Benar, persis sekali)
"Ayo perkenalkan diri kamu ke teman-teman," pinta Haykal.
Amanda mengangguk. "Baik, Ustadz,"
"Assalamu'alaikum, semuanya. Perkenalkan namaku, Amanda Zoetmulder. Aku saudari kembar dari Nia Andriana, kami dilahirkan di satu negara, tapi dibesarkan di beda negara. Sebenarnya, aku baru pulang beberapa hari lalu karena ayahku meninggal. Jadi aku harap, kalian bisa berteman baik denganku."
Tania dan Aida merasa ada target baru untuk mereka bully. Sementara Endin merasa senang karena ia merasa tambah teman akan kehadiran Amanda. Haykal meminta Amanda duduk dibelakang Nia, karena hanya kursi itu yang kosong.
Duduk sendiri dan di ujung. Namun, di pojok dinding itu sangat terang karena sampingan langsung kaca. Amanda suka duduk dibelakang sendiri. Nia tersenyum kepadanya, begitu juga dengan Endin.
Pelajaran agama memang belum Amanda pelajari, ia terus membaca sebisanya, tetap saja mengalami kesulitan untuk memahami. Dengan sengaja Haykal tidak meminta Amanda untuk maju, dan itu membuat Tania dan Aida menjadi iri.
"Kenapa dia tidak disuruh maju, Ustadz? Jangan pilih kasih, dong!" sulut Tania.
"Iya, Ustadz. Semuanya maju dan setor surah, kenapa dia tidak? Jangan mentang-mentang anak baru, terus pilih kasih seperti itu," timpal Aida yang menaruh hati kepada Haykal.
"Kampret, mereka minta di potong lehernya." batin Amanda menahan emosi.
"Anak-anak, Amanda ini baru mengucap dua kalimat syahadat kemarin. Jadi … Amanda masih belajar ilmu dasar," jelas Haykal.
"Nia kan muslim, kenapa kembarannya tidak? Aneh, deh! Jangan-jangan orang tuanya menjual Amanda lagi. Cih, menyedihkan!" ucapan Tania memang sudah keterlaluan, tapi ada masanya nanti Amanda membalasnya.
"Setiap orang memiliki privasi sendiri. You'll be stupid to talk too much! Stupid!" balas Amanda.
"Apa kamu bilang?" sulut Tania
Haykal melerai mereka berdua, Tania akan mendapat hukuman, begitu juga dengan Amanda. Amanda memang mengakui dirinya sudah berkata hal yang buruk kepada Tania, jadi ia merasa santai dengan hukuman itu.
Berbeda dengan Tania yang terus saja mengomel, membela dirinya sendiri. Tetap saja Haykal akan memberi hukuman. Hafalan surah untuk Tania, dan setor iqra' untuk Amanda.
Tak ada lagi yang menertawakan Amanda saat dirinya baru belajar iqra'. Karena memang masih awal untuk Amanda belajar agama Islam. Istirahat, Amanda mengirim pesan untuk menunda ajakan makan siang Haykal. Sebab ia ingin makan siang bersama dengan Nia dan Endin di kantin.
[Nanti pulang dari sekolah saja kita jalan-jalan sebentar. Aku membawa baju ganti, untuk kita berdua] -pesan dari Amanda.
[Assalamu'alaikum, Nyonya Haykal. Biasakan ucapkan salam? Baiklah, nanti tunggu di mobil saja.]
[Hehe, Wassalamu'alaikum. Siap semangat Suamiku]
Emoticon cium itu membuat Haykal jadi salah tingkah. Entah Amanda salah kirim atau tidak, tapi itu sudah mampu membuat hati Haykal berdegup. Dalam hatinya, Haykal pasti bisa mencintai Amanda dengan sepenuh hati.
Di kantin, mulailah Tania dan Aida mencari masalah dengan Nia. Mereka tidak kapok dengan beberapa hari lalu yang sudah dipermalukan oleh Amanda. Mereka malah semakin dendam karena mengira Amanda adalah Nia saat itu. Kebencian Tania semakin meningkat saat Devan duduk di samping Nia saat itu. Lelaki yang selalu usil dengan Nia ini membuat Amanda tertarik.
"Oh, jadi ini yang membuat Nia menolak perjodohan itu? Karena cowok sekelas si brengsek ini? Cih, membosankan!" batin Amanda.
"Aku yakin, yang seminggu lalu masuk ke sekolah … bukan kamu, to? Tapi dia?" tunjuk Devan.
Devan terus menatap Nia, kemudian menatap Amanda. Memastikan jika pandangan dan prasangkanya adalah benar. Jika yang kemarin mempermalukan Tania itu bukan Nia, namun Amanda.
Bruak!
Gebrakan tangan Tania ke meja yang ditempati Amanda dan Nia. Tania tidak suka saat Devan lebih akrab dengan Nia dibandingkan dengannya.
"Astaghfirullah hal'adzim," ucap Nia dan Endin.
"Tania, kamu apa-apaan, sih? Aku kaget, apa kamu tidak mengerti apa itu sopan santun, kah?" kesal Devan.
"Kak, Kaka Devan tuh harusnya mengerti. Kenapa orang tua kita, ingin menjodohkan kita. Terus, kenapa Kak Devan tidak mau dijodohkan denganku?" sulut Tania memelas sok manja.
"Aku tidak suka kamu, buat apa aku bertunangan dengan kamu?" ucapan Devan tentu saja membuat Tania semakin kesal.
Sasaran utamanya adalah Nia. Tania menghardik Nia untuk jangan menggoda Devan, karena Devan adalah miliknya. Nia hanya diam saja dan minta maaf dengan apa yang tidak lakukan. Itu membuat Amanda kesal, namun masih ia tahan emosinya.
"Dasar jalaludin! Kamu tak tahu diri, pasti ibu dan bapakmu dulu membuatmu di kandang. Jadinya gini, nggak punya malu, padahal orang yang kotor!" hina Tania.
Jalaludin (jalang)
Amanda tidak suka saat Tania menyebut kedua orang tuanya berhubungan di kandang. Emosinya semakin memuncak, sampai ia pun harus berdiri dan menghadapi cewek seperti Tiana.
Kira-kira apa yang akan Amanda lakukan?